Dirinya tak lagi peduli dengan kondisi Ariyanto yang sedang tak jelas. Walau sempat menghentikan langkah sebentar karena bingung dengan ucapan yang melantur, ia langsung berlari ke arah kamar Edel yang terbuka.
Kedua matanya terbelalak lebar saat menyaksikan sang sepupu yang terbaring tak berdaya bersama darah yang sudah meresap.
Segera digendong bagai pengantin, kemudian membawanya masuk ke dalam mobil, dan menginjak pedal gas kencang agar semakin cepat keduanya sampai di rumah sakit.
Kondisi Edel benar-benar sudah tak bisa ditoleransi. Sudah lemas tak berdaya, bahkan hanya suara napas yang terdengar. Gadis itu masih terpejam dalam kegelapan yang mungkin saja kembali bertemu dengan sejuta mimpi menyakitkan.
Setelah akhirnya sampai di rumah sakit, Edel langsung diletakkan di atas brankar yang dibawa berlari oleh para suster dengan cepat ke dalam IGD. Daun ikut berlari mengikuti jejak para manusia berpakaian serba putih dengan topi di atasnya.
Jantung Daun terus berdebar dengan cepat, apalagi saat seorang wanita paruh baya dengan jas memasuki ruang pemeriksaan, lalu menutupnya dengan kain.
Entahlah, rasanya sudah tidak karuan jika harus menyaksikan seperti ini. Langkahnya terus bergerak maju dan mundur. Sesekali menggaruk kepalanya secara kasar karena dibuat panik dengan kondisi Edel saat ini. Untung saja tadi ia menggerakkan hati untuk mengangkat telepon. Jika sampai ia masih mengabaikan, tak akan tahu lagi bagaimana nasib Edel sekarang.
Sampai akhirnya salah seorang suster keluar dari bilik pemeriksaan. "Pasien boleh didaftarkan dulu untuk ruang rawat inap."
Daun hanya mengangguk pelan. Masih ditemani oleh keringat yang bercucuran, cowok itu segera mendaftarkan Edel ke kamar kelas VVIP. Tak peduli dengan biaya yang harus dikeluarkan, yang terpenting adalah Edel bisa dirawat penuh kenyamanan.
Entahlah, rasanya semua pikiran negatif bercampur aduk menjadi satu. Bagaimana jika Edel lumpuh? Kalau sampai Edel memiliki luka dalam, akan ia bunuh Ariyanto detik itu juga.
Tak lama, akhirnya wanita berambut keriting dan panjang keluar dari bilik. Menghela napas lembut, lalu menatap Daun yang masih dihiasi oleh raut wajah panik.
"Selamat siang, Anda keluarga pasien?"
Daun mengangguk cepat. "Saya sepupunya. Dia baik-baik aja, 'kan, Dok?"
"Dia siapa? Dia itu banyak. Pasien yang bernama Dia?" Wanita tua itu berusaha menghibur di tengah kepanikkan yang ada sembari tertawa kecil.
Daun menghela napasnya kasar. Sudah di situasi seperti ini, tapi mendapat dokter yang membuat tensinya naik begitu saja. Ia bukanlah orang yang senang diajak bercanda saat keadaan sedang serius, jadi dapat dipastikan bahwa orang yang sudah merawat Edel berhadapan dengan orang yang salah.
"Boleh Anda to the point?" Mata Daun sedikit memicing, kedua alisnya pun ikut mengikis jarak. Sudah malas menanggapi celotehan receh seperti ini. Lagi pula, apa hebatnya membuat lelucon di situasi tidak pantas seperti ini?
Wanita itu akhirnya mengangguk pelan, baru kemudian berucap, "Pasien hanya mengalami cedera kepala ringan. Pingsan adalah hal yang wajar setelah mengalami benturan."
Daun sedikit menghela napas lega. Akhirnya dokter ini bisa diajak kerja sama. Kenapa tidak seperti ini saja sedari tadi dan justru hobi membuang-buang waktu?
"Luka-lukanya sudah kami obati. Mungkin akan terjadi beberapa bekas, apalagi yang sundutan rokok di bagian perut. Biasanya pasien akan mengalami vertigo dan juga muntah-muntah setelah sadar. Jadi, sangat disarankan untuk dirawat inap sampai semuanya membaik."
![](https://img.wattpad.com/cover/213822636-288-k421322.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss [Completed]✔️
Ficção Adolescente-Dia yang abadi bersama air mata dan jalan menuju kematian Ini adalah kisah tentang Edel, seorang gadis yang selalu mengekspresikan senang atau sedih melalui air mata. Selama hidupnya, ia tak pernah berani berkata "Tidak". Terlalu sering menuruti s...