24

315 26 3
                                    

Seperti yang sudah aku bilang, hari ini aku bersiap berangkat ke kota Surabaya yang ada di Jawa Timur. Entah apa yang aku pikirkan saat memilih formasi di daerah itu. Setelah menyiapkan tas ransel besar berisi pakaian perlengkapan tes. Aku berangkat menuju bandara.

Tadi, di depan rumah aku sempat berpapasan dengan tante Desi. Aku hanya tersenyum sekilas, kemudian berlalu begitu saja. Sungguh berdosa sekali diriku ini.

Mas Orion
Semangatt, Nay.
Safe flight

Membaca pesan yang baru saja dikirim mas Orion membuatku semangat, ternyata masih banyak yang peduli dengan keberadaanku.

Mengingat drama panjang sebelum berangkat, mama yang pengin sekali ikut menemaniku tes harus menahan diri untuk tak ikut. Karena aku yang tak mau ditemani, bagiku kalau mama ikut aku tak mau melihat kekecewaan mama jika nilaiku tidak sesuai ekspektasi kami.

Rencananya di Surabaya nanti aku akan menginap di rumah temanku saat kuliah dulu. Kebenaran aku mendapat jadwal hari selasa besok dan sesi terakhir di hari itu. Demi kelancaran tak lupa aku selalu berdoa supaya Tuhan selalu melindungiku. 

Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih dua jam ini, tak terasa karena pemandangan yang begitu indah. Langit yang membiru bersatu padu dengan warna laut yang senada. Sungguh Indah sekali Indonesiaku ini.

Pesawat sudah landing, butuh sedikit waktu untuk kami bisa keluar pesawat. Aku sudah mengabari temanku Dini untuk menjemputku di bandara ketika aku sudah sampai.

Setelah aku keluar dari pintu kedatangan, aku melihat Dini melambai cerita menyambut kedatanganku karena memang sudah lama sekali kami tidak bertemu. Aku langsung mendekatinya dan memeluknya seperti saat kami masih kuliah dulu.

"How was your flight"

"Amazing, gilak nggak kalah sama pas Jogja-Bali, Din." Aku benar-benar terpesona dengan keindahan Alam yang disuguhkan Tuhan dari atas Pesawat.

"Indonesia nggak pernah ada habisnya kalau masalah keindahan Alamnya," kata Dini bangga.

"Sama satu lagi, Din."

"Koruptornya, kan?"

Aku dan Dini tertawa kompak membuat kami sesaat menjadi pusat perhatian. Ya, begitulah adanya. Koruptor itu saat mengambil uang rakyat tak pernah ada rasa takutnya. Giliran sudah tertangkap mereka bilang itu ujian dari Tuhan. Semoga, Tuhan yang Maha Adil segera menghukum para Koruptor dengan jalannya.

Mendadak aku bergidik ngeri ketika mengatakan doa yang seperti itu di dalam hati.

Kami sudah tiba di sebuah rumah yang sederhana, Dini sudah menikah dan suaminya orang asli daerah sini. Kebetulah suaminya kerja di luar kota jadi jarang berada di rumah.

"Seperti yang udah gue bilang, rumah gue nggak besar, jadi harap maklum." Perempuan berhijab itu, membuka pintu rumahnya.

"Gue udah bersyukur banget, lo mau nampung gue nginap di sini, Din."

Aku mengekori Dini masuk ke dalam rumahnya. Tidak begitu banyak barang di rumah ini, tapi semuanya tertata rapi seperti Dini.

"Yaudah lo istirahat dulu, gue mau pergi bentar." Ia langsung ngeloyor meninggalkanku sendiri di rumahnya.

Sambil menunggu kedatangan Dini, aku langsung menghubungi mama yang mungkin sekarang sedang khawatir menanyakan keadaanku, karena ini pertama kalinya aku berkunjung ke Surabaya.

Aku mengabari mama kalau aku sudah selamat sampai rumah Dini, mendengar helaan napas lega aku tersenyum singkat. Mama selalu begitu ketika jauh rasa khawatirnya akan meningkat. Sebenarnya aku juga sangat khawatir meninggalkan mama sendirian di rumah, tapi tadi tante Nisa bilang ia yang akan menemani mama selama aku tidak ada di rumah.

Miracle In 29thTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang