Hari Kedua Kelas 9 DiAlbert Einstein
Gue ngerasa seneng banget. Mereka adalah orang-orang yang bisa bikin gue ngerasa tertantang buat giat belajar. Anak-anaknya luar biasa giat.
Mereka nularin virus rajin kegue. Dan gue dengan tangan terbuka dan dengan lapang dada bersedia nerima itu semua.
Hari Ketiga Kelas 9 DiAlbert Einstein
Seperti kemaren gue nggak nyesal masuk kelas ini.
Perlahan-lahan gue merasa diri gue jadi lebih baik. Gue mulai kalem dan mereka lebih kalem.
Kelas idaman.Lo tahu? Dulu pelajaran Matematika adalah pelajaran yang paling gue benci.
Namun dikelas ini hanya dalam waktu tiga hari Matematika berhasil nyentuh hati gue.Hari Keempat Kelas 9 DiAlbert Einstein
Ada diskusi kelompok hari ini. Tapi rasanya mereka diskusi seakan menggunakan gebrakan meja atau sorak-sorakan.
Gue udah ngerasa kelas ini mulai ramai. Mereka mulai ribut bahkan ketawa keras sampai ditegur guru piket. Berhubung kelas kami disebelah meja piket maka itu sangat mengganggu.
Sering banget para guru ngetok kaca kelas supaya anak-anak diam.
Hari Kelima Kelas 9 DiAlbert Einstein
Perasaan gue aja atau gimana?
Mereka semua kelihatan beda dari 5 hari ini.
Sikap mereka keliatan begitu agresif.Karena hari ini gue ngelihat sendiri pintu kelas gue patah karena anak-anak cowok.
Gue PositiveThingking. Mereka ga sengaja nabrak atau nyenggol pintu(?)
~Benjamin~
Akhirnya setelah hari kelima. Dan dilanjutkan dihari berikut-berikutnya, gue mulai nyadar satu hal. Kelas ini perlahan-lahan mulai tak aman untuk gue. Anak-anaknya perlahan ngeluarin taring tersembunyi mereka.
Gue yang duduk dibelakang dengan Ipit hanya bisa diam. Melihat mereka yang mulai menggila pada saat Jamkos.
Gue noleh kedepan, ada Adam, Wahyu, Haris, Rehan, Kevin serta Tio yang lagi main bola.
Sumpah ya!
Ini kelas nggak gede gede amat. Apalagi buat main bola.
Dan saat itu gue merunduk karena hampir terkena tendangan bola mereka. Bukannya minta maaf, mereka malah ketawa kayak Zombie Train To Busan.Gue noleh kekiri. Ada Dena sama Erik yang lagi ngomong diem-diem. Tapi ketawanya lebar dan tak berbunyi.
Gue noleh kekanan. Namun langsung nunduk saat ngelihat Nia, Nanab, Salsa, dan Nasha yang lagi makai bedak beras, maksudnya bahas tata cara memakai bedak beras.
Dan ditengah-tengah, anak-anak cewek dan beberapa cowok mulai ngumpul. Mereka main ToD dengan bahagia. Tertawa lalu mukul-mukul meja karena ngakak. Walau gue nggak tahu apa yang lucunya.
Perlahan-lahan gue ngerasa nggak nyaman lagi. Gue nelungkupin kepala diantara lipatan tangan gue. Gue nggak tahan ngelihat mereka yang udah gila.
Gue ngerasa kek dikelilingi kentut kecil tapi bisa ngalahin bom nuklir. Rasanya Sesak.Dalam lima hari di kelas Einstein penyesalan gue mulai tumbuh.
Kelas atau isinya benar-benar diluar dugaan gue.
KAMU SEDANG MEMBACA
dead brain
Genç KurguSemua beranggapan kelas gue adalah perwujudan Albert Einstein. Pintar, berpendidikan, teladan, dan berbahagia. Tapi sayangnya anggapan mereka nggak benar walau satu pun. Menurut gue dengan ciri-ciri IQ jongkok, bar-bar dan bermasalah, sebenarnya kel...