Ryosuke membuka matannya perlahan. Ada rasa basah dipipinya ketika dia menyentuh pelan wajahnya. Anak itu hanya menatap datar pada telapak tangannya yang baru saja menyeka basah itu. Airmata...lagi.
Dia mengangkat kepalanya dan mendudukan dirinya dengan benar. Ryosuke kemudian menatap wanita cantik berjas panjang didepannya. Wanita itu tersenyum, memperlihatkan wajah keibuannya. Senyum tulus yang tidak dapat ryosuke balas dengan senyuman pula. Anak itu hanya diam. Menatap lurus pada sosok dokter itu.
"Tidak apa apa. Hari ini sampai disini dulu ya ryo?"
Ryosuke tau. Dia masih belum menunjukan kemajuan yang berarti. Bicara saja masih enggan. Apalagi untuk tersenyum. Anak itu tidak menjawab, dia hanya duduk diam dan sesaat kemudian pintu ruangan terbuka. Sepupunya masuk, hikaru menyentuh bahunya pelan dan ryosuke berdiri. Berlalu pergi tampa berujar apapun. Anak itu membuka pintu dan menutupnya pelan. Menunggu diluar.
Hikaru menatap dokter itu penuh harap namun sang dokter hanya menggeleng kuatir. Lelaki yang berprofesi sebagai guru itu menghela nafas sejenak sebelum duduk.
"Dia masih menangis..."
Dokter asal korea bernama kim jenny itu mulai menerangkan hal yang sama seperti sebelum sebelumnya
"Rasa bersalahnya masih besar. Masih tentang masalah yang dia rasa belum selesai tapi dipaksa untuk berakhir. Seperti yang saya katakan sebelumnya hikaru-san, kalian harus mempertemukan mereka. Mereka butuh bicara. Ryosuke perlu ditenangkan. Perlu diberi pengertian kalau diapun berhak hidup dan bahagia. Dia perlu tau kalau dirimya sama berharganya dengan seto dan juga yang lainnya. Kalian tidak bisa membiarkannya seperti ini terus menerus. Sudah hampir enam bulan dia jadi pasienku, tapi bahkan hingga saat ini aku masih perlu melakukan hipnotis untuk bisa membuatnya bicara dengan leluasa..." hikaru menghela nafas pelan. Dia menatap sendu pada sosok dokter dihadapannya. Menyerukan bahwa diapun inginnya seperti itu tapi nyatanya tidak semudah yang dibayangkan.
"Mereka jauh dokter...."
"Seberapa jauh hingg kalian hanya menunggu saja? Ini demi ryosuke. Anak itu perlu disembuhkan. Kalau tau kalau dia bisa kehilangan akal sehatnya jika terus dibiarkan...."
Nada bicara dokter jenny terdengar kesal. Selama dia menjadi dokter yang menangani ryosuke, anak itu sungguh membuatnya merasa cemas. Bagaimana bisa anak itu tidak meresponnya sedikitpun. Hanya menatap lurus dan tidak terganggu sama sekali pada kegiatannya. Dokter itu bahkan mencoba melukai sedikit saja lengan ryosuke untuk melihat anak itu bereaksi. Tapi yang didapatinya hanyalah tatapan kosong tak berarti.
"Ini...bukan masalah jarak. Bukan jauh yang seperti itu..."
Dokter jenny terdiam saat hikaru bersuara pelan. Enam bulan sudah, maka baru saat ini pria dihadapannya ini mau mengatakan makna yang sebenarnya dari kata 'jauh' yang selalu dikatakan keluarga ryosuke.
"Jauh...bukan jarak? Apa karna hubungan kalian yang buruk?"
Anggukan hikaru menjawab pertanyaan wanita itu. Kim jenny menghela nafas pelan. Dia memijit pelipisnya sejenak.
"Coba katakan padaku secara spesifik, siapa diantara mereka yang membuat jarak!"
"Aku sudah menceritakan apa yang terjadi diawal ryosuke dan emu menjadi pasienmu dokter! Tapi, sejujurnya bukanlah jarak yang menghambat kami untuk bisa membawa ryosuke menemui keluarga kagami. Merekalah yang selalu menolak untuk ditemui. Ayah kandung seto dan hiro itu berubah menjadi sosok yang keras. Aku juga dengar kalau putra bungsunya kagami daiki, hingga saat inipun juga dalam pengawasan seorang dokter. Hiropun jadi tertutup dan keluarga kagami sampai harus memperkerjakan seorang anak menggantikan sosok ryosuke dirumah mereka. Kami semua sama sama hancur dan kacau. Bukan ryosuke dan emu saja..."
Dokter jenny terdiam. Menatap hikaru dengan matanya yang menampakan raut bingung sekaligus terkejut. Dia sudah mendengar cerita keluarga yamada sebelumnya, namun sebatas apa yang jadi penyebab psikologis ryosuke dan emu terganggu. Dokter itu sama sekali tidak diberi tahu tentang kelanjutan dari masalah mereka. Tentang keluarga kagami yang menjauhkan diri, baru pertama kali ini hikaru menceritakannya.
"Itu keputusan yang kalian ambil saat itu? Jadi ini yang dimaksud ryosuke? Daiki dan hiro pergi tampa pamit? Tuan dan nyonya kagami datang dan membawa pulang kedua putranya begitu saja? Tampa meluruskan apa apa?"
"Kuroto jisan terlalu marah. Dia benci keadaan saat itu. Keadaan dimana daiki terlalu menyayangi ryosuke hingga bersedia menyakiti diri sendiri dan juga orang lain. Ojisan juga benci keadaan hiro yang tidak bisa diandalkan. Dia menyalahkan situasi. Saat itu yang ada dipikirannya mengembalikan ryosuke dan sudah, urusan selesai. Tapi ryosuke bukan barang. Ryosuke manusia....daiki juga, anak itu terlanjur biasa akan kehadiran ryo dan dia menyayangi adik kami. Aku juga tidak bisa menyalahkannya karna sudah membuat emu terpuruk. Daiki hanya kurang dewasa. Dia hanya mengatakan apa yang ada dipikirannya saat itu. Tidak peduli apakah itu akan melukai perasaan emu atau tidak. Karna faktanya, psikologis daiki juga sedang tidak baik ketika ia mengatakannya..."
Dokter jenny terdiam sejenak. Dia tidak mengeluarkan komentar apapun. Dia hanya menatap ryosuke lekat lekat sebelum menarik jurnalnya. Mencoret coret disana. Sembari dirinya melakukan itu, dokter itu kembali bicara...
"Kau punya nomor tuan kagami? Bagaimana caranya agar aku bisa menghubungi mereka?"
..............
Nih dokter jenny, dokternya ryo dan emu
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Moment (End)
FanficCover by@DPrakasanti Summary Terrlalu banyak rahasia dan kesalahan membuat kita terluka dan lupa seperti apa sebenarnya kebahagiaan itu. penyesalan tidak akan mengubah apapun kecuali kepribadian . terlalu banyak kepedihan, salah paham dalam masalalu...