🥬7: Berhenti

930 86 18
                                    

Daun dibuat benar-benar terkejut pagi ini. Nama sang sepupu kerap disebut oleh siswa dan siswi di area kelas sepuluh. Ada apa sebenarnya?

Tak lagi mau menahan rasa penasaran yang sedari tadi terus menyerbu, Daun membelah keramaian para murid yang sedang berkumpul di depan mading. Matanya terbelalak lebar. Deretan gigi rapi berwarna putih itu mengetat. Benar-benar harus ditindak lanjuti. Sudah gila ....

Setelah Daun keluar dari keramaian, cowok itu langsung mengeluarkan ponsel 'tuk mengajak Edel berbicara empat mata di taman. Dengan lincah jari-jari itu menari di atas papan ketik walau bola matanya membulat.

Sementara Edel yang berada di dalam kelas dibuat terkejut dengan tampilan notifikasi atas nama Daun.

Kak Daun ☘️🍂🐛
Ketemu gue sekarang di taman.

Samantha Edelweiss. N
Oke, Kak :).

Jantung Edel kembali melakukan senam irama. Bagaimana nasibnya sekarang? Aduh ... pasti Daun sudah melihat mading.

Saat Edel keluar dari kelas, benar saja mading sedang ramai menjadi tontonan siswa dan siswi SMA Bunga Bangsa. Dirinya benar-benar viral sekarang. Menyesal? Sangat.

🐾🐾🐾

Edel mendaratkan bokong takut-takut, apalagi saat melihat wajah Daun yang begitu emosi. Sepupunya itu sudah ibaratkan kakak kandung sendiri yang selalu siap memprotek sang adik dari siapa pun.

"Duduk." Hanya satu kata yang lolos dari bibir tipis milik Daun. Pandangannya lurus ke depan.

Edel menurut. Kepalanya pun tak berani menghadap manusia di sebelahnya. Jari kaki yang diselimuti oleh kaos kaki dan juga sepatu berwarna hitam terus bergerak seperti cacing yang terkena tetesan air lilin. Sumpah ... rasanya Edel ingin pergi dari sini.

Suasana saat itu sangatlah canggung. Tak ada satu pun dari mereka yang berniat membuka mulut. Daun berharap, Edel akan menjelaskannya secara langsung tanpa diminta. Manusia itu salah, dan seharusnya bisa mengakui, lalu berubah. Bukan menjadi orang yang selalu bersembunyi di bawah tempurung dan tak berani mengakui.

"Ke-ke-kenapa Kak Daun panggil aku ke sini?" tanya Edel gemetar. Ah, air matanya tak boleh dibiarkan turun. Sebentar lagi ia akan masuk kelas. Tapi apalah daya, yang terjadi justru sebaliknya.

"Lo ngapain sampe bisa dipajang di mading?" tanya Daun tegas. Memang ia sudah tahu apa penyebabnya, tapi ia ingin mendengar penjelasan dari Edel. Masih ada secerca harap bahwa itu semua hanyalah fitnah.

"Ma-maaf, Kak. Aku ...." Edel masih berpikir bagaimana cara ia menjawab agar tak dimarahi.

"Apa? Gue mau lo jelasin sekarang tanpa a-i-u-e-o."

Edel terdiam sebentar. Aduh ... sudahlah pasrahkan saja nasibnya pada yang atas.

"Yang di mading itu bener, Kak."

Daun menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari menghela napas kasar. Mengapa sepupunya ini begitu bodoh? Apakah ia mau menjadi asisten orang-orang di sekolah? Jika terus dibiarkan, maka Edel dipastikan tidak memiliki masa depan.

"Lo gila, ya?"

Edel menggeleng. "Maaf, aku nggak tau caranya nolak mereka."

Edelweiss [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang