🥟28: Bogem

653 60 8
                                    

Daun sudah tak tahan lagi untuk menahan emosi. Bagaimana bisa manusia berengsek di sampingnya ini justru menanyakan hal yang tidak penting? Apakah iya, semua ini ia lontarkan demi memenuhi kebutuhan keponya?

Regan dapat mendengar jelas helaan napas kasar Daun. Selang tak lama, kera cowok itu ditarik paksa menuju lapangan utama. Tempat yang tentunya dikelilingi oleh kelas X IPA hingga IPS.

Seperti ada angin puting beliung yang masuk ke dalam wajahnya, Regan terpaksa berjalan agar tak terjatuh. Cowok itu sebenarnya bingung dengan apa yang sedang terjadi sekarang. Yang ia tahu, Daun bukanlah tipe lelaki pengajak bertengkar. Biasanya pula hanya melakukan adu mulut.

Daun tak lagi peduli bagaimana nasibnya sebagai anak kelas XII, tapi yang jelas semua ini harus diselesaikan melalui adu fisik agar Regan tahu dan sadar jika Edel itu sangat berharga dibandingkan apa pun.

"Lo nggak usah main-main sama sepupu gue! Paham, nggak?!" Dengan kasar Daun mendorong tubuh Regan hingga tersungkur di tengah lapangan.

Cowok yang sudah menjadikan Edel sebagai pembantu pribadinya itu seketika menganga. Sungguh ... Daun benar-benar sayang kepada Edel. Wajah Daun pun sudah terlihat seperti orang yang sedang dirasuki oleh seekor macan.

"Bangun, Bangsat! Nggak usah lemah jadi cowok!" Teriakan Daun sudah menggema hingga ke dalam kelas. Beberapa murid yang masih sibuk kerja kelompok, seketika dibuat berlari keluar mengelilingi lapangan. Dengan kompak mereka semua bersorak.

Ini adalah hiburan paling seru sepanjang masa yang sangat jarang terjadi. Sebab biasanya para murid lebih memilih untuk bertengkar di luar area sekolah karena tak mau berhadapan dengan guru BK berkepala plontos di Bunga Bangsa.

Regan sedikit merasa tertantang walau ia sadar sudah melakukan kesalahan. Tapi demi mempertahankan martabatnya di depan para siswi yang bersorak, cowok itu bangkit. Terdiam kaku di depan Daun, dan semakin bingung apakah harus membalas atau tidak.

Karena masih memendam rasa kesal yang begitu dalam, sebuah bogem kini Daun lemparkan ke rahang Regan. Sebuah cipratan darah akhirnya melompat keluar dari sudut bibir Regan.

Diusaplah rahangnya sebentar, setelah akhirnya ia ikut menghantam Daun menggunakan tenaga yang tersisa. Jika tidak ikut melawan, bisa-bisa raganya melemah, lalu mungkin nyawanya belum tentu tertolong. Andai Daun terkena hantaman juga, pasti mereka akan sama-sama sangat lelah. Lalu menghentikan pertengkaran.

"Asal lo tau, ya, seumur-umur gue belom pernah ngehajar orang kayak gini, tapi kalau udah mengganggu hidup Edel, orang itu nggak akan gue bikin tenang!" Daun kembali memekik, lalu segera memeluk punggung Regan, dan sebuah sodokkan kaki kini menghantam perut lawannya. Tak lupa sebuah bogem kembali ia daratkan, bahkan Regan sampai terlempar (lagi).

"Iya, Bang. Gue paham, tapi bukan gini caranya!" Regan masih berusaha mengatur napas sembari mengusap darah yang ikut mengalir dari lubang hidungnya.

"Kalau lo emang manusia, seharusnya lo punya hati nurani. Lo pikir sepupu gue hidupnya enak di rumah kayak lo?! Pikir, Anjing!" Karena masih belum puas melihat musuhnya hanya terkapar, Daun kembali menendang tubuh Regan.

Para siswi kembali bersorak, bahkan sampai bertepuk tangan riuh. Tiba-tiba saja di tengah keseruan yang terjadi, Josh dan Doxy datang. Keduanya membelalakkan mata lebar. Sibuk menyimpulkan, apakah penyebab Regan terkapar seperti ini karena memperebutkan Edel dengan Daun?

"Lagian si Regan udah tau kalau Edel pacarnya Daun, masih aja dia gebet," seru Doxy yang berhasil membuat beberapa murid menoleh ke arahnya. Ya ... mereka jadi bingung, di mana sebenarnya letak permasalahan utama? Apakah memperebutkan cinta atau karena ada hal penting lainnya yang sampai tak bisa dimaafkan?

Edelweiss [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang