🐿9: Luka

882 72 4
                                    

Hari ini kondisi fisik Edel sedang tidak baik-baik saja. Banyak luka lebam yang menetap di dalam tubuhnya dikarenakan kejadian kemarin sepulang sekolah. Tapi tak ada yang mengetahui itu semua, sebab sudah ia tutupi menggunakan seragam yang rapi. Beruntung pula karena wajahnya masih bersih dari noda.

Edel berjalan memasuki koridor sekolah sembari memeluk pinggang. Luka-luka itu masih terasa perih. Jangan sampai ada yang menyentuhnya.

Ia berjalan gontai hendak memasuki kelas, tapi seorang siswi justru menarik tangannya dan mengajak ia tuk pergi ke kantin.

"Yok, ke kantin. Laper, nih ...."

Saat ia melihat ke sekitar, ya ... ada Daun di sana yang hendak menaiki tangga ke kelas XII. Bagaimana jika ia menoleh dan mendapati Edel yang masih berperilaku bodoh? Sudah pasti luka lebamnya akan bertambah banyak.

"Maaf, aku nggak bisa traktir kalian lagi," ucap Edel takut.

Kumpulan siswi yang mengajak Edel pergi itu sontak mendengus kesal. Mengapa gadis bodoh ini berubah? Bukankah kemarin ia selalu menuruti apa yang diminta?

"Kenapa?" tanya salah satu dari mereka lembut—berharap Edel akan merasa tak enak hati lagi.

Sip, pertanyaan itu berhasil membuat Edel terdiam. Apa yang harus ia jawab? Apakah harus berjujur ria?

Edel menghela napas pelan. Terus melirik ke sekitar supaya kelima siswi ini pergi sebab malas menunggu jawaban Edel.

"Aku disuruh sepupu aku buat ngomong kayak gini.
Maaf, ya ...." Gadis ini justru meminta maaf lantaran merasa bersalah.

Terlihat seperti orang yang tengah terlibat dalam masalah, beberapa dari siswa dan siswi SMA Bunga Bangsa justru mengelilingi mereka. Sibuk mencari tahu hal seru apa yang sedang terjadi.

Beberapa dari mereka yang baru saja datang pun sibuk berbisik-bisik. Ada yang menjadikannya sebagai bahan taruhan, bahkan ada pula yang sibuk menebak siapa pemenang dari perdebatan kecil ini.

Kelima manusia di hadapannya itu menggeleng sembari memutar bola mata malas, lalu salah satu dari mereka menjawab, "Emang sepupu kamu siapa? Kenapa dia urusin hidup kamu?"

"Kak Daun—anak kelas dua belas."

"Oh, dia." Tentu saja mereka semua mengenal Daun—mantan ketua eskul renang tampan yang selalu tak peduli akan kehadiran cewek-cewek di sekolah.

Beberapa dari mereka pun berpikir karena tak percaya dengan pernyataan Edel. Masa iya seorang cowok tampan yang terkenal tegas itu memiliki sepupu bodoh macam Edel. Ada pula yang merasa bahwa Edel sangatlah beruntung bisa memiliki sepupu protektif seperti Daun.

"Eh, emangnya kamu nggak mau pura-pura nurut sama dia aja, tapi kamu tetep traktir kita semua?" Segerombolan murid yang masih menyaksikan itu mengangguk setuju. Benar, Edel masih bisa bermain di belakang Daun demi kepentingan bersama.

"Nggak bisa, maaf." Edel takut akan ancaman Daun.

Berbagai jenis decakan berhasil menusuk pendengaran Edel. Pasti mereka semua kesal, tapi sekali-kali pun Edel harus memikirkan dirinya sendiri. Sudah cukup terus disiksa oleh Ariyanto selama belasan tahun. Ia ingin memiliki waktu 'tuk membiarkan luka-lukanya sembuh.

"Cepu banget, sih, lo!" teriak salah satu siswa yang kemarin sempat berteriak mengenai traktiran Edel.

"Udahlah gue jadi bakal berenti dipuji karena hemat uang jajan."

Edelweiss [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang