32

595 25 1
                                    

Otakku masih belum bisa mencerna dengan baik omongan Ares. Mulutku terasa membeku, jantungku seakan berhenti berdetak semuanya terasa tiba-tiba. Dan sekarang cincin yang menurutku cantik ini sudah tersemat di jari manisku.

"Napas, Nay." Ares menjentikan jarinya di depan wajahku. Seketika aku seperti tersihir dan baru sadar.

"Res."

"Hmm?"

"Cubit gue dong, Res."

"Auuh!" Ares mencubit pipiku dengan kencang, kupukul lengannya.

"Bar-bar banget sih lo, Nay," keluh Ares. Mengelus lengannya.

"Lagian lo nyubitnya kenceng banget lho, Res." Aku tak mau kalah.

"Nyalahin orang, dia juga yang nyuruh," katanya santai.

Aku tersenyum menatap cincin di jariku, betapa bahagianya hatiku saat ini. Seperti malaikat sudah membantuku mengamini semua doa-doa yang terucap dengan jelas maupun di dalam hati.

"Res, lo yakin? Nggak mau berubah lagi?" tanyaku mencoba untuk menyakinkan Ares sekali lagi.

"Gue sadar, lo banyak kurangnya dari lebihnya, lo banyak nyebelinnya daripada baiknya, tapi saat gue jauh dari lo hidup gue kayak hampa, Nay. Gue sadar juga kalau kelakuan gue selama ini sudah keterlaluan banget sama lo, itu semua gue lakukan karena gue nggak mau jauhan dari lo, Nay. Maafin semua ucapan-ucapan dan sikap kasar gue selama ini, Nay."

Aku hanya mengangguk, lalu tanpa aku sadari kami sudah sampai di kediaman om Rayhan.

"Turun, yuk. Kita beri tahu mama sama papa," katanya mengajakku turun.

Kali ini Ares membawa koperku, dan aku langsung berjalan masuk ke rumah. Rasanya berbeda hari ini jantjngku masih berdetak sangat cepat, aku takut kalau jantungku bisa melompat dan orang-orang bisa melihat detakannya.

"Nayaa," teriak tante Desi dari dapur. Ia merentangkan tangannya. Aku langsung berhamburan masuk ke dalam pelukannya.

"Ya Allah, Nay, tante tuh kangen banget sama kamu." Tante Desi menekuk wajahnya.

"Ih, Tante, jangan sedih lagi dong, kan aku udah di sini." Aku masih nyaman berada di pelukannya.

"Abisnya tante sedih, kabarnya kamu dilamar orang, tante takut ini terakhir tante bisa peluk-peluk kamu begini, Nay." Aku terkekeh pelan menoleh sejenak ke arah Ares yang tersenyum melihat interaksi aku dan tante Desi.

Ares memberi kode kalau tante Desi belum tahu tentang hububganku dengan Ares saat ini.

"Kasihan Naya lho, Ma. Dipeluk gitu entar nggak napas anak orang," kata om Rayhan tiba-tiba.

Tante Desi langsung melepaskan pelukannya, aku merentangkan tanganku ke arah om Rayhan supaya ia juga memelukku. Tetapi, ia menolaknya, "Nikah sama anak om, baru boleh peluk," katanya singkat seolah protes mengapa aku menerima lamaran orang lain.

"Enak banget sih, jadi mama. Bisa meluk-meluk anak orang," sindir Ares yang bangkit dari duduknya.

"Udah sana kamu mandi, mama kemusuhan sama kamu, Res." Tabte Desi seperti mau menangis.

Setelah lama mengobrol aku belum memberi tahu tentang cincin yang aku pakai sekarang siapa yang memberinya.

Langit sudah lama menggelap, aku membantu tante Desi menyiapkan makanan untuk makan malam. Makanan sudah siap, tante Desi menyuruhku memanggil Ares di kamarnya dan bergabung di meja makan.

"Ares, bangun!" teriakku begitu melihat Ares tertidur. Bukan Ares kalau langsung bangun. Aku menarik-narik tangannya sampai ia terbangun.

"Lo tuh, ya susah banget dibanguninnya," kesalku.

Miracle In 29thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang