Aku tak sengaja melihat Ares yang sepertinya menyimak obrolan kami. Aku ingin ia segera pergi dari sini, karena aku benar-benar tak kuat.
"Ada apa, Jan?" Tante Desi terdengar sangat penasaran.
"Gini, jadi rencananya kami mau menjual rumah kami," kata mama pelan. Terang saja membuat semua orang di hadapan kami kaget.
"Maksud kamu? Rumah sebelah? Kok mau dijual?" Om Rayhan terdengar menahan suaranya.
"Tunggu deh, aku masih nggak ngerti. Kamu mau jual rumah? Terus kalian tinggal di mana?" Sepertinya tante Desi mulai panas, aku bisa melihat dari lirikannya ketika menatap om Rayhan.
Salah besar mama membahasnya sekarang, aku sudah bilang tak usah ngomong masalah ini ke keluarga om Rayhan. Akan sulit jadinya.
"Iya, kemarin sudah ada yang nawar, insya Allah minggu depan mereka akan menunggu rumahnya," jawab mama sabar.
Ah, mama terlalu tangguh menghadapi semuanya sendirian. Aku melihat Ares sudah mengepalkan tangannya.
"Kamu perlu uang?" Pertanyaan tante Desi, aku tahu ia mengatakannya sangat hati-hati. Untungnya aku dan mama sudah terlalu dekat dengan keluarga ini jadi tak perlu tersinggung dengan ucapan tante Desi tadi.
"Bukan, hanya saja-"
"Nay, Ikut gue!"
Omongan mama terpotong, dengan suara Ares yang seperti bisa membunuh seseorang. Aku tak mau menanggapinya, tapi mama seolah memberiku kode agar aku mengikuti Ares. Tante Desi menatapku cemas. Aku masih duduk manis tak peduli dengan mama yang sepertinya akan marah.
"Gue ngomong sama lo, Nay! Ikut gue sekarang!" bentak Ares. Aku yang mendengarnya mendadak ciut.
"Ares! Jaga ucapan kamu!" teriak om Rayhan.
Ares sepertinya tak peduli, dengan teriakan om Rayhan ia berjalan mendekatiku dan menarikku paksa tak peduli tante Desi sudah melarangnya.
Ia berhasil membawaku ke kamarnya, ia melepaskan cengkramannya dari pergelangan tangan kananku. Lumayan sakit, tapi masih bisa kutahan.
"Sorry," lirihnya.
Aku mengangkat wajahku menatap Ares yang terlihat sedang meremas rambutnya kasar.
" I know i was wrong, Nay."
"Sumpah, gue benar-benar salah dan gue benar-benar minta maaf karena udah jahat banget sama lo." Aku tidak begitu bodoh untuk menangkap ketulusan seseorang.
"Gue udah maafin." Aku mendahului ia sebelum ia berbicara lagi.
"Bohong, Nay. Lo nggak bisa maafin gue dan gue sadar kesalahan gue sulit buat dimaafin sama lo. Apa rencana kalian pindah gara-gara ada hubungannya sama kita?"
"Nggak ada yang perlu dibicarain lagi, gue mau pulang!" Aku hendak membuka kamar Ares namun terkunci.
"Please, Res. Gue mau pulang. Gue nggak mau di sini dan lo sendiri yang bilang kalau gue nggak boleh ngurusin hidup lo lagi." Tiba-tiba air mataku mengalir begitu saja. Padahal aku sudah menahannya tetapi tetap saja tak dapat kuhentikan.
"Maaf, Nay. Gue benar-benar minta maaf karena udah nampar lo waktu itu,,,,"
"Lo jahat sama gue, Res." Aku tersedu-sedu.
"Iya, gue jahat emang. Lo boleh pukul gue sesuka hati lo, Nay. Lo boleh lakuin apapun ke gue, asal lo jangan pergi!" lirihnya.
Aku semakin menangis sejadi-jadinya. Dari dulu Ares egois dari dulu Ares tak pernah peduli dengan perasaanku. Ia memintaku untuk tak jauh darinya tapi ia malah bersama orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle In 29th
ChickLitAku perempuan dua puluh sembilan tahun yang memiliki impian tapi hobi rebahan. Perempuan dengan segala kelemahannya dan berusaha untuk bangkit dari segala macam kegagalan yang pernah ia alami. -Nay-