"Mungkin ... cerita dari Tante Riri udah kasih Tata jawaban soal kenapa papa berubah." Edel menatap kosong ke arah depan. Masih menikmati tetes demi tetes air mata yang meluncur walau sesekali melirik ke arah Regan yang juga terkejut.
"Semuanya emang terjadi karena Tata, tapi harusnya papa bisa kasih alesan kenapa dia ngelampiasin semuanya ke seorang anak kecil yang saat itu nggak ngerti apa-apa."
"Mama, Tata minta maaf karena udah nyusahin. Tante Riri, maaf kalau udah bikin hidup Tante jadi nggak tenang." Daun masih setia membekap sepupunya dalam pelukan. Perlahan mengusap kepala Edel sembari mengatakan bahwa semua terjadi karena takdir. Bukan karena dirinya.
Regan yang masih terdiam kaku sembari mencerna tiap kalimat yang keluar dari bibir Mari masih tak berbuat apa-apa.
"Tante minta maaf karena udah bikin hidup Tata jadi nggak bahagia." Tiara mengusap pergelangan tangan Edel lembut.
"Sebenernya ini semua cuman salah paham aja, dan nggak perlu ada maaf-maafan kayak gini. Saya cuman mau bilang sama Tante Tiara kalau Ariyanto harus dipenjara sekarang juga. Saya sangat nggak terima kalau sepupu saya terus diperlakukan secara enggak layak." Daun langsung melepaskan dekapannya dari Edel, lalu segera membantu sang gadis untuk kembali berbaring, dan menatap Tiara penuh emosi.
"Asal Tante tau, Edel terus dipukulin, dihantam, dilempar, bahkan sampe disundut pake rokok. Tante masih diem aja?" tanya Daun.
Jleb!
Ada yang menusuk jantung Tiara rasanya. Jadi ... setelah bertahun-tahun ia pergi dan berharap bahwa kehidupan sang anak akan baik-baik saja, justru menjadi bumerang? Tidak bisa dibiarkan. Ya ... benar kata Daun, mantan suaminya tak lagi boleh dibiarkan hidup dengan tenang.
"Lo ... Regan, cuman bisa diem aja setelah tau apa yang terjadi? Nggak kasian sama pacar lo yang selama ini tanpa sadar lo bikin mentalnya makin hancur?!" Entahlah, rasanya ia sangat emosi pada cowok yang terdiam bagai patung.
"Sekali lagi, gue minta maaf, ya, Del. Gue salah," ucap Regan seraya melempar tatap pada gadis yang tengah terbaring lemah tersebut.
Edel hanya mengangguk pelan, lalu kembali melempar tatap pada Tiara seolah ingin sang ibu melakukan sesuatu. Sekarang ... Tiara sudah ada di sini, bukankah nasibnya akan menjadi lebih aman jika sudah ada ibu kandung yang mungkin mau merawat anaknya sendiri.
"Nak, Mama harus pergi dan selesain semuanya sama papa kamu, sekalian bawa baju ganti kamu dari rumah." Tiara kembali menghilang dari peradaban. Astaga, sungguh ini adalah penyesalan terbesar dalam hidupnya sampai membuat keadaan hancur seperti ini. Gila ... terbuat dari apa otak Ariyanto selama ini? Tai di septic tank yang diaduk bersama tanah liat, kemudian dibentuk menjadi sebuah benda?
Daun kembali terduduk di sofa, sedangkan Mari masih terdiam kaku di samping brankar Edel bersama sang putra tunggal.
"Kalau tau apa yang udah dilakuin Ari ke kamu, Tante nggak akan tinggal diam dan biarin kamu menderita kayak gini. Sekali lagi Tante minta maaf, ya, Ta."
"Nggak apa-apa, Tante. Tata udah terbiasa." Edel mengerjap pelan seraya menyunggingkan senyum miris. Mungkin ... memang ia sudah ditakdirkan untuk hidup di dalam bayang-bayang kekerasan.
"Mama mau keluar dulu, ya." Wanita paruh baya ini tampak ingin menenangkan diri sendiri. Perasaan bersalah nyatanya masih berkeliaran dan butuh waktu untuk kembali tertidur lelap.
Regan mengangguk pelan disertai oleh Edel.
"Kenapa lo nggak cerita sama gue?"
Tepat saat Regan bertanya seperti itu, mata Daun terbelalak lebar dari jauh. Benar, manusia ini memang tidak pernah sadar dengan apa yang sudah ia perbuat sampai berani menanyakan soal Edel yang begitu tertutup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss [Completed]✔️
Novela Juvenil-Dia yang abadi bersama air mata dan jalan menuju kematian Ini adalah kisah tentang Edel, seorang gadis yang selalu mengekspresikan senang atau sedih melalui air mata. Selama hidupnya, ia tak pernah berani berkata "Tidak". Terlalu sering menuruti s...