Taehyung menyambut heran kedatangan Jimin menemaninya membolos di atap sekolah. Wajah buruk rupa sang sahabat membuat Taehyung mengernyit dahi maksimal. Jimin tidak pernah lagi mengenakan kacamata tebal namun, lebam-lebam di wajah itulah yang bagi Taehyung merusak pemandangan.
"Jujur aku malas sekali menjawab." Kata Jimin menyahuti pertanyaan Taehyung perihal darimana luka-lukanya berasal.
"Jadi kali ini bukan berkelahi?"
"Aku tidak melawan, bagaimana itu bisa disebut berkelahi?" Kedengarannya agak menggerutu, Taehyung jadi semakin heran dibuatnya.
"Jadi?"
Jimin menghela napas, kemudian mulai bercerita, singkat jelas padat macam iklan di televisi.
Dimulai dari pembicaraannya dengan Jungkook kemarin.
"Apa yang ingin kau katakan?" Sudah jelas bahwa Jimin bukan orang yang sabar. Tapi Jungkook terdiam sudah lebih dari lima menit, membuat radar kepekaan si Park meningkat drastis.
Pikirnya, jangan-jangan Jungkook berniat menyatakan perasaan.
Pemikiran yang terlalu percaya diri memang.
Tapi sayang, ternyata benar.
"Jimin Sunbae, kurasa aku menyukaimu,"
Jimin menghela napas.
"Kurasa kau tidak, Jeon,"
"Hah?"
Jungkook yang tadinya luar biasa gugup seketika berubah menjadi bingung.
"Apa maksudnya?"
"Coba kau pikirkan lagi. Apakah kau benar-benar menyukaiku, atau hanya sekedar kagum padaku?"
Mungkin saja itu benar-benar rasa suka, tapi mungkin juga itu bukan. Membingungkan? Tidak juga. Bagi orang-orang yang tahu bagaimana mengatasinya, tahu untuk tidak bersikap gegabah, tahu untuk bisa memilah, itu bukan perkara yang membuat pusing kepala.
"Aku tahu Sunbae tidak menyukaiku, tapi tolong jangan berkata begitu," Jungkook masih belum mengerti, dan Jimin hanya bisa berkata lagi.
"Aku hanya mencoba meluruskannya. Tidak baik untukmu untuk terus salah kaprah. Cobalah pikirkan lagi." Jimin tidak akan mengatakan sedemikian jelas, sebab jika dia melakukannya, Jungkook akan tersakiti.
Karena jika dirinya dengan gamblang berkata jika gadis itu masih menyukai Taehyung, apakah Jungkook akan menerimanya?
Tentu saja elakkan yang akan diterima Jimin, kemarahan, tidak terima dan merasa diejek. Mental hijau Jungkook tidak sekuat itu untuk menerima kenyataan kalau dia masih belum bisa lepas dari perasannya pada orang yang katanya dia benci.
"Sunbae, ternyata kau sangat jahat!" Kemudian Jungkook berlari pergi dengan wajah merah menahan tangis.
Jimin hanya menggelengkan kepalanya tanpa raut sesal sama sekali di wajahnya. Hatinya memang tumpul untuk gadis lain selain Yoongi. Bahkan kasihan pun tidak, hanya tidak bisa untuk menyalahkan siapa pun dalam keadaan seperti ini.
Bukankah posisinya memang serba salah? Pada akhirnya Jimin akan tetap dicap buruk karena menolak seorang gadis. Dia sudah berbaik hati dengan memberitahu Jungkook kenyataannya, setidaknya mengarahkannya. Entah diterima atau tidak oleh Jungkook, itu bukan lagi urusan Jimin.
"Kau brengsek," Taehyung berkomentar setelah Jimin menyelesaikan ceritanya tentang pertemuan dengan Jungkook.
"Terserah saja." Jimin hanya menggidikkan bahu tak acuh.
"Bukankah sama saja? Kita benar hanya untuk kita dan orang akan menganggap kita brengsek," celetuk Jimin.
"Tingkahmu mejadikan Jungkook pelampiasan juga tidak dibenarkan. Tapi kau punya argumen sendiri, begitu juga dengan aku,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Light In The Mist [Completed]
FanfictionPark Jimin si murid 'cupu' harus menghadapi kesialannya karena berakhir dipaksa menjadi pelayan dari Min Yoongi, si ketua geng berandalan di sekolahnya. Warn! GS, OOC, TYPO DON'T LIKE DON'T READ!