"Jimin!"
"Jisoo Noona?"
Jimin jelas kaget karena Jisoo masih di Jeongjin meskipun sekarang sudah jam pulang.
"Noona?"
"Aku menunggumu. Ayo jalan-jalan sebentar."
"Tapi Noona, aku ada ekskul," Jimin ingat benar hari ini adalah Jum'at. Dia merasa ngeri membayangkan kemarahan Seokjin apabila tidak datang di hari pertamanya sebagai anggota klub PMR.
"Hanya sehari saja, aku mohon."
Dilanda tak enak hati, terpaksa Jimin mengiyakan. Dia mengirimkan pesan terlebih dahulu pada Seokjin dengan berkali-kali ucapan minta maaf yang tulus.
'Kurasa aku sedikit berubah sekarang.' Jimin memikirkan itu.
Tapi mungkin, itu tidak benar-benar karena dirinya memang sejak awal tidak memiliki masalah dengan hatinya kecuali egoismenya yang besar. Jimin selalu bersikap baik, hanya kadang emosi masa remaja membuatnya tidak bisa menahan diri untuk tidak melampiaskan lewat perkelahian.
Keadaan kacau dalam hubungannya dengan sang ayah pun, membuat Jimin terkadang lupa batasan.
"Jimin, ayo pergi."
Jimin mengangguk dan mengikuti Jisoo yang mengajaknya memuji mobil.
Saat Jimin hendak mengatakan untuk membiarkan dirinya menyetir, Jisoo langsung mengatakan tidak.
"Aku tahu, tidak kali ini Jim. Ingat umurmu."
Dan Jimin pun berakhir menggerutu.
Seketika, dia lupa bahwa seharian ini belum melihat Yoongi. Juga, Bangtan agaknya cukup sepi hari ini.
.
.
.
Karena tidak mungkin beraktifitas bersama Bangtan, terpaksa Yoongi langsung pulang setelah bel berbunyi. Niatnya untuk pergi ke markas sejenak harus diurungkan karena dia tidak bisa mengkondisikan kakinya yang masih belum sembuh.
Untungnya, besok weekend sehingga dipastikan Senin nanti Yoongi akan berjalan normal kembali. Ia akan tidur seharian seperti mayat dua hari ke depan!
"Ke mana bocah itu? Dia sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya." Lirih Yoongi.
Dia mendengus kemudian karena menyadari kejanggalan di hatinya hanya karena Jimin tak muncul di hadapannya. Mau bagaimana lagi, Yoongi sudah mulai terbiasa diikuti si culun itu seperti induk ayam.
"Aku pu-"
'Duagh'
Yoongi tersungkur karena baru saja membuka pintu, bahunya dipukul dengan sebuah rotan yang biasa ayahnya gunakan untuk memukulinya. Dan jelas saja, di hadapannya ada sang ayah yang berdiri dengan wajah merah dan mata menyalak.
Yoongi mencoba berdiri meskipun kakinya entah kenapa terasa sangat sakit.
"Ayah, kenapa?" Sejujurnya Yoongi tahu pertanyaannya percuma. Bau alkohol yang menguar dari ayahnya menjelaskan jika pria paruh baya itu tengah dalam keadaan mabuk.
Tuan Min tidak mengatakan apa pun, ia hanya mendorong Yoongi sampai tersungkur, kemudian memukuli anak gadisnya tanpa perasaan. Bahkan sesekali, tangannya menampar wajah Yoongi sehingga kulit pipi yang tadinya sepucat kapas itu berubah menjadi kemerahan.
Yoongi hanya bisa merintih tanpa menghindar ataupun melakukan pemberontakan. Jika ia melakukannya, hal yang lebih buruk akan terjadi.
Yoongi merasa pandangannya mengabur ketika kepalanya terbentur tembok, kepala belakangnya terasa sangat sakit, terasa lembap dan dipastikan darah tengah mengalir dari sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light In The Mist [Completed]
Fiksi PenggemarPark Jimin si murid 'cupu' harus menghadapi kesialannya karena berakhir dipaksa menjadi pelayan dari Min Yoongi, si ketua geng berandalan di sekolahnya. Warn! GS, OOC, TYPO DON'T LIKE DON'T READ!