The playground stay get rusty and your heartbeat another chance thousand times before I got a chance to say.
I miss you.---
3 tahun yang lalu.
-Dalam setiap bunyi langkah yang tercipta dari kaki berbalut boots hitam keluaran Channel itu kegugupan sekaligus rasa antusias melebur jadi satu. Pada pribadi cantik berbalut setelan hitam dari atas kepala yang tertutup topi hingga ujung kaki, masker menutupi wajah dengan warna serupa juga tak pernah tertinggal darinya.
Tertutup.
Sebenarnya Jennie enggan. Awalnya.
Teringat kembali waktu pre-debut empat tahun lalu, saat langkahnya menitih setiap pertokoan di Hongdae pada langkah itu juga berpasang-pasangan mata penduduk lokal menyorotnya. Padahal waktu itu agensi baru memajang profile traine, namun cukup banyak orang mengenal.
Yang mau tak mau, Jennie harus menutup identitas tiap keluar ke tempat ramai. Apalagi setelah debutnya bisa dikatakan sukses.
Contohnya sekarang, saat ini, ia baru saja mendarat di Korea setelah terbang hampir enam jam dari Thailand. Mengarahkan taksi untuk membawanya pada keramaian millenial Gangnam.
Kalau ditanya apa tidak lelah? Tentu saja Jennie lelah, sumpah demi gigi kelinci Jungkook, Jennie masih sangat mencintai kasur serta bantal tidurnya, namun jika mengingat lagi jadwalnya yang keterlaluan padat, Jennie tak yakin ia bisa berjalan bebas dinegaranya jika bukan sekarang.
Maka dari itu, disinilah ia, setelah hampir pusing berbelok sampai lima kali, Jennie berhasil mendaratkan kaki pada salah satu bangunan kafe bergaya klasik, tidak terlalu besar, namun punya dua lantai, juga tempat yang nyaman.
Jennie menghela nafas, entah karena lelah atau menandakan sesuatu yang maknanya cuma diketahui olehnya, mendorong pintu kaca dengan pelan, lonceng yang berbunyi itu mengundang perhatian beberapa pengunjung serta dua barista dibelakang meja bar.
Di bibir yang terhalang kain tipis itu Jennie mengangkat lengkungan kecil, berusaha terlihat ramah walau tak terlihat.
Jennie menempati diri di sudut ruang. Bukan karena kaca besar yang mampu memperlihatkan pemandangan luar, namun justru karena pada titik ini Jennie bisa melihat seluruh kafe.
Healing.
Mereka menyebutnya begitu, aroma kopi, musik klasik, senyap tentram. Beginilah cara Ruby Jane menyembuhkan diri, memandangi jalanan ramai atau barista yang sibuk dengan pesanan disana.
Dan yah, lagi lagi Jennie cuma duduk. Ia jarang memesan, hampir belum pernah dan sepertinya mereka tidak masalah jika ada orang cuma menumpang duduk. Bukan karena irit uang atau alasan lain, Jennie hanya tak ingin mengeluarkan suara pada siapapun, karena suaranya cukup khas untuk bisa dikenali orang-orang, kemungkinan hadirnya akan disadari, dan itu merepotkan.
Terlebih lagi Jennie memang tak ingin hadirnya disadari. Sama sekali.
Jennie mengarahkan mata pada barista disana, ia menghela nafas, kemudian iris coklat berpendar teduh itu beralih pada pohon sakura diluar.
Biasanya Jennie bisa bertahan duduk hingga dua sampai tiga jam disini, tetapi mungkin hari ini tidak, ia tau itu setelah ponsel ditas kecilnya dirasa bergetar. Panggilan dari perusuh.
'Kau sudah pulang?'
Jennie menghela nafas lagi. Entah sudah berapa kali. "Hm."
'Bisa tidak, berhenti pergi tanpa bilang, dan berhenti mengirim kopermu kerumahku.' Diseberang Jungkook tidak bisa tidak berdecak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me After Him✅
Fanfiction"Kisah ini, bukan lagi tentang Jennie si gadis pendiam yang ingin ditaklukan. Kisah ini hanya tentang bagaimana Jennie hidup setelah Kim Taehyung ada di hidupnya." Wajah cantik berpoles make up tipis itu mendongak. "It's all about Me after Him." ...