Aku sudah kembali ke rumah tante Desi. Membawa beberapa belanjaan yang setengah mati mengangkatnya. Untung saja tadi abang gojeknya berbaik hati mau menolongku untuk mengangkatnya.
"Ya Allah, Nay?" teriak tante Desi melihat aku membawa dua kantong belanjaan yang berat.
"Ares kadang otaknya nggak kepake," sambung tante Desi kesal.
"Emang sih, Tan." Aku tertawa geli.
"Gimana keadaan Leana, Tan?" tanyaku yang tak melihat keberadaan Leana lagi.
"Nggak apa-apa. Cuma kena percikan dikit. Dikit banget loh, Nay. Pas tante mau ambil p3k, Ares udah datang aja. Sekarang Leana udah ada di kamar tamu."
"Oh gitu, baguslah kalau nggak kenapa-apa. Kalau gitu aku minta maaf banget, Tan. Aku harus balik, soalnya mau nemenin Yuni ke WO," bohongku.
"Lho? Emang nggak bisa ditunda, Nay? Sedih dong tanye nanti pas makannya kamu malah nggak ada." Perempuan yang seumuran mama itu menatapku sedih.
"Maaf banget ya, Tan. Nanti aku usahain entar malem bisa ke sini." Aku meyakinkan tante Desi yang masih seperti ingin menahanku.
"Yaudah, kalau kamu sampai nggak datang tante ngambek sama kamu." Aku mengangguk bahagia.
Aku sudah ada di rumah duduk santai di sofa yang ada di depan tv. Sambil menikmati cookies buatan mama. Aku mendengar langkah mama sedang mendekat.
"Nay, kenapa udah balik?" tanya mama bingung melihatku sedang sibuk dengan ponsel.
"Lagi malas," jawabku sekenanya.
"Kok malas? Biasanya nggak gini." Mama memicingkan matanya.
"Apa sih, Ma?" Aku kesal menerima tatapan mama itu.
"Pasti ada sesuatu, kan?"
"Sok tahu mama, mah."
Aku menatap mama sejenak, lalu membenarkan posisiku
"Ma, Ares mau nikah sama Leana, dan Leana memintaku untuk tidak berada di dekat Ares." Aku menceritakannya kepada mama bukan untuk apa-apa. Tapi, aku ingin mama juga bisa ambil jarak karena bagaimana pun Leana adalah calon istri Ares.
"Ngaco kamu ah," timpal mama.
"Serius aku, Ma. Wajar kalau Leana begitu, aku juga nggak suka kalau semisal calon aku dekat dengan cewek lain. Meskipun itu sahabatnya sendiri. Kita harus hargai perasaan Leana, Ma."
Mama terlihat sedang berpikir dan mendadak wajahnya menjadi sendu.
"Mama kenapa?" Aku khawatir melihat wajah mama.
"Nggak apa-apa, ia mama setuju kalau kamu jauh-jauh dari Leana."
"Bukan Leana, Ma. Tapi, Ares." Aku meralat ucapan mama.
"Ia pokoknya keduanya, haruskah kita pindah dari rumah ini?" Mama tersenyum lebar.
Tunggu! Itu bukan senyum bahagia, seperti ada keterpaksaan dari senyum mamaku. Aku tahu karena aku bukan anak kecil yang tak mengerti apa-apa.
"Mama lebay ih, kita kurangin aja intensitas kita ketemu keluarga om Rayhan. Ada perasaan yang harus kita jaga," celotehku.
Mama mengangguk lalu berdiri dan meninggalkanku sendiri. Merasa bosan di hari minggu yang menyebalkan ini. Aku kembali ke kamarku membuka laptop yang hampir beberapa bulan ini tak kubuka-buka. Aku langsung membukan file drama Koreaku yang sudah lama kusimpan. Aku mengulan menonton drama berjudul Descendant of The Sun. Drama yang saat itu mendapatkan rating terbaik se-Korea. Drama yang mempertemukan Song Hye Kyo dan Song Jongki sebagai pemerannya, benar-benar membuatku tak pernah bosan untuk menonton drama itu berkali-kali. Sayang sekali, di dunia nyata Song-song Couple harus bercerai.
Aku terhanyut dalam drama yang kutonton, sampai orang masuk ke kamarku pun aku tak sadar.
"Ck, nggak ada kerjaan yang lebih berfaedah apa selain nonton?" Suara itu menyusup ke gendang telingaku, aku mengangkat sedikit wajahku.
Ada Ares di sana. Aku kaget bukan main karena biasanya mama akan melarang Ares masuk ke kamarku.
"Kenapa lo bisa ada di sini?" tanyaku penuh selidik.
"Ya kali gue nggak boleh masuk kamar lo, Nay? Biasa juga dari dulu gue yang bantuin beres-beres kamar lo." Ia duduk di sudut ranjangku. Aku langsung bangkit dan hendak keluar.
"Nay!" panggilnya.
Aku menoleh melihatnya.
"Apa?" ketusku.
"Ini uang tadi." Ia memberikanku uang yang kupakai untuk membayar barang belanjaan tante Desi.
Aku mengambilnya dan berterima kasih. Lalu menyuruh Ares keluar dari kamarku. Untuk pertama kalinya aku membentak Ares supaya keluar dari kamar ini. Ia pun terlihat kaget, tapi aku harus melakukannya.
"Yaudah, gue mau ngantar Leana dulu," katanya tersenyum singkat.
Aku tak membalas, dan membiarkan tubub jangkung itu meninggalkanku yang masih terpaku tepat di depan pintu.
Aku duduk tepat di depan cermin yang selalu menjadi teman curhat terbaik meskipun tak pernah sekalipun mendapatkan solusi dari sosok yang terpantul di cermin tersebut.
Mengapa perasaanku menjadi aneh seperti ini, seharusnya aku bahagia melihat Ares bahagia. Bukankan selama ini aku sudah tahu bahwa perasaan Ares hanya untuk Leana. Lalu apa yang aku harapkan dari rasa sakit yang tiba-tiba menusuk seperti belati yang menghujami jantung?
Mood menontonku mendadak hilang, pandanganku terfokus ke sebuah buku tebal yang ada di nakas di samping ranjang tidurku. Aku beranjak menuju ranjang dan meraih buku yang bertuliskan '100% LULUS CPNS 2019' entah mengapa aku bahagia memegang buku itu. Buku yang diberi Ares sebagai kado ulang tahunku. Katanya otakku yang pas-pasan ini harus diberi buku-buku yang berfaedah.
Karena mengingat Ares aku jadi semangat untuk membuka halaman pertama dari buku yang tebalnya hampir seriby lembar itu.
Bukannya semangat semakin jauh aku membuka halaman, semakin mengantuk yang aku rasakan. Memang manjur sekali menjadikan buku tebal ini sebagai obat tidur. Aku segera menutup buku itu dan menjadikamnya bantal. Siapa tahu transfer ilmu dari buku ke otakku bisa lancar.
"Nay!"
Seperti ada yang memanggilku, perlahan aku membuka mata danmelihat siapa orang yang datang di kamarku.
Perempuan yang akhir-akhir ini mengaku sibuk padahal kerjaannya adalah mengajar saja. Iya, Dita sedang menatapku dengan tatapan sedih.
"Nay."
Ia langsung memelukku yang sama sekali tidak tahu apa yang terjadi.
"Kenapa sih?" Aku langsung menyingkirkan pelukannya.
"Kadang kita nggak pernah tahu apa yang terjadi pada kita."
Dita berucap lirih aku benar-benar tak paham apa yanh terjadi.
"Lo putus?" tanyaku penasaran.
Ia menggeleng lalu menghapus jejak air matanya.
"Nay, maen yok?" Ajaknya seperti sebuah paksaan.
Jujur aku tak bisa menebak apa yang terjadi pada Dita, karena nyawaku belum terkumpul jadi belum bisa menangkap maksud dari omongan Dita.
***
Berharap Indonesia akan segera membaik terbebas dari segala macam jenis wabah, wabah covid-19 atau pun wabah orang-orang kejam aamiin 💕💕💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle In 29th
ChickLitAku perempuan dua puluh sembilan tahun yang memiliki impian tapi hobi rebahan. Perempuan dengan segala kelemahannya dan berusaha untuk bangkit dari segala macam kegagalan yang pernah ia alami. -Nay-