"Mau ngapain, sih?" tanya Regan kesal. Sungguh ... kalau saja bukan sepupu dan tidak memberi manfaat, pasti sudah ia usir.
"Cepetan, Biskuit Regal!"
Regan menghela napas kasar, lalu menarik sang ponsel dari kediamannya dan menyerahkan secara paksa pada Ziva.
Ziva tersenyum penuh kemenangan. Baiklah, ini adalah saat yang tepat untuk membuat Edel jatuh cinta pada Regan. Lagi pula, nasib Regan itu sebenarnya miris. Mau menggapai hati seorang cewek aja sulit seperti mencari jarum dalam tumpukkan jerami.
"Cepetan, nih, buka dulu pake face id! Eh, nggak jadi, password aja! Nanti hpnya nggak dibalikin!"
"1 2 3 4 5 6," balas Regan sinis.
Ziva kembali tersenyum penuh arti, lalu membuka aplikasi WhatsApp, dan mengetik nama Edel di sana. Namun, selang beberapa lama mesin pencari itu bekerja, nama Edel tak kunjung ditemukan.
"Loh, contact Ayang Mbeb nggak disimpen?!" teriak Ziva kencang, sementara Nusa hanya menggelengkan kepala. Lantaran sudah merasa pusing dengan apa yang dilakukan oleh gadis di sampingnya.
"Mau ngapain, sih, lo? Nggak mungkin dia angkat. Lagi berantem gue."
Ziva menjentikkan jarinya seketika. Sip, ini adalah waktu yang semakin tepat. Ia akan menjadi penengah.
"Cepetan namanya siapa! Nanti gue bantu supaya baikkan!"
"Ziva, itu privasi orang, loh," sahut Nusa lagi yang tampak merasa kasihan dengan Regan sekarang. Cowok itu sangat pasrah, bahkan menuruti kemauan Ziva terus.
Tampak tak peduli dengan ucapan Nusa, Ziva akhirnya membuka pesan WhatsApp milik Regan satu persatu. Oh, jadi diberi nama Manusia? Ya ampun sungguh tidak memiliki perasaan. Baiklah akan ia ganti menjadi Ayang Mbeb Edel.
Setelah puas dengan nama karangannya, jempolnya pun berjalan dan menginjak gambar video call di sudut kanan atas.
Calling
"Ih, kok nggak diangkat? Astaga ... ayo, dong, Ziva kepo sama muka kamu, Edel."
"Ziva!" Mata Regan kembali terbelalak lebar, bahkan secara otomatis langkah kakinya ikut bergerak—hendak merampas ponsel miliknya.
Namun, secepat kilat gadis itu menyembunyikan ponsel milik Regan ke belakang pinggang, lalu bangkit berdiri. "Kalo Biskuit Regal ngerampas, nanti Ziva delete contact!"
Lagi-lagi Regan dibuat kembali ke tempat asal. Semoga ia selalu diberi kesabaran dan bisa hidup bahagia selama berhadapan dengan Ziva.
Jari telunjuk Ziva kini sudah berpindah posisi ke depan bibir—mengisyaratkan semua manusia agar terdiam ketika ia melakukan panggilan biasa. Biarkan pulsa sepupunya habis, yang penting ia bisa berkenalan.
Bukan Ziva namanya kalau ia menyerah, sudah sepuluh kali panggilan yang ia lakukan. Ia sangat yakin, di panggilan ke-11, pasti diangkat.
Ya, benar dugaan gadis itu. Sebuah suara langsung terdengar dari ujung sana. Dengan cepat tangan Ziva menyentuh gambar pengeras suara agar bisa didengar oleh Regan dan juga Nusa.
"Ha-halo," ucapnya bersama sedikit isak tangis. Edel memang masih bermain dengan air mata sekarang, apalagi saat melihat tampilan nama Regan, semua yang terjadi di rumah Alya kembali tampil secara jelas.
"Halo, Edel! Salam kenal, gue Ziva," ucapnya di telepon. "Eh, kok nangis? Lo diapain sama Biskuit Regal? Hah?" Baru saja berkomunikasi untuk kali pertama, tapi gadis ini sudah menginterogasi.
"Nggak apa-apa. Ka-kamu s-si-siapa?"
Bukannya menjawab, Ziva justru bangkit dan menghampiri Regan. Jari jempol dan telunjuknya sudah sejajar, dan ini adalah waktunya untuk membalas semua air mata gebetan Regan. Dicapitnya telinga Regan kencang, sampai Nusa pun bangkit 'tuk membantu melepaskan capitan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss [Completed]✔️
Teen Fiction-Dia yang abadi bersama air mata dan jalan menuju kematian Ini adalah kisah tentang Edel, seorang gadis yang selalu mengekspresikan senang atau sedih melalui air mata. Selama hidupnya, ia tak pernah berani berkata "Tidak". Terlalu sering menuruti s...