25

319 32 6
                                    

Suasa rumah hari ini terlihat sepi, biasanya sore-sore begini mama sudah menyalakan lampu. Aku yang baru saja tiba dari Surabaya mendadak khawatir. Entahlah, mama tak mengabariku dari tadi pagi. Aku langsung bergegas membuka pintu. Anehnya saat aku memegang handle pintu, pintunya tidak terkunci.

Surprise!!

Teriakan orang rumah membuatku kaget.

"Happy b'day, Nay!"

Dita teriak bahagia, bagaimana bisa makhluk itu sudah berada di rumahku. Pantas saja pintu tak terkunci. Mama membawa kue tanpa lilin, katanya yang punya ide kejutan begini adalah Dita.

"Terima kasih lho, kalian udah repot-repot buat kejutan begini." Aku memeluk Mama dan Dita bergantian.

Tiba-tiba suara ketukan terdengar, kami bertiga menoleh, menangkap sosok Orion sudah berdiri di depan pintu dengan baju kaos berwarna hitam dan jeans abu-abu yang membuat ia terlihat sangat memesona. Dita saja sempat tak berpaling dari pandangannya kalau tidak diingatkan mama tentang acara lamarannya.

"Ada yang ulang tahun, ya?" tanyanya tanpa dosa.

"Biasa bertambah usia artinya berkurang jatah kontrak hidup," seloroh mama yang meletakkan kue di meja.

"Masuk, Yon." Mama mempersilakan mas Orion masuk bergabung bersama kami.

"Kebenaran saya ada dinas di Jakarta, makanya nyempatin ke sini," alibinya.

"Ke sini terus dinasnya, Mas? Bukannya emang asli sini?" sindirku.

Setelah aku berhasil ngepoin tentang mas Orion dari Pandu. Aku jadi tahu, kalau dokter tampan di hadapanku ini asli Jakarta dan setiap weekend kalau tidak ada jadwal ia akan pulang ke Jakarta.

Orang yang kusindir hanya tersenyum mesem, tak mampu berkutik karena ketahuan menyembunyikan sesuatu.

"Yah, ketahuan dong." Ia mengehela napas seolah-olah usahanya gagal.

Kami pun bercakap lama, Dita yang sesekali membuka aibku membuat aku mendadak malu. Biasanya aku akan bangga dengan segala kekurangan yang aku miliki, entah mengapa di depan dokter tampan ini aku merasa malu, karena kelakuanku selama ini kebanyakan tidak berfaedah.

"Sudah malam, saya pamit pulang dulu," katanya meminta izin pulang.

Aku memanggil mama yang sedang melipat pakaian. Mama menghentikan kegiatannya, lalu bangkit dan berjalan mengekoriku. Orion menyalami mama dan Dita berpamitan untuk pulang. Aku mengantarnya sampai ke depan pagar.

Sejurus dengan Orion yang memberikan paperbag padaku, aku melihat mobil Ares melintas.

"Hati-hati ya, Mas. Makasih kadonya." Aku menundukkan kepala saat kaca mobil mas Orion terbuka.

"Iya sama-sama, yaudah saya pulang ya."

Ia langsung berjalan meninggalkanku.

Aku berbalik hendak mengunci pagar, sebuah suara menginterupsiku.

"Nay, gue mau bicara sama lo," ucapnya lirih entahlah aku merasa ada sesuatu yang tetsirat dari ucapannya.

Aku menguatkan hati dan tak kupedulikan permintaannya. Kututup pagar lalu pergi begitu saja.

Aku melihat Dita sedang berdiri di depan pintu. Dita tahu apa yang sebenarnya terjadi antara aku dan Ares tempohari. Hanya saja perempuan manis itu tidak banyak berkomentar. Ia tahu, kelakuan Ares saat itu sudah berlebihan. Bahkan aku sudah tidak mau mengingatnya lagi.

"Kenapa dia?" sinis Dita sambil bersedekap.

Aku menggeleng dan tak berniat untuk membahasnya.

"Yaudah gue pamit ya, Nay. Kalau ada apa-apa lo cerita sama gue," katanya mengelus bahuku.

Miracle In 29thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang