29

313 27 0
                                    

Setelah kepergian mas Orion mengejar mbak Savana, aku bergabung dengan Sassy yang masih setia berada di sebelah eyang, sementara Pandu sudah sibuk dengan ponselnya. Mama dan kedua tanteku asik ngobrol masalah keagamaan.

"Nay, kenapa tadi?" tanya mama tiba-tiba.

"Panjang kalau mau aku ceritain, Ma," jawabmu sekenanya.

Eyang menarik tanganku, dielusnya dengan lembut jemari tanganku, ditatapnya wajahku yang mungkin menurutnya begitu manis dan lucu.

"Nay, nanti kalau mau nikah sama orang yang benar-benar sayang dan cinta sama kamu ya," ucapnya pelan, dan aku bisa mendengar dengan jelas. Aku mengangguk menanggapi ucapan eyang.

"Ada tuh, Yang. Cowok tetangganya tapi sayang hubungan mereka nggak jelas," sindir Sassy yang sepertinya sangat tertarik untuk membahas kisah percintaanku.

"Mulut kadang nggak bisa banget dikontrol, ya." Aku terpaksa melempar Sassy dengan bantal.

"Eh, seriusan lho, Yang. Udah dua puluh sembilan tahun masih sendiri aja, heran deh," lanjut Sassy seakan mulutnya tidak pernah ikut pelajaran budi pekerti.

"Emang ya lo-." Belum sempat aku melanjutkan kata-kataku, eyang sudah memotongnya sambil tersenyum lembut.

"Nggak apa-apa telat nikah dari yang lain, yang penting rumah tangga kedepannya harmonis, jodoh orang kan semuanya Gusti Allah yang ngatur, jadi biarkan Allah melaksanakan tugasnya," tita eyang yang seperti angin dari surga. Menyejukkan dan menenangkan sekali, seandainya kedua tanteku berpikiran seperti eyang mungkin aku tidak akan tertekan seperti selama ini.

"Noh, dengeri tu kata eyang," ucapku puas seolah ada pendukung.

"Yaudah, aku ke kamar dulu mau beres-beres kamar."

Aku langsung melenggang pergi meninggalkan perkumpulan para wanita yang suaminya pada jauh-jauh.

Aku membuka kardus-kardus dan mulai menyusun isinya, banyak foto-foto dan juga buku-buku di dalamnya. Mataku terpaut pada kardus berwarna merah tidak terlalu besar yang aku lupa isinya apa. Langsung kuraih kardus itu lalu membuka.

Sebuah amplop berwarna biru terletak di bagian paling atas. Aku bingung, seingatku aku tak memasukan amplop apapun di dalam kardus.

Setelah berpikir sejenak, aku langsung membukanya dan mendapati sebuah kalung yang dihias dengan mainan seperti bunga yang menempel pada liontin beewarna biru yang sangat simple. Di dalam amplop ini juga ada secarik kertas, dengan tulisan yang tak begitu rapi.

Happy B'day Nay
Sorry telat 
Semoga lo suka

Aku suka dengan bentuk mainan kalungnya yang menurutku sangat indah. Dan itu dari Ares, orang yang berhasil membuatku bahagia dan terluka dalam waktu yang bersamaan.

Jarang sekali Ares membelikanku barang mahal seperti ini, bahkan mungkin ini baru pertama kalinya ia memberiku kado ulang tahun yang mahal.

Saat ulang tahunku ke tujuh belas, ia sengaja mengajakku ke Bogor bersama teman-teman yang lain, aku kira ia akan menyatakan perasaannya di taman yang dihiasi lampu-lampu, ternyata ia mengajakku ke kolam. Lalu dengan tega ia melemparku ke sana. Setelah itu ia tertawa terbahak.

"Orang yang ulang tahun sudah wajib menderita," katanya sambil mentertawakanku.

Oh iya, satu lagi waktu kami kuliah dulu aku diajaknya mendaki ke gunung Andong, padahal aku sudah menolak dengan segala cara, tapi semua sia-sia. Ares dengan segala kemampuannya berhasil mengajakku. Baru di pos pertama aku sudah engap, apalagi sampai ke puncaknya.

Miracle In 29thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang