Sungguh ... ini adalah saran dari Ziva. Cowok itu berkonsultasi tentang keadaan hatinya walau hanya lima menit dikarenakan sang pacar tiba-tiba saja datang ke rumah. Terpaksa ... Regan yang hanya merupakan seorang sepupu harus ditinggalkan.
Entah mungkin masih belum puas memuji ketampanan Nusa, tapi yang jelas setelah dicoba untuk dihubungi puluhan kali lagi, manusia polos itu tak lagi menanggapi.
Hingga akhirnya, karena tak puas dengan saran Ziva semalam, Regan menyusul ke kelas Edel. Sebenarnya ia sendiri pun tak tahu harus melakukan dan berbicara apa. Tapi ... langkah kakinya justru membawa raganya untuk pergi.
Bersyukur pula ia pagi ini. Josh dan Doxy yang belum juga menampakkan batang hidungnya justru membuat semua rencana yang sudah ia susun berjalan dengan mulus.
Ketika ia sudah sampai di depan pintu kelas Edel, berkat kaca bening yang terapit di tengahnya, cowok itu bisa mengintip, apakah Edel benar-benar ada di dalam atau tidak.
Syukurlah ... kalau jodoh, pasti semuanya akan serupa, eh. Sebuah kepalan tangan sudah terbentuk, dan siap ia benturkan ke pintu kelas Edel.
Setelah beberapa kali mencoba 'tuk membangunkan gadis itu, Edel segera mendongak, kemudian menoleh. Loh, bagaimana bisa ada Regan di sana?
Melirik ke seisi kelas, dan ternyata masih belum juga ada siswi yang duduk di sana. Masih sepi. Baiklah ia akan mencoba untuk menghampiri manusia yang dibenci Daun.
"Ada apa?" tanya Edel dengan tatapan sayu. Bola matanya masih sibuk berolahraga—memastikan apakah Daun ada di sana atau tidak. Sebab tadi ia pergi ke sekolah diantar oleh Daun karena cowok itu bilang, ia masih mau mengawasi Edel—setidaknya selama seminggu.
Bibir Regan seketika terjahit. Tidak tahu mau berbicara apa, tapi jantungnya terus berolahraga semakin cepat. Kenapa kali ini rasanya sungguh berbeda? Sumpah ... ia tak tahu kenapa rasanya tidak sama seperti biasanya. Mungkinkah ini semua terjadi karena dirinya ingin memanfaatkan Edel agar kepercayaan Daun kembali? Tapi ... kalau boleh jujur, bukan itu niatnya sekarang. Apakah mungkin otak dan hati tidak sinkron?
"Maaf, aku nggak bisa lama-lama berdua sama kamunya." Kali ini Edel benar-benar mempraktikkan perkataan Daun. Ya ... ia harus bisa belajar untuk berkata tidak. Jika bukan untuk kebaikan dirinya sendiri, untuk siapa lagi?
Sebab terlalu lama berdua dalam diam, Edel memilih untuk kembali dan menutup pintu rapat.
Regan menghentakkan kakinya ke lantai. Astaga bagaimana bisa ia justru terdiam dan membuat gadis itu kembali masuk ke dalam?
Sibuk berpikir dengan apa yang harus dilakukan, Regan akhirnya menekan gagang pintu hingga akhirnya terbuka dan mempertemukan wajahnya dengan wajah Edel.
Edel sedikit mengernyitkan kening. Kenapa Regan kembali membuka pintu? Apakah ia melakukan kesalahan lagi sampai cowok itu mau balas dendam?
"Maaf, Regan. Aku bukan mau cuekkin kamu. Jangan marah, ya?"
Senyum tipisnya kini terulas dengan jelas hingga membuat Edel kembali dilanda kebingungan.
"Edel."
Mata Edel seketika terbelalak lebar. Tunggu sejak kapan namanya disebut dengan benar? Bukankah cowok yang berdiri di hadapannya sekarang lebih senang menggunakan panggilan khusus?
"Iya?"
"Nanti istirahat ma-mau ketemu di tribun kolam?"
"Ak-aku nggak bisa, maaf."
Kemarin sangat mudah baginya untuk menarik Edel keluar dan menyuruhnya untuk pergi ke mana-mana sesuka hati. Sekarang ... rasanya sudah seperti memaksa anak kecil untuk pergi ke dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss [Completed]✔️
Novela Juvenil-Dia yang abadi bersama air mata dan jalan menuju kematian Ini adalah kisah tentang Edel, seorang gadis yang selalu mengekspresikan senang atau sedih melalui air mata. Selama hidupnya, ia tak pernah berani berkata "Tidak". Terlalu sering menuruti s...