Rasanya tidak lengkap. Terasa kurang dan tidak benar. Mungkin jauh lebih baik karna disini memang tempatnya. Memang rumahnya. Memang keluarganya. Tapi keadaan sudah telanjur buruk. Telanjur salah.
Ryosuke menatap ibunya yang menangis. Ibunya masih terisak dan ayahnya mengusap bahunya pelan pelan sambil terus berusaha menenangkan.
Dilantai atas, lebih tepatnya kamar emu. Sudah ada kota yang tadi ditelpon hikaru dan juga ada dokter jenny yang datang setelah ayahnya memberitau keadaan emu. Keduanya mungkin sedang memeriksa kakaknya.
Ryosuke masih duduk diam disofa, tangannya meremat kuat diatas paha. Masih sedikit gemetar, menggigil dan shock juga. Melihat emu digendong pulang dalam keadaan basah kuyup dan tidak sadarkn diri. Hikaru juga sempat berdebat dengan ayahnya untuk membawa emu kerumah sakit saja tapi akhirnya tidak dilakukan karna kuatir kalau emu justru akan lebih sensitive jika dibawa kesana. Kini, entah itu emu ataupun ryosuke keduanya punya alasan masing masing untuk membenci rumah sakit. Hingga setiap kali sakit, rumah sakit harus benar benar jadi pilihan terakhir. Bukannya yang pertama. Tak berapa lama, hikarupun turun dan berlalu begitu saja untuk masuk kamar tamu yang sudah lama menjadi kamarnya. Walau sebenarnya sudah diberi izin untuk menempati kamar seto, kakak sepuunya itu menolak dengan sopan. Mungkin merasa tidak enak karna kamar itu penuh kenangan.
Suara tangis ibunya perlahan mereda, hanya sesekali terdengar tarikan nafas yang begitu berat. Namun begitu, wajahnya yang sudah telanjur kuyu, sayu dan bengkak. Ibunya terlihat begitu lemas. Ayahnya menuntun ibunya untuk berdiri dan keduanya berjalan menaiki tangga pelan pelan.
Ryosuke ditinggal sendirian. Entah mereka sengaja atau tidak yang jelas suasana jadi sungguh hening setelah siluet orangtuanya menghilang dibalik pintu kamar. Mungkin ayahnya berhasil membujuk ibunya untuk menenangkan diri dikamar mereka.
Telapak tangan yang dingin menyentuh kulit lehernya. Ryosuke terjengit kaget, agak terlonjak kecil dari tempat duduknya dan segera mendongak. Mendapati hikaru menatapnya dengan sorot mata kuatir. Kakak sepupunya itu sudah terlihat lebih baik dengan pakaian rumah yang kering. Tidak lagi basah kuyup seperti tadi.
"Sakit?" ryosuke hanya menjawab dengan gelengan pelan. Pergelangan tangannya kemudian ditarik hingga dia kembali menatap hikaru dengan pandangan bertanya.
"Ganti baju, kau basah ryo...."
Ah, ryosuke ingat, dia tadi...sempat keluar.Plashback
Saat terlihat pintu depan terbuka lebar, ryosuke berpikir untuk ikut lari, entah emu memang berpikir untuk pergi atau tidak. Ryosuke hanya sempat merasa kosong hingga ia berjalan keluar. Mendapati kepanikan hikaru juga ayahnya yang berteriak memanggil nama emu dan mengejar mobil sebisa langkah mereka walau berakhir sia sia. Ryosuke tidak mempedulikan itu. Dia mengambil arah sebaliknya. Berjalan pelan dibawah hujan dengan tatapan kosong.
Entah siapa yang lebih dulu menyadari siluetnya dibawah hujan. Mungkin ayahnya atau pula hikaru. Yang jelas keduanya berlari panik menyusul ryosuke. Hikaru berhasil menggapai ryoasuke lebih dulu. Menangkup wajah anak itu dan terkesiap melihat tatapan kosong ryosuke. Hikaru lekas memeluk tubuh ryosuke. Menarik agar anak itu berada dalam rangkulannya dan membawanya berjalan kembali kerumah.
Yamashita menyusul kemudian. Mengambil alih ryosuke dari dekapan hikaru dan hikaru bergerak cepat kegarasi untuk mengeluarkan mobilnya sendiri lalu pergi. Ryosuke sempat menoleh melihat mobil itu melaju. Dia tau...hikaru pergi mencari emu.
Ryosuke diam. Duduk saat ayahnya meminta duduk. Tidak berujar apa apa dan tidak pula bergerak. Dia diam saja melihat ayahnya menuntun.ibunya turun dan duduk disopa berseberangan dengan dirinya. Ibunya menangis keras, terisak memilukan dan berujar maaf tak berujung. Ayahnya tidak bisa berbuat apa apa selain berusaha membuat ibunya tenang. Mereka sama sekali tidak dewasa. Mereka sibuk mengurusi perasaan masing masing dan tak menyadari kerapuhan anak didepan mereka. Namun ryosuke tidak apa apa, dia tidak merasa perlu untuk dipedulikan. Jadi, meski sudah menggigil kedinginan sekalipun anak itu tetap diam menjadi penonton setia kekacauan yang sudah terjadi.
Plashback end
"Ryochan?" suara hikaru kembali menarik ryosuke dari lamunannya. Dia ditarik berdiri. Namun lekas terhuyung karna kakinya terasa lemas. Beruntung hikaru cepat memeganginya.
"Sakit? Pusing?" lagi lagi ryosuke hanya menggeleng pelan. Membuat hikaru kesal juga.
"Jangan seperti orang bisu ryo! Kau punya mulut! Bicara! Jawab dengan kata kata!"
Ryosuke mengerjap. Menatap hikaru yang baru saja menaikan nada suaranya hingga terdengar marah. Atau....memang sudah marah? Ryosuke hanya menundukan kepalanya, merasa tidak enak. Hikaru tersadar kemudian. Lelaki itu menghela nafas berat, berusaha mengusir kesal didadanya.
"Gomen, nisan tidak bermaksud membentakmu.'
Ryosuke mengangguk menanggapi. Kembali hikaru menariknya menaiki tangga hingga tampa sadar ryosuke menahan langkahnya saat mereka berlalu didepab kamar emu yang tertutup. Membuat hikaru juga ikut berhenti
"Emu akan baik baik saja. Ada kota dan dokter jenny. Mereka akan merawatnya. Kau juga butuh diperiksa nanti. Sekarang ganti bajumu lebih dahulu"
Ryosuke tidak punya pilihan selain menurut. Karna bagaimanapun raut wajah hikaru masih kusut. Kakak sepupunya itu kembali menariknya dan ryosuke mengikuti dalam diam. Jadi anak patuh.
.........
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Moment (End)
FanfictionCover by@DPrakasanti Summary Terrlalu banyak rahasia dan kesalahan membuat kita terluka dan lupa seperti apa sebenarnya kebahagiaan itu. penyesalan tidak akan mengubah apapun kecuali kepribadian . terlalu banyak kepedihan, salah paham dalam masalalu...