1. Ryo-chan

483 11 0
                                    

Hujan turun cukup deras pagi ini, membuat matahari enggan menampakan dirinya. Butir-butir air hujan telah membasahi bumi sejak beberapa menit yang lalu. Langit menangis, tiap tetes yang ditumpahkannya seolah menyiratkan kepedihan yang dalam. Perlahan namun pasti, kesedihan itu tersampaikan kedalam hati orang-orang yang mempunyai luka...luka dalam yang tidak ada obatnya....

Rumah itu, dulunya penuh kehangatan. Kini...telah berubah menjadi saksi bisu setiap tetes airmata dan juga kepedihan. Bangunan mewah itu kini telah kehilangan aura kebahagiaannya, hingga yang tersisa hanyalah rasa benci, rasa sakit, rasa sedih dan juga penyesalan. Bukankah kematian itu takdir tuhan? Lalu kenapa rasanya segala hal yang terjadi tidak adil dan menyakitkan? Salahkah?
Bukan ini yang mereka harapkan. Ini salah. Bisakah waktu terulang?
Dia hanya menginginkan satu kesempatan,bisakah?

"Haah hujan lagi...." guman seorang remaja yang kini telah bangun dari tidur, perlahan dibukanya tirai biru muda yang menutupi jendelanya. Tangan remaja itu terangkat untuk meraba kaca jendela yang kini tampak berembun karena hujan yang cukup deras diluar sana. Tubuh mungilnya sedikit bergidik kedinginan ketika angin sedikit bertiup masuk melalui ventilasi yang ada.

"Ryo-chan?..." Ramaja itu menoleh ketika merasa ada suara lembut yang menyapa pendengarannya. Dia tersenyum melihat seorang wanita yang masih saja cantik diumurnya yang sudah tidak muda lagi itu. Wanita itu tengah berdiri dipintu kamarnya dengan senyum hangat diwajahnya.

"Oka-san..." Ryosuke, remaja itu berjalan perlahan mendekati sang ibu lalu memeluknya erat. Dihirupnya Aroma tubuh yang kini telah menjadi candu untuknya.

"Kenapa? Apa ada yang mengganggu pikiranmu,hem?" Tanya wanita itu sambil mengelus surai coklat madu anaknya yang kini tumbuh cukup panjang hingga menutupi dahinya.

" Kaa-san...apa semuanya akan baik-baik saja?" Ryosuke semakin mempererat rangkulannya. Dapat dirasakannya sang ibu kini juga memeluk dan menepuk-nepuk pelan punggungnya.

"Semuanya akan baik+baik saja, ingatlah kau tidak bersalah sama sekali dalam hal ini, Ryo....." Wanita itu mendorong tubuh anaknya pelan, melepaskan pelukan mereka. Dia membawa Ryosuke menatap matanya yang teduh.

"Dengar, Ryo-chan...jika mereka menyalahkanmu, kau tidak perlu merasa bersalah. Ini tidak ada huvungannya sama sekali." Mata teduh itu menyelami iris bening putra bungsunya. Ryosuke tersenyum mendengat kata-kata ibunya. Yah, setidaknya ada sang ibu disini.

"Okaa-san yang terbaik...." Ryosuke mengecup singkat pipi ibunya kemudian berlalu kekamar mandi untuk membersihkan diri.

"Kau malaikat, Ryo! Mereka salah menilaimu..." Ujar wanita yang lebih akrab dipanggil nyonya Yamada itu. Ia menatap pintu kamar mandi yang kini telah ditutup rapat dengan pandangan sayu. Mata teduh yang tadinya memperlihatkan kehangatan kini tampak menciptakan kristal-kristal bening yang siap mengalir dipipinya

Ruang makan itu terasa sangat hampa. Padahal ada empat orang disana. Namun, tidak ada yang berniat untuk memecahkan keheningan yang terjadi. Satu-satunya suara yang terdengar hanyalah dentingan sendok dan piring sebagai tanda orang yang duduk disana tengah menikmati sarapan mereka. Ryosuke menatap aniki dan otousannya yang duduk disebelahnya. Nyonya Yamada hanya memberikan senyum tipis untuknya.

"Aku selesai...." lijima atau biasa dipanggil Emu, putra kedua Nyonya dan Tuan Yamada itu berdiri dan Tuan Yamada menatap putranya itu lalu tersenyum.

"Hati-hati dijalan dan semoga harimu mnyenangkan,Emu- kun..." Ujar Tuan Yamada singkat. Emu hanya mengangguk lalu menatap ibunya.

"Aku pergi...." Emu memandang sendu wajah ibunya. Sementara sang ibu hanya mengangguk dan tersenyum padanya. Ingin rasanya mengecup dan memeluk wanita itu seperti biasa, namun lagi-lagi rasa benci dan amarahnya mengalahkan rasa rindu itu. Nyonya Yamada bukannya tidak merindukan putra keduanya itu. Sebenarnya dia tengah mencoba mengembalikan lagi kehangatan dalam keluarga mereka. Dan kini dia tengah menunggu saat yang tepat.

Endless Moment (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang