I missed your tanned skin, your sweet smile. And when you held me in your arms that September night, the first time you ever saw me cry.
———
Tidak sibuk?
Kalau saja dua jam yang lalu Jennie menjawab pertanyaan singkat itu dengan kata 'aku sibuk' ia tidak akan bersanding canggung bersama bunga-bunga sakura yang gugur, menyusuri jalanan pinggiran kota Seoul sembari membawa kemelut di dada yang belum reda.
Namun sayang, teman-temannya melepas ia pergi. Mendukung kala pria berjas hitam tadi meminta ijin untuk membawanya sebentar.
"Mau bicara apa?" Jennie mendahului, kakinya berhenti melangkah. Bernaung dibawah pohon sakura rindang.
Dan tak lepas dari mata bagaimana gerakan halus Taehyung ketika pria itu berbalik, menghadapnya. Netranya berbicara banyak kata, namun bibir besi lelaki itu tak kunjung terbuka.
Jennie cukup paham ia tak akan mendapat jawaban setidaknya hingga lima menit kedepan, maka dari itu ia melanjutkan. "Atau kau cuma mau buat aku senang? Dengan mengajakku jalan bersama."
Masih.
"Setelah yang kau katakan kemarin." Jennie mengulas lengkungan tipis. Yakin bahwa senyum tipisnya tak terlihat wanita cantik itu menurunkan masker hitamnya. "Aku memang sedikit sedih, ku apresiasi niat baikmu."
Dan Taehyung tetap disana. Berdiri penuh pesona dengan dua tangan dijejalkan kedalam kantong celana tanpa satu patah kata.
Lalu Jennie harus apa? Kalau boleh jujur, ia suka. Melihat Taehyung dengan dua bola matanya sendiri berdiri gagah tanpa kekurangan merupakan suatu pemandangan yang indah untuk Jennie, kendati hal itu tak baik untuk keadaan hatinya saat ini.
Jennie mengangguk kepala sekali. Ia menyelipkan rambut kebelakang telinga bersamaan dengan angin musim panas menyapa. "Kalau tidak ada lagi, aku akan kembali."
"Disini saja."
Juni itu sanubari menghangat. Suara berat yang Jennie sukai sejak lama itu terdengar membelai rungu. Menjadi kalimat singkat pertama yang diucapkan selama dua jam terakhir. Sebuah permintaan atau mungkin perintah untuk tetap tinggal.
"Teman-temanku menunggu," Jennie sedikit menunduk sebelum melarikan pandangan ke arah lapang. "Belakangan kami sulit berkumpul, jadi aku tidak bisa menyia-nyiakan waktu."
"Aku ingin mendengarnya," dan Taehyung menjawab lagi setelahnya.
"Apa?"
"Semuanya," ujar Taehyung tenang, bahkan kini melangkah mendekat. "Aku sudah beritahu semuanya. Sekarang giliranmu. Agar tidak timpal satu sisi, dua dari kita harus saling terbuka."
Demi apapun Jennie tak menyangka, ia tidak pernah menduga, tentu batinnya pernah mengira namun tak kuasa berharap agar jadi nyata. Jennie memandang jemarinya sendiri dimana ada sebuah tangan besar melingkupi. Taehyung menggenggam tangannya. Hangat. Menuntun lembut agar langkah kakinya berderap kaku.
Jennie berdebar lagi.
"Alasan kau menyembunyikan sakit, alasan kau pergi tanpa bertemu denganku, kau kembali namun tak menemuiku. Dan alasan mengapa kau terlihat begitu tersakiti oleh kata-kata serta sikapku," ujar Taehyung membuat Jennie mendongak tersadar.
"Apa itu masih penting?" Jennie mengerjap. Ia ragu untuk terbuka. "Kemarin kau bilang, kita sudah selesai. Jika kujelaskan semuanya apa bisa berubah?"
"Mungkin,"
Taukah ia bahwa harapan kecil itu tumbuh lagi?
"Apa itu artinya kau mau memberiku kesempatan untuk kembali?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Me After Him✅
Fanfiction"Kisah ini, bukan lagi tentang Jennie si gadis pendiam yang ingin ditaklukan. Kisah ini hanya tentang bagaimana Jennie hidup setelah Kim Taehyung ada di hidupnya." Wajah cantik berpoles make up tipis itu mendongak. "It's all about Me after Him." ...