Tiba di Semarang, kedatangan kami disambut bahagia oleh mama yang sedang berdiri di belakang kursi roda Eyang. Aku langsung menyalami eyang, beliau terlihat sangat bahagia, apalagi ketika Ares menyentuh tangannya. Eyang langsung seperti muda kembali.
"Yang, ngelihatin Aresnya biasa aja, lho," kataku membuat semua orang tertawa terbahak.
Aku memperisilakan tante Desi dan om Rayhan untuk masuk ke kamar yang sudah dibereskan dan dikhususkan untuk mereka datang sementara Ares diantar ke kamar Pandu. Maklum, kami tidak memiliki banyak kamar di sini.
Aku melihat Ares mengintip kamarku yang sekarang sepertinya sedang dipenuhi oleh buku-buku persiapanku untuk menghadapi ujian SKB. Mungkin lelaki itu penasaran, ia langsung masuk ke kamarku yang memang tidak kukunci itu. Aku menyusulnya masuk, lalu kujelaskan semuanya.
"Persiapan buat jadi ASN," kataku sambil tersenyum lebar.
"Bagus!" jawabnya singkat, ia membolak-balik kertas-kertas yang penuh oleh tulisan tanganku.
"Harus lulus ya, Nay," ucapnya pelan.
"Hmm, doain, ya." Aku langsung mengambil salah satu kertas di atas tempat tidur.
"Ujiannya minggu depan, semoga hasilnya sesuai harapan kita semua, ya," kataku yang memang sudah gugup sekali untuk menghadapi semuanya.
"Tenang, jangan banyak pikiran fokus ke belajar, Sayang." Aku terdiam, bisa-bisanya Ares menggodaku. Rasanya aneh sekali dipanggil sayang oleh Ares.
Setelah kami berbincang membahas ujianku, aku dan Ares berjalan ke dapur untuk makan. Tidak ada yang istimewa dari masakan yang kami sajikan, hanya saja pembicaraan saat makan ini yang akan membuat kami sedikit tegang.
Aku mengambil posisi di sebelah mama, tepat bersebrangan dengan Ares. Aku sesekali melirik tante Desi yang dari tadi menoel om Rayhan. Lucu sekali melihatnya.
"Jadi gini, Jan, Buk." Om Rayhan menekankan ke mama dan Eyang.
"Kedatangan kami ke sini, sudah jelas untuk silaturahmi, selain itu ...." Om Rayhan menghela sejenak, aku sudah tak kuat melihat tante Desi yang sudah tak sabar.
"Jadi, begini kami ke sini berniat untuk melamar Naya," ucap tante Desi tanpa basa-basi.
Mama dan Eyang nampak bahagia, tetapi mama teringat sesuatu yang membuat semuanya sepertinya akan sulit.
"Kenapa, Jan?" tanya tante Desi khawatir akan berdampak buruk untuk kelangsungan tujuan mereka.
"Kalian tahu sendiri, kalau papanya Naya sudah meninggal, yang kami takutkan, oomnya sekarang yang ada di Padang sedang tidak ada di Indonesia," kata mama pelan.
Aku ingat, om Dedi sekarang ada di Singapura mengurus usahanya di sana. Kami sudah lama tidak berhubungan dengannya, om Dedi adalah adik kandung Papa. Semuanya berubah karena om Dedi harus ke Singapura bersama keluarganya di sana.
"Nanti bisa kita kondisikan," kata Om Rayhan mantap.
"Res, beneran kamu mau nikah sama Naya?" tanya mama yang sekarang menatap Ares dengan serius. Aku melihat Ares sedikit tegang, baru kali ini Ares ngobrol dengan mama tidak sesantai sebelumnya.
"Ares serius, Tante," jawabnya membuat hatiku menghangat.
"Tante rasa, tante nggak perlu lagi menjelaskan apa kekurangan dan kelebihan anak tante itu. Yang pasti terima kasih kalau kamu menerima anak tante apa adanya," ucap mama dengan menitikan air mata.
Aku tak tahu mengapa air mataku ikut menetes?
"Maafin Ares, kalau selama ini pernah nyakitin anak, Tante." Ares menatapku dengan tatapan yang tak bisa kuartikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle In 29th
ChickLitAku perempuan dua puluh sembilan tahun yang memiliki impian tapi hobi rebahan. Perempuan dengan segala kelemahannya dan berusaha untuk bangkit dari segala macam kegagalan yang pernah ia alami. -Nay-