6

330 24 1
                                    

Holiday...

Hari yang ditunggu datang juga, setelah rencana liburan akhir tahun gagal akhirnya kami; Aku, Ela, Yuni dan Rasti menemukan jadwal yang tepat untuk jalan-jalan dan berlibur. Hari libur yang dimulai dari hari kamis ini akan kami manfaatkan sebaik mungkin untuk memanjakan otak kami yang akhir-akhir ini mendadak spaneng akibat BPK yang sedang berkeliaran di kota ini. Untuk mendapati temuan-temuan yang bisa merugikan Anggaran uang Negara.

Aku menyeret koperku setelah turun dari mobil berwarna merah, tadi aku memesannya melalui aplikasi yang saat ini sangat viral. Aku sudah ada di Bandara, menunggu teman-temanku yang kata mereka sedang otw di jalan. Untuk menemani kegalauanku dan kekesalanku aku mampir ke salah satu mini market untuk membeli minuman yang menyegarkan. Kulirik jam yang melingkar di pergelangan tangan sebelah kiriku, sudah jam sembilan pagi, aku langsung meminum good day tiramisu. Setelah itu aku menggeleng tak habis pikir, si Ares benar-benar tak berperasaan.

Pria itu selalu punya alasan untuk tidak membantuku, tadi aku menelponnya untuk meminta antar ke bandara. Namun seperti biasa semuanya sia-sia belaka, ia berucap kalau dirinya masih sangat mengantuk karena semalam ia pulang jam dua pagi. Jadi, demi keselamatanku ia berdalih lebih baik aku memesan ojek online saja.

"Nay!" Aku melihat Rasti melambaikan tangannya sambil tersenyum senang.

Yaiyalah, kami harus senang karena ini adalah momen langka.

"Yang lain belum pada sampai?" Rasti mengedarkan pandangannya. Aku meng-iya-kan pertanyaan Rasti.

Sambil menunggu kedatangan  Yuni dan Ela. Kami berdua menyempatkan diri untuk selfie. Rasti itu rajanya medsos dia akan selalu aktif di semua akun medsos miliknya. Lihatlah sekarang dia sudah memposting hasil jepretan kami barusan di Instagram miliknya.

"Nay, lo kalau kayak gini mirip banget sama-" Kalimatnya menggantung ketika ia mendengar suara ponsel berbunyi.

Aku teringat kalau itu suara nada dering ponselku, aku langsung menoleh ke arah Rasti dan menunjukkan layar ponselku ini.

"Angkat, Nay. Siapa tahu penting," saran Rasti sama sekali tak aku pedulikan.

Aku lebih memilih untuk memasukan kembali ponselku itu ke dalam ransel kecilku.

"Pokoknya ya, selama liburan. Gue nggak bakal ngangkat telpon dari makhluk astral itu," ucapku kesal.

Sumpah kalau ingat tadi saat aku menelponnya, aku tidak akan pernah mau berteman dengan pria yang tak berperasaan itu.

"Yakin sanggup nggak ngangkat panggilan Ares? Kalau tiba-tiba dia datang ngikutin kita gimana?" tanya Rasti penasaran.

Aku menatap Rasti horor, bisa-bisanya perempuan cantik yang usianya beda setahun denganku itu berkata yang tidak-tidak.

"Duh, udah deh kita jangan ngomongin dia, orang itu ibarat Voldemort." Aku bergidik ngeri saat wajah Ares yang menyebalkan muncul di otakku.

"Iya deh, mari kita menikmati liburan ini." Rasti merangkulku.

Tak lama Yuni dan Ela bergabung bersama kami.

Setelah empat puluh lima menit di Pesawat akhirnya kami mendarat dengan selamat di Kota yang mempunyai jargon 'Berhati Nyaman' lama sekali rasanya tidak menginjakan kaki di sini. Aroma-aroma kenangan masa lalu seakan keluar dari setiap sudut jalanan kota ini.

Ah iya, aku dulu kuliah di Kota Jogja. Meskipun bukan di kampus ternama.

Aku menghirup udara dalam-dalam perlahan-lahan aku embuskan, senikmat itu rasanya bisa datang kembali di kota ini.

Aku menyalakan ponselku setelah tadi aku lebih memilih mematikannya. Kulihat ada enam puluh empat panggilan, semuanya dari Ares. Benar-benar tak ada otak. Ares tetaplah Ares, sebaik apapun padaku tetap saja, kekejamannya tak bisa hilang. Dari semua perempuan yang ada di sekirarnya, ia lebih suka menindasku dan menyudutkanku.

"Anjirrr! Itu beneran Ares?"

Ela menggeleng tak percaya ketika melihat layar ponsel yang menampilkan jumlah panggilan tak terjawab.

Aku menghela napas kasar.

Apalagi kali ini yang akan dilakukan Ares, ia kembali menghubungiku. Tapi, aku sudah membuat janji pada diriku sendiri untuk mengabaikan Ares yang selalu punya cara untuk mengganggu kesenanganku.

"Siapa tahu penting, Nay. Coba lo angkat dah." kali ini wanita berhijab yang kalau senyum membuat pria langsung klepek-klepek yang menyarankanku untuk mengangkat panggilan itu.

Namun, aku tetap tidak akan terpengaruh dan melangkah dengan pasti memesan taksi untuk segera mengantar kami ke penginapan lalu menikmati Jogja yang membuatku seakan berada di masa-masa kuliah dulu.

Karena kami berempat para wanita yang tidak terpisahkan, kami meminta kepada resepsionis untuk memberikan extrabed biar kami menyatu jadi satu. Dan tidak ada ghibahan yang terlewatkan.

"Tujuan kita pertama ke mana?" tanya Ela semangat.

"Kita ke Malioboro dulu kali ya, mayan buat liat-liat orang pacaran," kata Rasti yang membongkar isi kopernya.

Aku setuju saja, selama di Jogja aku akan ke manapun asalkan bisa melupakan sedikit kepenatan yang aku rasakan.

"Nay, tumben nggak maen ponsel?" Ela menatapku bingung.

Aku dari tadi hanya memencet remote teve yang ada di kamar ini, benar-benar bosan kalau hidup tanpa ponsel. Tapi, aku sedang tidak ingin mengaktifkan ponselku. Aku bisa menjamin seratus persen kalau Ares akan menghubungiku seperti tadi.

I'm not your ghost anyway!

 Aku mencebik tak suka.

Jam sudah menunjukkan pukul dua siang, aku dan teman-temanku sudah siap untuk jalan-jalan. Kami mulai menyusuri jalan Malioboro, sudah banyak berubah dari terakhir aku ke sini. Jalanan sudah bebas dari parkir yang biasa membuat punggung jalan sesak, sekarang jauh lebih tertata rapi. Aku menggeleng ketika Rasti selalu meminta Ela untuk mengambil fotonya. Bukan Rasti kalau tidak aktif dengan ponselnya itu.

Belum jauh kami berjalan, perutku terasa sangat lapar, terakhir kali makan seingatku pagi tadi itu pun makan roti yang dibawa oleh Yuni. Sungguh malang sekali perut ini.

"Mampir makan dulu yok," kataku menghentikan kegiatan Rasti yang sedang duduk manis di kursi taman depan Malioboro Mall. Tak cuma aku Yuni pun setuju kalau perut kami perlu diisi agar tidak mati.

"Makan di mana?" tanya Ela yang sudah tahu pasti jawabannya adalah 'terserah'.

"Untuk sementara kita makan di dalem aja, foodcourt-nya enak, kalau dulu sih, entah ya kalau sekarang."

Aku langsung membawa ketiga temanku itu masuk ke mol yang lumayan ternama di Malioboro ini.

"Nay, ponsel lo masih nggak aktif?" tanya Rasti takut-takut.

Kutelusuri wajah mulus Rasti, ada sesuatu yang membuatku penasaran. Tumben sekali dia menanyai masalah ponselku.

"Ares ada ngehubungin lo, Ras?" tanyaku sambil meneliti wajahnya.

"Dia nge-DM IG gue, Nay. Mending lo baca sendiri deh, nih." Ia menyerahkan ponselnya padaku, langsung saja ponsel yang dipegang Rasti itu kusambar tanpa ampun.

arsdmr

Bilangin temen lo, suruh aktifin ponselnya!!!

Aku yang membaca itu, mencemooh tak peduli enak saja makhluk itu meminta sesuka hatinya. Kusuruh Rasti untuk memblokir akun si Ares. Sialnya si Rasti malah tidak mau, katanya lumayan untuk cuci mata. kulihat memang akun Ares penuh dengan beberapa Fotonya yang sedang jalan-jalan keliling dunia.

"Nay, Ares minta nomor gue," lanjut Rasti.

"Jangan kasih, Ras. Biarin aja dia ngoceh apa, blokir aja sih sementara," balasku ketus.

Rasti menghela napas, kemudian memblokir akun Ares. Aku tersenyum penuh kemenangan, karena aku tak mau Ares selalu mengganggu kesenanganku.

Enjoy your Holiday, Nay...

Miracle In 29thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang