🌵36: Suapan Pertama

561 55 3
                                    

Karena sudah tak mau kehilangan Regan lagi, apalagi sampai tidak diberikan kepastian apa penyebabnya, Josh dan Doxy sontak ikut datang lebih awal. Walau yang terjadi justru Regan terlebih dahulu menghilang. Baiklah, mereka akan menjadi dua orang paparazi untuk memenuhi ember kekepoan.

Keduanya melangkah mengitari seisi lantai kelas sepuluh. Terlihat seperti sedang melakukan school tour, walau sebenarnya tidak begitu berfaedah.

Tapi ... kenapa Regan tetap tidak ada? Mungkinkah selama ini cowok itu merupakan sosok hantu yang menjelma menjadi manusia? Hii ... mengerikan. Bagaimana jika ternyata Regan selama ini mendekatkan diri pada Josh dan Doxy untuk mencari tumbal pengganti? Tidak ... jangan sampai. Mereka masih mencintai dunia, bukan akhirat.

"Weh, mana sih si Biskuit Regal? Dia nggak tau apa kita nyariin?" tanya Josh dengan nada sedikit frustrasi sembari berjongkok di tengah lapangan. Untung saja masih sepi, jikalau tidak pasti wajahnya akan terpampang di mading khusus gosip.

"Gue juga nggak tau, anjir. Lagian kita kan emang mau carinya diem-diem, kalau sampe keliatan, ya bukan diem-diem lagi. Tapi ketangkep basah misal lagi ngekor!" Walau tak ikut berjongkok, tapi Doxy masih sempat menoyor kepala sahabatnya. Siapa tahu saja sehabis mendapat sentuhan yang sedikit kasar, otaknya bisa kembali mencerna segala sesuatu dengan baik.

"Sakit, njir!" celetuk Josh.

Selang tak lama keduanya terdiam, bayangan Regan tiba-tiba saja melintas. Tatapannya lurus ke depan seraya menenteng sebuah jinjingan. Ternyata cowok itu baru selesai melakukan panggilan alam. Tapi tunggu ... kenapa ia bukan berjalan ke arah kelas, tapi justru berbelok menuju kelas IPA?

Dengan cepat Josh dan Doxy segera memalingkan muka sembari berjalan ke tempat yang dirasa aman. Syukur Regan tidak menangkap kehadiran mereka berdua, jika sampai iya, pasti akan bahaya.

"Lo liat, deh, dia ngapain ke kelas IPA? Ketok-ketok pintu pula?" Josh kembali bersuara.

"Diem dulu, Bangsat!" Sedang menjadi mata-mata, tapi bibir miliknya justru tak dapat ditutup. Bagaimana jika Regan menoleb dan mencari sumber suara?

Sosok gadis yang ditunggu oleh Regan akhirnya keluar. Tapi yang jelas, kali ini Regan tak lagi mau berbuat gagal. Dengan cepat cowok itu menahan gagang pintu masuk setelah Edel berdiri tepat di depannya.

Edel terdiam kaku.  Sedikit mendongak demi bisa menatap Regan yang sedikit lebih tinggi darinya. Karena rasa takut kembali membara, akhirnya cewek itu berjalan ke arah toilet. Mungkin ini adalah cara paling aman untuk menghindar. Pastinya Regan tak akan berani untuk masuk.

"Edel."

Langkah kaki gadis berusia 16 tahun itu seketika terhenti. Ya ... ia tahu ada yang memanggil, dan sang langkah pun tampaknya berhenti dengan sendirinya.

"Gue bawain makanan buat lo. Lo belom makan pasti. Kita ke kantin aja gimana?" Akhirnya Regan berterus terang. Sebab ia sendiri pun sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa. Gadis ini selalu saja menghindar.

Tak ada jawaban, akhirnya Regan pun melangkah maju dan berdiri tepat di hadapan Edel. Meraih sang telapak tangan, lalu menariknya ke arah kantin. Gadis itu pasrah, bahkan langkah kakinya pun tampak seperti terseret.

"Regan, kenapa kita harus ke kantin? Aku nggak bisa lama-lama sama kamunya. Maaf, ya ...." Di tengah perjalanan, akhirnya Edel bersuara hingga akhirnya Regan berhenti berjalan, lalu berputar arah.

"Gue tau lo takut ketahuan sama Bang Daun. Tapi tolong, jangan cuekkin gue atau bahkan ngehindar. Gue bakal jamin, selama lo deket sama gue, kita nggak akan ketahuan."

Edel membelalakkan matanya lebar. Loh, bagaimana bisa Regan mengetahui semuanya? Lalu kenapa juga cowok ini berucap seperti itu? Sungguh ... semakin hari rasanya ia semakin berubah.

Edelweiss [Completed]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang