Aku sudah kembali dari makan bareng bersama sahabat masa kecilku dulu. Seharusnya aku pulang barang Naren, tapi yang terjadi aku malah pulang diantar mamang gojek. Setelah Leana makan seafood dalam jumlah besar untuk ukuran dirinya, ia mendadak sakit perut. Ares yang sigap untuk mengantar Leana terpaksa urung karena Naren sudah lebih dulu membopong Leana.
Aku heran sedekat apa Naren dan Leana. Mereka menghilang di saat hampir bersamaan apakah mereka ada hubungan yang aku dan Ares tidak tahu? Atau bagaimana, mereka berdua terlalu misterius.
"Nay, lo pulang bareng Ares ya? Gue harus bawa Leana secepatnya."
Naren terlihat sangat khawatir sama seperti Ares. Selain cemas ada rasa kesal yang terpancar dari wajah orang yang ada di sampingku itu.
"Sorry, Nay. Kayaknya lo harus pulang sendiri," ucap Ares tanpa menatapku dan berlalu begitu saja.
Manusia kadang lupa dengan manusia lainnya ketika mereka menemukan apa yang mereka inginkan. Aku mengambil slingbag yang ada dikursi dan langsung meraih ponsel untuk memesan gojek.
Sampai di rumah, aku melihat mama dengan wajah semringahnya. Ia tidak tahu apa anak perempuannya yang malang ini harus pulang sendirian.
"Nay, kamu ke rumah tante Desi sebentar. Terus bawa ini."
Mama memberikanku seloyang bolu yang aromanya sangat lezat. Mama memang luar biasa dalam mengolah bahan-bahan makanan. Dengan senang hati aku membawanya.
Di rumah sebesar ini, tante Desi hanya tinggal bertiga, dan kadang ada sepupu Ares datang untuk meramaikan suasana.
"Tante!" teriakku dan suaraku menggema ke seluruh ruangan rumah ini.
Tante Desi muncul dengan seorang lelaki yang ada di belakangnya.
Brondong nih, leh ugha.
"Tan, ini dari mama." Aku menyerahkan bolu bertoping kacang Almond itu.
"Eh iya, makasih ya udah nganterin. Tadi tante suruh si Al ini buat ngambil, eh dia malah mager."
Tante Desi meletakkan bolunya di meja yang ada di dapur, ia seperti mencari sesuatu. Aku langsung memberikan pisau bolu yang ada tak jauh dari tempatku berdiri.
Dengan telaten tante Desi memotong bolu itu, dan dengan tanpa dosa aku menggamit sepotong bolu.
"Ih, ini orang nggak ada berubahnya sama sekali ya, kenapa sih harus makan yang di sini. Di rumah lo kan pasti ada," suara itu menginterupsi kegiatanku.
Siapa lagi kalau bukan Alvano, sepupu kebanggaan Ares. Sebelas dua belas kelakuannya dengan Ares.
"Berisik aja lo."
Aku kembali mencomot sepotong bolu, lalu mendapat tepakan kerasa dari cowok yang lebih mirip makhluk asing itu. Dia keturuan Jerman Indonesia.
"Udah jangan dimakan lagi!" Alvano bersedekap.
Aku tetap saha mengabaikan omongan brondong cakep itu. Tiba-tiba terdengar teriakan khas yang membuatku senyumku mengembang.
"Ada, Nadine ya?" tanyaku pada Alvano yang masih setia memberiku tatapan sinis.
"Nadine!" teriakku sambil berlari ke sumber suara. Nadine yang melihat keberadaanku langsung meloncat bahagia.
Kami seperti saudara kembar yang berasal dari rahim yang berbeda.
"Lo kapan nyampe?" tanyaku masih membawa sepotong bolu.
"Baru aja tadi, kirain lo jalan bareng Ares sama si Leana itu, soal ya tante Desi bilang Ares lagi keluar sama Leana."
Aku mengangguk tak menjawab apa yang dikatakan Nadine. Nadine adalah sepupu Ares dia lebih muda setahun dari kami. Nadine ini kakaknya si Alvano yang ada di dapur tadi.
"Ares masih nyebalin?" tanyanya lagi.
Yaiyalah nggak perlu dijawab juga seisi dunia tahu kalau si Ares menyebalkan.
"As you know, bukan Ares kalau nggak bikin kesal."
Nadine mengangguk paham.
"Yaudah aku pulang dulu ya, entar kalau mau ke mana-mana kabarin aja, mumpung libur." Aku menepuk bahu Nadine.
"Tante, aku pulang dulu ya, terima kasih bolunya." Aku nyengir tanpa dosa kala menatap Alvano yang mencebik tak suka.
Sekembalinya aku di rumah aku merebahkan tubuhku yang lelah ini di sofa. Mama yang melihat kedatanganku langsung duduk di seberang meja.
"Pasti kamu ngambil bolu di sana kan?"selidik mama. Mama sudah paham.
Aku tak menjawab, tanpa dijawabpin mama sudah tahu yang sebenarnya.
"Kamu lho, Nay. Kebiasaan banget. Terus tadi kata tante Desi, ada Leana di rumahnya, dia kayak yang senang gitu. Kamu bakal kesalip kalau kek gini tingkahmu."
Terlihat sekali mama merasa aku mendapatkan saingan yang berat.
"Mama kenapa sih, kayak yang nggak suka sama Leana, dia baik banget lho sama aku, wajarlah kalau dia cocoknya sama Ares."
Aku menjawab sejujurnya soalnya saat melihat Ares dan Leana, pasti mereka akan menjadi pasangan serasi saat di pelaminan, sangat berbeda kalau aku yang bersanding dengan Ares. Bisa malu tujuh keturunan si Ares. Aku mebgedik ngeri.
"Bukan nggak suka, hanya saja-," Mama tak melanjutkan kata-katanya ia sekarang terluhat menerawang, raur sedih terpancar dari wajahnya yang biasa ceria.
"Udah, Ma. Nggak usah dipikirin toh kalau jodoh pasti aku akan menikah, kan siapa tahu jodohku Jung Kook atau Minhyuk deh yang seumuran." Aku tertawa renyah saat mama menatapku pasrah.
Mama menghilang dari pandanganku entah ke mana, sementara aku sibuk bermain PUBG yang kadang menjadi hiburanku saat aku mulai suntuk dengan dunia yang kejam ini.
"Nay, emak lo ke mana?" tanya Nadine tiba-tiba muncul mengagetkanku.
"Entah menghilang gitu aja, paling ke warung si Nyun di depan," jawabku tanpa mengalihkan pandanganku dari layar ponsel.
Nadine berdecak heran, aku tahu apa yang sedang dipikirkannya. Pasti tak jauh-jauh dari penilaiannua terhadapku yang absurd ini.
"Nay, anak gue udah dua lho!" Nadine duduk di tepat di dekat kepalaku.
"Terus?"
"Yaudah buruan sana minta nikahin sama Ares," sewotnya. Aku yang mendengar itu terdiam sejenak.
"Dikata nawar kacang rebus kali ya?" Aku mencebik tak suka.
Kadang mulutnya Nadine ini sebelas dua belas tiga belas sama Ares dan Alvano.
"Gue nggak mau ngerusak kebahagiaan Ares setelah kedatangan Leana."
"Leana nggak sesempurna yang kita kira, Nay."
Perempuan blasteran itu beranjak dari posisinya dan menghilang entah ke mana. Akhir-akhir ini manusia di bumi sedang dihantui oleh fenomena, menghilang tanpa ada penjelasan atau penjelasan.
****
Seperti biasa kalian akan selalu menemukan typo, mohon dimaafkeun 💕💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Miracle In 29th
ChickLitAku perempuan dua puluh sembilan tahun yang memiliki impian tapi hobi rebahan. Perempuan dengan segala kelemahannya dan berusaha untuk bangkit dari segala macam kegagalan yang pernah ia alami. -Nay-