At Seito Hospital, Tokyo Jepang
Hikaru sudah was was saat kouta tiba tiba memanggilnya, dia pasti tau sesuatu sehingga wajah kouta terlihat kuatir. Hikaru terus mengikuti kouta hingga lelaki tinggi berstatus dokter muda itu tampak memasuki kamar ryosuke lebih dulu. Sementara hikaru menghela nafas sebentar dan setelahnya meraoh gagang pintu dan memutarnya.
Ceklek
"Apa yang....astaga ryochan!" Hikaru tersentak kaget saat masuk kamar rawat ryosuke...semuanya benar benar berantakan. Ada yang salah dengan ryosuke mereka. Anak itu sudah bangun dan meringkuk memeluk lututnya dengan tubuh gemetar dan keringat dingin yang terus membasahi pakaian pasiennya. Matanya menatap was was sekelilingnya, memperhatikan setiap pergerakan orang orang disekitarnya yang kini justru menatapnya cemas.
"Dia mengamuk tadi, aku tidak tau penyebabnya...yang pasti kami tidak bisa mendekat karena dia akan histeris dan melempar benda apapun yang ada didekatnya...padahal aku hanya meninggalkannya sebentar..." Kouta menjelaskan sekilas. Hikaru menatap ryosuke tidak percaya.
"Tangannya terluka, kouta...." guman hikaru pelan. Kouta tau itu, saat ini ryosuke menggenggam kuat pecahan vas bunga yang sempat dilemparnya tadi, membuat tangannya terluka dan mengeluarkan darah. Dia seolah menjadikan benda itu senjata untuk menjaga dirinya, malah tangannya sendiri terluka karenanya.
"Kita tidak bisa mendekat...bagaimana ini? Aku kuatir dia akan semakin nekat..." Kouta bertatapan dengan hikaru sekilas, dia terlalu panik untuk memikirkan jalan keluar.
"Bagaimana ini, hika kun?" Tanya kouta was was.
"Aku harus bagaimana?" tanya hikaru balik, diapun terlalu terkejut dan tidak bisa berpikir cepat. Kouta justru menggeleng, dia menghela nafas dan melangkah mendekati ryosuke, namun lagi lagi....
"Pergi! Ja..ja..ngan mende...kat hiks...hiks...okaa..chan...niichan..otou..san..." cengkraman ryosuke pada beling ditangannya semakin kuat dan darah bahkan sudah mengotori selimut dan juga pakaiannya. Kouta semakin kuatir melihatnya, ini tidak bisa dibiarkan, dia melangkah lebih dekat lagi namun....
"Cukup sensei! Jangan melangkah lagi! Dia ketakutan!" Hikaru, kuota dan beberapa perawat didalam kamar itu menoleh kearah pintu tempat dimana seseorang uang berteriak tadi berdiri dengan nafas terengah.
"Emuchan..." Hikaru san kouta sama sama terkejut melihat emu disini. Emu mengabaikan keterkejutan mereka dan melangkah masuk. Dia menatap ryosuke miris, adiknya itu tampak begitu menyedihkan.
"Ryo..." Panggil emu pelan. Ryosuke melihat emu dengan mata yang bergerak gelisah. Dia semakin menyeret tubuhnya menjauh hingga dia benar benar tersudut kedinding.
"Pergi! Hiks...hiks...per..gi...per..gi...okachan..niichan...tousan...gomen...gomen..bu..kan..aaku..hiks...bu..kan..aa..kuu..ttii..dak..mung..kin...AAARRRHHGG!" Lagi lagi ryosuke berteriak ketakutan, wajahnya semakin pucat ketakutan, dan nafasnya nampak sesak. Airmata ryosuke mengalir tampa dia perintah.
"Ryo..ini niichan...emu niichan...niichannya ryo..." ujar emu swlembut mungkin, kalau dia tidak akan mencelakai adiknya itu.
"E..mu..nii..chan..?" ryosuke menatap emu penuh selidik dengan mata basahnya yang memerah. Emu tersenyum lembut, dia mengulurlan tangannya kearah ryosuke dan perlahan mulai melangkah mendekat.
"Daijoubu otouto...daijaubu...niichan ada disini...!" perlahan namun pasti emu berhasil mendekat walau ryosuke tetap tampak ketakutan, terbukti dari tubuhnya yang masih saja gemetaran terlebih ketika emu berhasil naik keranjangnya, ryosuke memang tidak berteriak tapi dia masih menatap was was kearah emu, sementara kouta sudah mengisyaratkan agar mereka bersiap siap untuk menyuntikan ryosuke obat penenang.
"Ryochan...tidak apa apa otouto...niichan ada disini..." Emu terus saja menggumankan kalimat itu, saat dia berada dalam jarak yang sangat dekat dengan ryosuke. Namun ryosuke terus saja berusaha menekuk tubuhnya sendiri. Emu berusaha meraih tangan adiknya hati hati dan anak itu tampak terkejut.
"Hiks...ja..ngan...se..perti..ini. Ke..na..pa..tousan...kena..pa..aku..ke....na..pa?" Ryosuke menangis pilu dengan suara tersendat sendat. Emu menggenggam kuat tangan adiknya itu, dan meraih tangan ryosuke yang lain, mencoba merenggangkan pegangan ryosuke pada pecahan vas yang ada ditangannya dan akhirnya emu berhasil mengambil alih tubuh sang adik. Emu memeluk ryosuke, menenggelamkan tubuh ringkih adiknya dalam dekapannya dan membiarkan adiknya tenang dulu. Ryosuke masih gemetar hebat, dia mengcengkram kuat lengan emu yang memeluknya hingga kini kemeja emu terkotori oleh darahnya.
"Tidak apa apa...niichan akan berada disini bersamamu,ryochan..." Emu mengecup lama kening ryosuke, hal yang sudah lama tidak pernah dia lakukan untuk adimnya itu saat dulu penyakit ryosuke kambuh atau saat ryosuke sulit tidur. Perlahan ryosuke mulai tenang dan tidak gemetaran lagi, matanya menatap wajah sendu emu yang sangat dekat dengannya. Emu tersenyum lembut, tangannya terus bergerak mengelus surai raven ryosuke. Kouta mendekat emu dan meminta persetujuan san emu mengangguk. Kouta menyuntikan obat penenang pada ryosuke dan emu terus saja membisikan kalimat sayang untuk adiknya itu. Tak perlu waktu lama ryosukepun terlelap dalam dekapan emu. Hikaru menghela nafas lega, begitu pula emu dan kouta.
"Sebaiknya sekarang kita obati lukanya." Kouta mengelus sayang rambut ryosuke yang sudah sejak tadi basah oleh keringat. Emu menatap sendu wajah terlelap adiknya, wajah itu tampak damai saat ini.
"Apa yang terjadi padanya niichan? Kenapa dia bisa seperti ini?" Emu menatap kouta dan hikaru bergantian, meminta penjelasan.
"Haah...dilihat keadaannya, ryo mengalami trauma hebat. Tapi ini sedikit aneh...aku tidak mengerti dengan apa yang diucapkannya. Terlebih tadi dia sempat berteriak kalau dia bukan pembunuh...untuk lebih jelasnya akan kuminta dokter yang ahli dibidang ini untuk memeriksanya nanti..." jelas kouta seadanya.
"Pembunuh? Apa maksudnya? Kenapa dia bisa trauma? Bukankah selama ini dia baik baik saja?" suara emu bergetar saat ini, hikaru menghela nafas berat.
"Tadi niisan menemukan ryosuke dikamar ayahmu, dia sudah dalam kondisi yang bahkan jauh lebih buruk dari sekarang, dia nyaris tidak bernafas, emu! Aku sungguh tidak tau apa yang sebenarnya terjadi..." Hikaru menjelaskan kebenarannya namun sama sekali tak ada yang menyadari perubahan raut wajah kouta. Sementara emu tersentak, apa mungkin penyakit adiknya kambuh lagi sehingga dia tidak bisa bernafas? Apakah itu mungkin? Tidak! Ryosuke sudah dioperasi dan sekarang seharusnya dia baik baik saja kan? Seharusnya...tidak lagi seperti ini...apa ryosuke begitu tertekan hingga akhirnya seperti ini?
"Hiks ryo...apa dia sakit lagi? Itu tidak mungkin...." satu isakan berhasil lolos dari bibir emu, membuat hikaru dan kouta cemas.
"Tidak, sejauh pemeriksaanku hal ini tidak ada sangkut pautnya dengan keadaan jantung ryosuke. Dia sudah baik baik saja secara pisik...ini sejenis reaksi shock atau trauma, dulu aku sempat menangani pasien dengan kasus yang hampir sama....tertekan, stress dan juga takut dan terkejut, semua hal itu membuatnya tidak dapat berpikir jernih dan kadang bisa lupa diri..." jelas kouta singkat.
Emu terdiam mencerna semua kata kata kouta. Emu tau, ini termasuk kesalahannya."Hiks...gomenne ryo...gomen...moon niichan...maafkan aku...hikkss...." Emu mempererat pelukannya pada ryosuke, dia menangis mengingat segala perlakuannya. Adiknya itu masih muda dan tentu butuh kasih sayang, bukannya tekanan dari mereka.
"Daijoubu otouto...daijoubu...dia pasti akan baik baik saja setelah ini..."
Hikaru memijatbpelan bahu emu, bermaksud menenangkan anggota keluarga yang sudah dianggapnya adik itu. Mereka paham kalau emu kuatir saat ini............
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Moment (End)
FanficCover by@DPrakasanti Summary Terrlalu banyak rahasia dan kesalahan membuat kita terluka dan lupa seperti apa sebenarnya kebahagiaan itu. penyesalan tidak akan mengubah apapun kecuali kepribadian . terlalu banyak kepedihan, salah paham dalam masalalu...