Bagian 24

29.1K 1.6K 76
                                    

"Udah Sil, mungkin mami Bagus belum bisa nerima kamu." Billa mengusap punggung sahabatnya yang kini sedang menangis di pelukannya.

"Tapi apa harus ngatain dan ngerendahin aku kayak begitu? Sakit Bill, Hiks.."

"Suut, Bagus pasti bisa membujuk orang tuannya buat nerima kamu. Kamu juga harus berusaha buat cari perhatian maminya Bagus biar suka sama kamu, tunjukin kalo kamu juga pantas menjadi menantunya bukan Cuma Aca."

Silfi semakin mengeratkan pelukannya pada Billa. "Makasih ya Bill, lo udah ada buat gue di keadaan yang seperti ini."

"Sama-sama Sil, gue juga seneng kita kaya gini. Gue juga berharap Aca bisa balik lagi sama kita, dan nerima kenyataan kalau Bagus udah gak cinta lagi sama dia." Silfi diam, ia tak merespon.

Sejujurnya tak ada dendam pribadi antara Silfi dan Aca, Silfi menerima Bagus murni karena Silfi juga nyaman setelah ia di jadikan tempat curhat lelaki itu. Awalnya Silfi juga khawatir hal seperti ini terjadi, tapi karena Bagus yang meyakinkan Silfi mengiyakan. Dan Silfi sampai rela memutuskan Rafa.

Oke, perlakuan Rafa padanya juga baik. Rafa menyayanginya dan ia juga menyayangi Rafa, tapi lambat laun hubungannya terasa hambar dan Silfi terasa nyaman dengan Bagus. Silfi pikir saat ia memutuskan Rafa secara baik-baik tidak akan menimbulkan masalah lain, tapi ternyata Rafa menjadi berandalan dan malah berpihak pada Aca dan sempat-sempatnya ikut mempermalukan dirinya saat di kantin waktu itu.

"Apa gue salah Bill?"

Billa melepas pelukannya, menepuk pundak sahabatnya dua kali kemudian gadis itu menghela nafas. Jujur ia bingung, terlihat dari sisi manapun Silfi salah. Tapi terlepas dari pada itu, Bagus sendiri yang meminta Silfi menjadi kekasihnya dengan alasan ia sudah tak nyaman dengan sikap Aca. tapi, ah.. Billa pusing, ia tak dapat memihak siapapun. Yang ia inginkan adalah semuanya kembali seperti sedia kala.

"Bill, lo pasti bakalan bilang kalo gue yang salah."

"Udah Sil, gak ada yang salah. Semuanya berjalan karena takdir Tuhan, mungkin ini udah jalannya."

"Tapi-"

"Gue gak bisa berpihak sama siapapun, lo atau Aca. yang gue mau semuanya kembali."

"Bill."

"Gimana kalo lo mulai deketin Aca lagi, gue yakin Aca juga udah mulai lupa sama masalah itu. Gue liat juga dia udah nyaman sama Bima."

Silfi terdiam, mendekati Aca kembali? Hei Silfi sedang memiliki kekhawatiran pada Aca karna Bagus menyebutkan nama Aca saat sakit, dan Silfi harus menjauhkan keduanya bukan mendekatkannya."

"Lo maukan kita kayak dulu lagi?" Silfi melirik Billa yang menatapnya dengan tatapan berharap, dan Silfi kemudian mengangguk kaku.

"Oke, gimana kalau kita jengukAca ke rumah sakit?" dan Silfi tak merespon, tapi sayangnya Billa menganggap diamnya silfi itu adalah iya.

"Besok, pulang sekolah ya."

*****

Bagus berjalan cepat di lorong rumah sakit dengan mata memerah dan penampilan yang kacau, pikirannya sedang kacau benar-benar kacau. Setelah berjam-jam Bagus merenungkan apa yang sudah ia perbuat akhirnya langkah kakinya membawanya berlari di lorong rumah sakit ini, apa yang ia lakukan benar-benar di luar kendalinya. Bagus tak habis pikir pada dirinya sendiri, kenapa bisa ia melukai adiknya sendiri seperti itu. Ah benar-benar!

Sebenarnya, saat pertandingan futsal saat itu pun Bagus tak sengaja membuat Bima jatuh. Tapi karna emosi dan gengsi akhirnya Bagus memilih pergi begitu saja meninggalkan Bima yang meraung kesakitan.Bagaimanapun Bima adalah adiknya, adik satu-satunya yang amat ia sayangi. Tapi entahlah kenapa dirinya jadi seperti ini, demi apapun Bagus tak ingin adiknya terluka. Jika sampai terjadi apa-apa pada Bima, Bagus tak akan memaafkan dirinya sendiri.

Langkah Bagus memelan saat ia melihat kedua orang tuanya tengah berdiri di depan pintu ruang inap sambil berbicara serius dengan seorang dokter, hingga dokter itu meninggalkan kedua orang tuannya dan saat itu juga tatapannya bertemu dengan tatapan sang mami. Tapi, dengan cepat Nia memalingkan wajahnya dan memilih memasuki ruang inap putranya. Sangat terlihat jelas kekecewaan yang tergambar di mata maminya itu.

Bagus berjalan mendekati papinya dan kini keduanya saling berhadapan, Tio menatap Bagus tanpa ekspresi membuat Bagus menghela nafasnya. Ia tahu ia benar-benar keterlaluan, dan sepertinya ia akan menerima konsekuensi besar dari orang tuanya.

"Pi, gimana keadaan Bima?"

"Bima baik-baik aja."

Bagus menghela nafas, "Syukur lah, pi. Bagus minta maaf."

"Bukan sama papi, tapi sama Bima. Gara-gara kejadian ini, adik kamu batal ikut pertandingan silat lusa."

Bagus menunduk, ya Bagus tahu betul betapa Bima sangat mencintai hobinya itu. Dan seketika penyesalannya bertambah berkali-kali lipat, andai ia tak tersulut emosi dan melukai adiknya.

Pintu terbuka, Nia keluar dari ruangan dan lagi tatapan Bagus kembali bertemu dengan tatapan mata Nia.

"Pi, tolong jagain Bima dulu. Mami mau ke kafetaria, Bima mau minum katanya."

"Biar papi aja, mami yang jaga Bima."

"Tapi Bima mau ketemu sama papi, dan Bima bilang dia gak mau ketemu dulu sama abangnya." Dan hati Bagus terasa tercubit mendengar penuturan maminya.

Dan Nia memilih segera melenggang pergi meninggalkan kedua lelaki yang masih mematung di tempatnya, hingga Tio pun memilih memasuki ruangan Bima dan meninggalkan Bagus sendirian. Bagus menatap nanar pintu kamar yang tertutup.

Dia benar-benar menyesal, Bagus memilih berjalan menyusuri lorong rumah sakit. Mengikuti langkah kakinya yang entah akan membawa ia kemana, hingga langkah kakinya memilih menaiki tangga menuju rooftop rumah sakit.

Bagus berdiri, menumpukan kedua tangannya pada tembok pembatas yang memang hampir sedadanya. Menatap keramaian jalan juga rumah sakit yang ia lihat, menghembuskan nafasnya secara kasar. Ucapan Bima terngiang di kepalanya, memberi kesempatan untuknya kembali bersama Aca dan memutuskan Silfi.

Bagus bingung dan bimbang, entah apa yang ia rasakan. Bagus mencintai Silfi tapi terkadang ia masih mengingat Aca, terkadang pula Bagus merindukan sikap manja Aca yang jelas berbeda dengan sikap Silfi. Tapi Bagus lelah jika harus ia yang memahami situasi dalam hubungan tanpa di pahami.

Bagus membalikan tubuhnya, mendudukan tubuhnya dan menyandarkan punggungnya pada tembok pembatas. Mengacak rambutnya brutal, semuanya benar-benar menjadi rumit.

"Argh!"

Harusnya tidak begini, hubungannya sudah kandas dengan Aca dan ia memulai dengan Silfi. Tapi.. tapi terkadang bayangan Aca susah hilang. Hei! Bagaimanapun hubungannya dengan Aca tidaklah sebentar.

Dan dengan pikiran runyam, Bagus memilih pulang untuk mengistirahatkan tubuhnya. Ia belum pulih total, juga Bima yang tak ingin bertemu dengannya. Mungkin besok Bagus bisa bertemu dengan Bima dan meminta maaf padanya.

__________________________________________

Jangan lupa vote dan komentar yaaaa!!!

Betrayal of Love [LENGKAP☑️]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang