Sedih

55 2 25
                                    

"Chaa ini dia..." Emu tersenyum tipis melihat kouta meletakkan mangkuk ramen yang masih mengepul asap itu dihadapannya. Dia tertaqa singkat saat melihat ekspresi kouta yang berbinar menatap hasil masakanny kali ini. Ini pertama kalinya pria itu membuat ramen sebanyak ini.

"Niichan, lepas apronmu dan ayo makan..." suara emu membuat pria itu bergegas melepas apron juga sarung tangan anti panasnya lalu segera duduk bersila berhadapan dengan emu.

"Chaa ini milikmu..." kouta mengangsurkan sumpit dan juga sendok pada emu yang diterima emu dengan senang hati.

" jarang sekali seorang yamada emu memintaku memasak. Biasanya dia akan diam menunggu aku ingat untuk memasak hehe... Apa kau benar benar lapar?" pertanyaan kouta membuat emu urung meraih makanannya. Sementara kouta sudah mulai duluan.

"Iie... Hanya saja, jika makan ramen dalam mangkuk yang sama bersama sama akan menyenangkan dan... Aku seperti punya keluarga..." emu menatap kouta yang terdiam menatapnya. Dia tersenyum melihat wajah kouta berubah sendu.

"Aku tidak semenyedihkan itu niichan... Berhenti memberikan tatapan seperti itu padaku. Rasanya tidak nyaman sama sekali.." kata kata emu membuat kouta menegakkan punggungnya dan tersenyum manis.

"Ya... Emu anak yang kuat... Aku percaya padamu.." ujarnya kouta tulus.

"Aku juga percaya padamu niichan.." ujarnya lirih penuh keyakinan.

DEG

Kouta terdiam..
Kouta meletakan sumpitnya, memandang emu yang memulai kegiatan makannya. Anak itu percaya padanya... Tampa seorang emu sadari sosok kouta tengaj bergelut dengan batinnya. Pria itu mengepal kuat jemarinya mengusir rasa bersalah yang lagi lagi menghampiri hatinya
Apalagi kata kata emu tadi menohok rasa kemanusiaanya. Bagaimana bisa dia menerima kepercayaan emu sementara selama ini dia turut ambil peran dalam kesengsaraan anak itu? Matanya memburam. Genangan airmata tercipta disana dan susah payah dia menahannya.

"Niichan? Kau... Menangis?" kouta terkejut, dengan cepat diusapnya kedua.matanya lalu menampilkan senyum yang sedikit dipaksakan.

"Iie, mienya terlalu panas..." ujarnya bohong. Emu hanya mengangguk pelan.

"Makannya pelan pelan niichan...ditiup dulu." ujar pria itu kemudian membuat kouta mengangguk perlahan. Untuk saat ini biarlah seperti ini. Biarlah emu hanya terbuka padanya saja. Biarlah emu dingin dengan orang disekitarnya... Biarkan emu dengannya..biarkan emu dengan segala situasi ini...." kouta tersenyum lalu kembali melanjutkan acara makannya menyisakan emu yang sesekali menunduk dalam... Menyembunyikan wajahnya yang memerah dengan airmata yang mengalir... Lagi lagi tersembunyi dari semuanya.
@@@@@@@

Ryosuke melangkah mengendap endap, matanya melirik kesana kemari berjaga jaga kalau hiro tiba tiba muncul dihadapannya. Dia sedikit bernafas lega karena tak menemukan sosok hiro saat ini. Pasti kakanya itu ada dikamarnya, berkutat dengan semua kertas kertas dan juga laptopnya. Dia sudah tau kalau hiro akan seperti itu kalau dia kabur. Sama sekali tidak mencarinya dan akan menunggunya pulang sambil mengerjakan pekerjaanya. Berbeda dengan daiki yang akan panik dan mencarinya kesana kemari lalu menunggunya didepan pintu dan setelah itu bukannya memarahinya justru memeluknya erat erat.  Haah, mengingatnya membuat ryosuke merengut sedih. Hiro dan daiki, masing masing punya cara tersendiri untuk mengekpresikan rasa sayang mereka dan ryosuke lebih menyukai daiki yang memanjakannya.

"Sudah pulang?" suara serak dibelakangnya membuat ryosuke terkejut, tau siapa pemilik suara itu. Suara itu, membuatnya membalikkan tubuhnya kaku. Hiro akan memarahinya seperti biasa...

"Niichan..." ryosuke menatap hiro terkejut, rasa takutnya hilang saat melihat wajah sang kakak yang begitu menyedihkan. Ada sesuatu yang terjadi? Pikirnya.

Endless Moment (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang