🍼51: Boleh?

611 53 4
                                    

Perlahan  kelopak mata yang semula terus memeluk erat satu sama lain akhirnya rela 'tuk berpisah.

Sedikit menggerakkan sang bola mata dan meneliti ruangan bercat putih dan juga sebuah televisi yang menghadap ke arahnya. Melirik ke arah sofa, dan akhirnya ia menemukan sosok yang dituju. Baru kemudian menatap ke arah selang infus yang bahagia sedang berpacaran dengan telapak tangan kiri sampai tak mau melepaskan satu sama lain.

Kirain aku udah meninggal, batin Edel tampak berbicara seraya memegangi kepala yang terasa sakit.

Sedikit mengembuskan napas lega saat mendapati Daun yang masih sibuk bermain ponsel. Itu artinya hubungan ia dan Daun sudah membaik. Walau tak jadi meninggal, tapi ia sangat bersyukur akan hal ini.

Air mata yang sepertinya sudah diproduksi lagi kini kembali menjalar dan berseluncur di atas wajah. Kedua sudut bibirnya pun ikut mengembang. Tapi ... apakah Ariyanto mengetahui hal ini dan mungkinkah rasa peduli kian muncul dan diselimuti oleh ratusan perasaan bersalah?

"Ka-k D-daun, aku minta maaf, dan makasih karena masih peduli sama orang nyusahin kayak aku." Edel memejamkan mata sebentar sembari menghela napas lembut. Air mata yang mengalir pun semakin deras.

Daun yang awalnya sedang sibuk bermain game dibuat terkejut dengan suara yang baru saja menelusupi telinganya. Cowok itu langsung bangkit dan berjalan menghampiri Edel yang masih terkapar lemah.

Rasanya seperti ada yang mengocok isi perut gadis itu dari dalam. Perlahan semakin naik dan berhenti di ujung tenggorokan.

"Kak, aku boleh minta plastik, nggak? Mau muntah," ucapnya lemas.

Dengan cepat Daun langsung mengambil kantong plastik hitam bekas bungkusan ia membeli makanan yang terletak di atas meja, lalu segera diberikannya pada Edel.

Setelah diambilnya benda pemberian Daun, seluruh isi perutnya terasa keluar. Tapi bukan benda padat, melainkan sebuah cairan encer.

Sekelilingnya terasa berputar sekarang. Entahlah penyakit apa yang merasuki tubuh gadis itu, tapi ia sangat tidak nyaman dengan gejala seperti ini. Apakah mungkin ini adalah akibat dari merokok?

"Kak, a-aku pusing." Edel memejamkan mata sebentar. Kalau tahu seperti ini, mengapa ia tidak bangun di alam akhirat saja daripada harus mengalami penyakit seperti ini?

"Udah, lo tidur lagi aja. Gue panggilin dokter." Daun segera keluar dari kamar yang cukup luas itu, lalu menghampiri tempat para suster jaga, dan melaporkan kondisi Edel sekarang.

Salah satu dari mereka langsung menelepon dokter. Selang tak lama cowok itu menunggu, akhirnya wanita paruh baya yang mengobati Edel kemarin kembali hadir.

"Pasien sudah sadar?" tanya Dokter Tempura sambil berjalan cepat menuju ruang rawat inap Edel.

Daun mengangguk pelan.

Kemudian setelah mereka semua sampai, sang dokter akhirnya langsung mengambil tindakan. Meletakkan sebuah stetoskop dan salah seorang suster juga mengecek tensi darah.

Setelah selesai, wanita itu kembali tersenyum ramah pada Edel yang masih terbaring lemas. "Masih pusing pala barbie dan mual?"

"Tinggal pusing aja," balas Edel pelan.

Dokter Tempura mengangguk paham. Baiklah, sesuai dengan diagnosis yang sudah disampaikannya pada cowok di sebelahnya, kondisi sang gadis dinyatakan aman.

"Ya sudah, itu artinya kamu harus dirawat paling tidak lima hari. Sampai mual dan pusingnya hilang. Okay?" Wanita itu segera mengacungkan telapak tangan ke arah wajah Edel, bermaksud mengajak sang pasien untuk tos layaknya seorang anak kecil.

Edelweiss [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang