Yoongi tanpa sadar menghela napas, entah untuk yang ke berapa kali, ia mendadak tak bisa mengendalikan diri.
Sudah tiga hari berlalu sejak skema penculikan dirinya yang memuakkan, semua mulai kembali pada jalurnya kecuali keberadaan Park Jimin yang mendadak hilang seperti asap.
Mundur pada waktu hubungan cacat dengan ayahnya diketahui oleh lelaki itu, pada akhirnya mereka tidak bertemu lagi setelah Jimin mengantarnya ke rumah Jihoon.
Begitu rancu.
Yoongi mulai menyadari poin-poin di mana seharusnya mereka berdua tidak perlu sebegitu dalamnya membahas tentang diri masing-masing karena ujungnya, hanya kerenggangan yang terjadi kemudian.
Jimin tidak muncul di sekolah dan pintu apartemen kecilnya terkunci rapat. Dikatakan bahwa lelaki itu tidak kembali selama empat hari oleh satpam gedung apartemennya. Yang artinya Jimin tidak kembali ke sana setelah mengantarkannya.
Jadi, ke mana sebenarnya lelaki itu pergi?
.
.
.
"Jangan melamun, Tuan Muda,"
"Aku tidak."
Jimin menendang kasar selimut putih bersih yang menutupi kakinya yang terjulur di atas kasur empuk bersprai sama putihnya. Punggungnya bersandar pada kepala bed rest yang diatur sedemikian rupa.
"Paman Han, biarkan aku pergi sekarang,"
"Kaki Anda belum pulih Tuan Muda,"
"Ini hanya luka kecil!"
Jimin frustasi, keadaannya memang tidak bisa dikatakan baik, karena itu dia berakhir di rumah sakit selama nyaris tiga hari.
Luka-luka di tubuhnya sudah sembuh, tinggal menunggu jahitan di perutnya benar-benar kering. Lalu yang menjadi masalah paling menyebalkan adalah kakinya yang masih belum sembuh benar, luka tembak yang membuatnya harus menjalankan operasi kecil itu tidak mudah ditangani.
Tidak bisa diabaikan begitu saja.
Dan jangan lupakan asisten pribadi ayahnya yang sangat cerewet!
"Aku ingin kembali ke Seoul!" Jimin merengek kekanakan.
"Tidak, Tuan Muda. Sampai Anda bisa berjalan normal kembali, Anda akan tetap di sini."
Wajah Jimin benar-benar langsung ke titik suram yang paling tinggi. Mendengus kesal, tapi pada akhirnya dia tidak bisa lagi mengatakan protws macam apa pun. Semuanya akan sia-sia, sangat tidak berguna.
"Apa yang ingin anda makan untuk makan siang?"
"Bebek peking! Berikan aku tiga! Dan jangan lupakan pangsitnya juga!"
"Baik, Tuan Muda. Saya akan segera memesannya di restoran langganan Anda."
Jimin melirik bosan ke arah luar jendela, tepat ketika Paman Han keluar dari ruang rawatnya. Dia memikirkan beberapa hal dan merasa pusing karenanya. Sebab bencana datang tanpa peringatan, tanpa penundaan dan tanpa ada jeda pula.
Jimin tidak suka mengingat suatu kejadian buruk, jadi dia bisa langsung mengabaikannya.
Suara pintu ruang rawatnya yang bergeser terbuka membuat Jimin mengalihkan pandangan. Memandang begitu dingin pada sosok Kim Taehyung yang muncul kemudian.
"Aku masih bisa menghajarmu meskipun keadaanku sedang begini," Jimin berujar datar, menyindir tajam pada sahabatnya yang terlalu lama mencari waktu untuk muncul di hadapannya. Memilih ketika ia tak berdaya di ranjang rumah sakit? Sayangnya Jimin tidak sebegitu tak berdayanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Light In The Mist [Completed]
FanfictionPark Jimin si murid 'cupu' harus menghadapi kesialannya karena berakhir dipaksa menjadi pelayan dari Min Yoongi, si ketua geng berandalan di sekolahnya. Warn! GS, OOC, TYPO DON'T LIKE DON'T READ!