17

279 24 1
                                    

Nih aku publishnya nggak tanggung-tanggung. Buat nemenin kalian #Dirumahaja.

Terus cerita ini udah end, jadi tinggal dipublis aja. Aku nggak punya target vote atau komen, karena yang baca emang baru sedikit... Anak kesekian aku si Naya dan Ares masih belum banyak dikenal dunia, nggak kayak #Henhencouple atau #ArsalanKanzia yang udah punya pembaca setia 😂😂😂

So, buat yang tersesat ke cerita ini semoga bisa suka ya sama Ares dan Naya...

Selamat membaca 💕💕💕💕

Setelah kejadian tempohari, aku merasa ada yang tidak betes dengan otak dan perasaanku. Sepagi ini aku sudah siap untuk berangkat ke kantor. Kurang sepuluh menit jam delapan pagi, jarak dari kantor ke rumahku tak begitu jauh jadi kalau tidak macet aku bisa tiba di kantor tepat jam delapan. Awalnya tadi aku mau berangkat sendiri, tetapi entah ada angin apa Ares menghubungiku dan memintaku untuk berangkat dengannya. Aku setuju saya selama itu gratis ya tidak masalah.

Pasca kejadian di rumah Naren, aku izin tidak masuk selama dua hari, mungkin gara-gara itu juga mama menyuruh Ares untuk mengantarku.

Aku menunggu Ares di teras sambil memainkan ponselku, belum panas kursi yang kududuki sebuah mobil berwarna putih sudah berhenti tepat di depan pagar rumahku.

Aku langsung bergegas masuk ke mobil, Ares sudah rapi dengan gayanya yang menurutku luar biasa keren. Sebenarnya Ares bisa saja menjadi penerus perusahaan papanya, tetapi ia menolak karena ingin menjadi anak yang mandiri. Dan seperti yang sudah aku katakan kalau Ares bekerja sebagai Auditor keuangan.

Sangat berbeda denganku yang bekerja sebagai honorer, dengan gaji yang tidak rasional dan tidak sesuai dengan pekerjaan. Tapi, demi mama aku harus rela menjalani semuanya.

Waktu itu aku sudah diterima di sebuah perusahaan yang bergerak dibidang ketenagalistrikan, sayangnya penempatannya di ujung pulau Sumatera jadi aku harus menolaknya karena tidak tega kalau mama harus tinggal sendirian.

"Lo udah baikan?" tanya Ares yang sedang memerhatikan lampu merah.

"As you see, i'm always fine." Aku tersenyum lebar.

"Baguslah."

Aku menikmati perjalanan yang diiringi musik dengan lagu The Best Part, yang rasanya kayak jatuh cinta sama seseorang tapi entah siapa.

"Mending lo diam deh," ucap Ares yang menyuruhku diam ketika aku mulai mengikuti lantunan lagu itu.

"Halah, bilang aja lo iri kan sama suara gue yang bagus banget ini." Aku menepuk-nepuk dadaku pelan, bangga pada diri sendiri.

"Pengen banget gue makan orang, Nay." Ares melirikku dengan wajah setengah mengejek.

"Terserah lo!"

Aku melanjutkan nyanyiku.

"Nay."

"Hm."

"Lo gimana kalau gue nikah?"

Pertanyaan macam apa itu? Ya kalau si Ares nikah aku senang dong. Dan harus mendukung kan, ya?

"Maksud lo?"

"Entahlah, sebenarnya gue pengen banget ngajakin Leana nikah, tapi kayak ada sesuatu yang gue nggak ngerti, menurut lo gimana?"

Aku mengerutkan alisku tak paham setelah mendengar setiap kata yang keluar dari mulut Ares.

"Lo aja nggak ngerti, apalagi gue," kataku sekenanya.

Ada sejumput rasa yang aneh tiba-tiba menyelinap di dalam hatiku.

"Sebenarnya gue-"

Ares meminggirkan mobilnya dan stop, setelah mobil berhenti ia menatapku dalam-dalam dan aku tak tahu apa yang sedang ia pikirkan. Mendadak jantungku berdegub tak menentu.

"Lo tahu sendiri gue gimana, Nay. Gue capek gonta-ganti cewek padahal gue nggak cinta sama mereka," katanya serius.

"Hm, jadi?" Aku menaikan intonasiku

"Kok lo jadi sewot gitu?" tanyanya tak kalah sewot.

Aku terdiam, benar yang dikatakan Ares mengapa aku harus sewot sementara Ares hanya meminta pendapatku. Ada yang tidak beres denganku sepertinya.

"Terus gue kudu gimana?"

"Ya, lo kasih solusi lah."

"Gimana ya, kalau lo emang suka sama Leana yaudah lo lamar aja, siapa tahu dia langsung nerima, kan? Gue selalu ngedukung lo, Res. Siapa pun itu orangnya," ucapku tulus.

"Masalahnya bukan itu sekarang, Nay," katanya mengusap wajahnya kasar.

Aku hanya bisa memerhatikannya seraya menghela napas, mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya sedang berkecamuk di dalam diri Ares.

"Perasaan lo, isi otak lo, gue benar-benar nggak tahu. Kalau kata ceramah-ceramah yang muncul di feeds instagram gue sih, coba lo istikharah."

"Siap mama Naya," katanya tak percaya akan akan kata-kata itu dari mulutku.

Dengan kekuatan super aku langsung memukul bahunya keras, sehingga terdengar keluhan yang membuatku terbahak ketika mendengar nada bicaranya.

"Kadang kesal gue sama lo, dikasih saran malah ngetawain, udah nggak usah lagi cerita sama gue."

Aku langsung membesarkan volume musik dan Ares berteriak kaget.

Setiba di kantor aku sudah duduk cantik di kursiku. Pikiranku melayang ke beberapa saat tadu, ketika Ares bertanya bagaimana aku ketika dia menikah. Sejujurnya aku tahu  mengapa rasanya bisa beda seperti ini. Aku bukan anak kecil lagi yang tidak paham arti semuanya.

Hatiku mendadak nyeri, dan moodku berubah aneh. Seharusnya aku sudah membuang jauh-jauh perasaan yang tak boleh aku miliki. Aku

"Woy! Dari pagi udah ngelamun aja lo?" Ela menyadarkanku.

Kuperhatikan sejenak wajahnya, apakah aku bisa menceritakan semuanya pada Ela? Ah, rasanya tidak usah. Aku bisa mengatasi diriku sendiri.

"Ngagetin aja lo," gumamku yang mungkin tidak didengar Ela.

Aku benar-benar kehilangan moodku untuk saat ini, semuanya gara-gara Ares. Ya, Ares Damara lelaki yang selalu nampak menyebalkan namun aku dengan gampangnya terjerat ke dalam pesonanya.

Semua terasa berat ketika kau mulai melibatkan perasaanmu.

"Abisnya kayak raga lo aja yang di sini, sementara jiwa lo berkelana entah ke mana." Ela membuatku terperangah. Sejak kapan perempuan ini bisa berkata lebay.

"Nay, Nay, Nay ...." Terdengar teriakan lagi yang menginterupsi percakapan aku dan Ela.

Siapa lagi pelakunya kalau bukan Rasti yang heboh. Ia bernapas terengah-engah ke arahku. Lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tasnya.

"Nay, lo kudu lihat ini!" katanya membuatku bingung.

"Apa sih, Ras. Pagi-pagi udah berisik," celoteh Ela yang kesal posisi berdirinya digeser Rasti.

"Lihat nih!"

Rasti menunjukkan postingan terbaru di akun instagram milik Ares.

Sebuah foto yang menurutku tidak jelas mungkin ia mengambilnya saat objeknya bergerak.

When you know why you like someone, it's a crush. When you have no reason or explanation, it's love.

"Trus apa menariknya?" tanyaku bingung.

Rasti mengusap wajahnya kasar, lalu membuang napasnya terus menatapku dengan tatapan yang menurutku aneh.

"Ini artinya si Ares lo itu sedang jatuh cinta," katanya heboh.

"So?" Aku tak tertarik dengan Ares jatuh cinta atau tidak.

"Gue nggak ngerti lagi, kadang begonya sampe ke DNA." Rasti membuang muka sekali lagi.

"Ares mau nikah sama Ileana," ucapku pelan.

Ela dan Rasti kompak melihat ke arahku, dan tatapan itu membuatku kesal. Mereka seperti kasihan melihat aku. Padahal aku tak apa-apa.

Miracle In 29thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang