Senin yang seharusnya produktif, aku berjalan keluar pagar begitu melihat kang ojek sudah ada di depan. Setelah kejadian aku nangis-nangis, mama terpaksa memilih untuk melarang keluarga tante Desi main ke rumah. Dan, akupun tak mendapatkan pesan apa-apa lagi dari Ares.
Setiba di kantor, aku menceritakan semuanya ke temanku apa yang terjadi sebenarnya. Rasti, Ela dan Yuni menggeleng tak habis pikir, tak mengerti apa yang ada di dalam otak cerdas Ares.
Apakah kadar kecerdasannya mulai menurun atau bagaimana, sehingga orang seperti Ares bisa melakukan hal yang benar-benar kekanak-kanakan.
Ares Biadab
Gue ada di kantor lo
Aku membaca pesan Ares dari popup yang muncul di layar ponselku. Terlalu malas membacanya dan terlalu malas untuk membalasnya.
Ares Biadab
Gue tungguin di sini sampai lo
Turun!Seperti biasa bukan Ares kalau menyerah begitu saja. Aku lebih memilih untuk mengabaikannya saja.
Aku membuka lemari kecik di bawah laci meja, paper bag berisi coklat dari Ares tempo hari masih banyak tersimpan. Aku memakannya dikit-dikit jadi wajar kalau masih banyak.
Ares Biadab
Pokoknya, gue terus nunggu di sini
Sampe lo datang!!!Aku menghela sebentar dan mengambil paper bag itu dan membawanya bersamaku. Aku berjalan keluar ruangan dan turun dari lantai dua untuk menemui Ares.
Dia sedang duduk di kursi panjang, beberapa orang sedang memerhatikannya dan ada juga yang tampak seperti terpesona.
Aku sudah berdiri di depannya, ia menatapku sejenak lalu mengalihkan pandangannya entah ke mana.
"Kita perlu ngomong," katanya langsung berdiri.
"Di sini!" balasku dingin.
"Nggak, kita cari tempat yang enak buat ngomong, Nay," katanya lagi.
"Gue kerja nggak bisa keluar sesuka hati kayak lo!"
"Yakin mau ngomong di sini, dilihatin orang lho?" Dia menatapku seolah-olah memintaku untuk menyetujuinya supaya kami tidak ngomong di sini.
Aku memutar mataku jengah, selalu saja seperti itu. Aku akan selalu kalah dengan Ares, tak pernah bisa menang apalagi memenangkan hatinya.
Aku merutuki diriku sendiri yang sekarang sudah berada di mobil Ares. Ia stop di sebuah taman yang nampak sepi, karena masih pagi.
Aku melepas sabuk pengaman, lalu keluar dari dalam mobilnya. Ia pun melakukan yang sama.
"Gue minta maaf, Nay," lirihnya.
Aku tersenyum sinis tanpa menatapnya.
Apa dia bilang? Maaf? Seandainya dia tak menggunakan mama dalam usahanya mungkin aku langsung memeluknya begitu mendengarnya meminta maaf atas kesalahannya.
"Gue udah nggak apa-apa." Aku malas sekali kalau suasananya sudah seperti ini.
"Gue tahu gue salah banget, Nay. Maafin gue, gue nggak ngulang." Aku menoleh sekilas ke arahnya.
Ah, ini pertama kalinya Ares meminta maaf dengan sungguh-sungguh. Biasanya atas suruhan tante Desi.
"Gue lagi males maafin orang, dan gue juga lagi males ngelihat muka lo. Jadi, gue belom ada niat buat maafin lo."
Aku berjalan ke arah mobilnya dan membuka pintu mengambil paper bag berisi coklat.
"Ini, lo ambil lagi aja. Gue nggak butuh itu semua!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle In 29th
ChickLitAku perempuan dua puluh sembilan tahun yang memiliki impian tapi hobi rebahan. Perempuan dengan segala kelemahannya dan berusaha untuk bangkit dari segala macam kegagalan yang pernah ia alami. -Nay-