Kenapa bukan Kafe Ice Bear ataupun rumahnya yang Edel lihat? Tempat apa ini? Mengapa Regan membawanya ke sini?
"Regan, kita ngapain ke sini?"
Regan yang baru saja turun dari motornya masih terdiam, lalu segera melangkah maju dan menekan sebuah benda yang bisa memanggil orang di dalamnya.
Ting ... tong ....
"Ya, sebentar!" Setelah mendengar suara khas yang kerap ia terima tiap ke sini, cowok itu mundur perlahan. Berdiri tepat di samping Edel, tapi masih juga belum mau menjawab.
"Oh, Nak Regan." Senyum wanita paruh baya berdaster pelangi yang sedang menyambut kedatangan Regan ramah. Sesekali bola matanya bergerak melirik seorang gadis cantik, siapa dia?
Setelah pintu gerbang kecil dibuka, akhirnya cowok itu masuk ke dalam. Namun Edel masih saja terdiam di luar seolah sungkan harus berbuat apa. Belum dipersilahkan masuk, itu artinya sang pemilik tidak memberi izin. Mungkin ini rumah Regan, jadi dengan bebas bisa masuk dan keluar sesuka hati.
Sudah melangkah beberapa kaki, tapi kenapa tidak ada yang mengikuti? Kepalanya tergerak, menoleh ke belakang. Ya ampun, lagi-lagi tertinggal di belakang.
"Edel, ayok! Jangan bengong di situ!"
Si gadis berambut sepinggang akhirnya menundukkan kepala, mengikuti instruksi Regan di depan pintu masuk ruangan. Fix, ia dibuat semakin bingung. Kenapa harus mampir ke sini? Bagaimana jika Daun menelepon dan menanyakan di mana? Masa harus berbohong lagi?
"Iya, Non. Masuk aja. Jangan malu-malu."
Setelah akhirnya Edel menyusul Regan, dengan lancang cowok itu membuka pintu. Sudah seperti pemilik rumah saja. Tapi untungnya, semua itu memang karena disuruh bunda. Dia bilang, 'Anggap saja rumah ini seperti tempat tinggal sendiri'. Jadi, tak salah, 'kan, Regan berbuat seperti ini?
"Kita ngapain ke rumah kamu?" tanya Edel sembari menarik sedikit ujung baju Regan. Bagai anak kecil yang bersembunyi saat merasa malu atau takut, begitulah yang terjadi sekarang. Ia berdiri di balik tubuh Regan hingga seorang wanita yang baru selesai menutup pintu gerbang tadi pun sedikit tertawa. Ada-ada saja.
"Assalamu'alaikum, Bunda!" Tangan Regan langsung menyambut uluran tangan sosok hangat di rumah ini.
"Wa'alaikumsalam, Nak," balasnya. Lalu seketika pandangannya terfokus pada seseorang yang berdiri di samping Regan. Sepertinya ia kenal.
"Loh, kamu kan ... bentar, saya sedikit ingat."
Edel menundukkan kepala bersama sedikit senyum. Walau kalau boleh berkata jujur, jantungnya sudah ingin copot. Masa dibawa ke rumah pemilik Kafe Ice Bear?
"Oh, Edel, ya, temennya Josh yang jadi part time di kafe."
Edel tersenyum malu-malu. "Iya, Bunda."
"Oh, jadi sahabatan sama Nak Regan juga?"
Regan mengangguk cepat, lalu dibalas anggukan paham oleh Alya. "Josh kan lagi kerja. Apa kalian lupa?"
"Enggak, Bunda. Saya emang ke sini ada kepentingan sama Bunda dan Edel."
Alya kembali mengangguk paham, lalu menyuruh kedua murid berseragam itu untuk duduk di atas kursi berbahan kayu jati yang menghadap ke arah televisi besar.
"Tumben. Ada apa? Edel mau ijin kerja lagi?" Alya mengerutkan kening. Kemarin Josh memang sempat bercerita bahwa sahabatnya yang perempuan satu ini sangatlah sibuk di sekolah. Jadi, kalau ditebak pun mungkin akan melakukan pengulangan dan tak berani mengucapkan sendirian sampai mengajak Regan.
![](https://img.wattpad.com/cover/213822636-288-k421322.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Edelweiss [Completed]✔️
Novela Juvenil-Dia yang abadi bersama air mata dan jalan menuju kematian Ini adalah kisah tentang Edel, seorang gadis yang selalu mengekspresikan senang atau sedih melalui air mata. Selama hidupnya, ia tak pernah berani berkata "Tidak". Terlalu sering menuruti s...