Emu keluar dari dalam mobil, dia menghela nafas saat memandang rumah megah dihadapannya. Bahkan hanya dengan memandang rumah otu dari luar, siapapun dapat merasakan aura kesedihan yang ada disana. Berbeda dengan tiga bulan yang lalu, siapapun yang memandang rumah itu pasti akan merasa nyaman dan hangat. Emu tersenyum sekilas mengingat bagaimana keadaan keluarganya dulu. Tawa, canda, suara suara ryosuke yang merengek manjapun terngiang ditelinganya. Dia benar benar merindukan semua itu.
"Seto niichan... Aku merindukanmu niichan..." Emu menatap langit, awan hitam menyambut pandangan matanya. Mungkin sebentar lagi hujan. Tak ingin berlama lama emu segera masuk kerumahnya. Langkahnya terhenti saat menyadari pintu rumahnya sedikit terbuka.
"Ah, hika niichan atau orang orang yang ditugaskannya untuk membersihkan rumah lupa menutupnya dengan benar..." guman emu sambil mengangguk angguk sendiri. Emu mendorong pelan pintu kayu dihadapannya, dia mengeryit heran saat merasakan beberapa pergerakan aneh disekitarnya.
"Okaachan? Kaukah itu?" ujar emu tenang. Matanya menyapu setiap sudut rumah, dia sadar beberapa perabotan sudah tidak ada lagi. Bahkan poto keluarganya sudah hilang, ikut dibersihkan dan dibuang.
Hening."Okaachan?" Emu kembali terheran saat matanya kembali menangkap bayangan dilantai atas. Segera saja anak itu menuju kesana. Sedikit terburu buru dia mengikuti bayangan orang itu. Keadaan rumah memang gelap karena lampu tak dinyalakan dan juga jendela tak satupun yang dibuka. Bayangan orang itu menghilang dibalik pintu kamar seto. Emu memperlambat langkah kakinya, dia memiringkan kepalanya heran. Selama ini ibunya selalu menghindari kamar kakaknya karena akan membuatnya sedih. Tapi sekarang? Ibunya masuk kesana? Baiklah, emu mulai ragu kalau itu ibunya.
"Siapa didalam? Okaachan? Apa okaachan ada didalam?" Emu menempelkan telinganya pada pintu dihadapannya. Sedikit membuka celah, dia mencoba mengintip keadaan didalam. Gelap, ya, hanya itu yang bisa dilihat emu. Baiklah, dia mulai takut. Bagaimanapun dia anak remaja berusia 17 tahun yang masih memiliki rasa cemas dan bisa ketakutan apalagi kalau gelap. Boleh dikatakan emu sedikit pobia dengan gelap. Emu menelan ludah kelu. Sedikit memberanikan diri dia mendorong pintu pelan.
Creeet.Derit pintu bahkan terdengar mengerikan ditelinganya. Dalam kamar yang gelap itu emu dapat melihat sosok seorang lelaki yang tengah berdiri membelakanginya.
"Siapa kau?" tanya emu tajam. Ayolah, haruskah ia bersikap sopan? Ini rumahnya dan menurutnya orang itu sudah sembarangan memasuki rumahnya.
"Ah, yamada emu...kau sudah pulang ternyata....baguslah..." orang itu membalikan tubuhnya. Emu mengerut dahi. Bagaimanapun juga dia tidak dapat melihat wajah orang itu dengan jelas. Tapi emu yakin kalau orang itu seumuran ayahnya.
"Apa aku mengenalmu ojiisan?" tanya emu heran.
"Hmm, kurasa tidak. Tapi aku mengenalmu dengan sangat baik..." ujar lelaki itu santai. Emu hanya tersenyum meremehkan.
"Kau pasti sangat mengenal keluargaku sampai sampai berani masuk kerumahku tampa izin..." Emu menunjukan wajah datarnya. Lelaki dihadapannya balas menatapnya dengan tatapan sama namun terselip sebuah seringai disana.
"Yah, mungkin aku lancang tapi...aku benar benar sangat mengenalmu yamada lijima atau biasa dipanggil emu kan..."
"Jangan bercanda ojiisan, sebaiknya jisan pergi sekarang atau aku akan memanggil poli-"
"Yamada seto..ah haruskah aku memanggilnya kagami seto? Bagaimana menurutmu?" lelaki itu menyeringai saat tubuh emu menegang karena terkejut.
"Ap..apa maksudmu jiisan? Aku tidak mengerti, sebaiknya kau pergi sekarang." Emu menggeram saat lelaki tua itu hanya terkekeh pelan.
"Jangan mengelak,aku tau kau dan seto itu bukan saudara kandung. Tapi, apakah adik sialmu itu tau?"
"Yak! Apa hak mu mengatai adikku seperti itu? Siapa kau sebenarnya?" Emu marah, suaranya naik beberapa oktaf.
"Oh, jangan pura pura... Aku tau hatimu masih belum menerima atas kematian kakakmu!" lelaki itu tersenyum menang saat raut wajah emu berubah. Dia berjalan mendekati emu dan kembali terkekeh saat emu mundur beberapa langkah menghindarinya.
"Kau bukan orang baik..." ujar emu datar. Nada suaranya memang terdengar tenang tapi tersimpan keraguan disana dan lagi lagi orang dihadapannya mengetahui hal itu.
"Coba kau pikirkan emu kun, siapa yang menyebabkan keluargamu berantakan seperti ini? Siapa lagi kalau bukan ad-"
"Cukup! Kau banyak bicara ojiisan..." Emu mendesis kesal, kedua tangannya terkepal erat.
" kau pikir karna siapa semua ini terjadi? Adikmu itu pembawa sial! Dia pembunuh! Kau pikir karan siapa seto meninggal? Karna siapa tousanmu bunuh diri? Karna siapa kaasanmu sekarang menghilang? Apa...kau masih ingin menyangkal kalau jaub didalam hatimu kau sangat membencinya!" lelaki itu menyeringai saat emu tertegun, seolah memikirkan kata katanya. Mudah sekali mempengaruhinya, batin lelaki itu senang.
"Kau mencurigakan..." Emu menatap lelaki itu sangsi. Detik berikutinya anak itu mengeluarkan ponselnya dan bersiap menelpon seseorang.
TAP
Emu terkejut saat tangannya tiba tiba ditepia sehingga ponselnya terjatuh dengan keras. Lelaki dihadapannya nampak geram. Walau gelap, emu sadar kalau situasinya saat ini berbahaya.
"Aku telah berusaha berbicara dengan lembut. Tapi jika kau ingin bermain kasar...baiklah!"
Plaakk.
"Arrgghhh!" Anak berusia 17 tahun itu meringis sakit. Untuk pertama kali dalam hidupnya , dia ditampar begitu keras. Ayolah, kedua orangtuanya tak pernah melakukan hal seperti itu padanya. Emu gemetar, kepalanya sedikit pusing dan yakin kalau sudut bibirnya kini mengeluarkan darah. Susah payah dia mencoba berdiri dan ingin lari dari sana namun....
Ceklek!
Pintu itu sudah terlebih dahulu dikunci dari luar. Oh, sepertinya lelaki tua itu tidak bekerja sendirian. Emu menghela nafas, dia hanya bisa pasrah sekarang.
"Kau tau? Aku membenci keluargamu! Adikmu! Ayahmu! Ibumu! Aku membenci kalian semua!"
Plak
Plakk
Plakk"Ssshhhssh...." Emu memejamkan matanya kuat kuat saat tamparan itu mendarat diwajah tampan sekaligus manisnya tampa memberinya kesempatan untuk bergerak. Dia berpikir kalau lelaki dihadapannya ini mungkin sudah gila atau kejiwaannya terganggu.
"Kau tau? Aku sangat ingin membunuh adikmu!"
Plak
Plak
Bugh"Aaarrggh HENTIKAN! Hah...hahh...."
Emu terengah, dia menatap lelaki dihadapannya marah. Sementara lelaki itu terkejut karena dia tiba tiba berteriak seperti itu. Detik berikutnya, lelaki itu tersenyum."Kalian sama, kau dan adikmu sama. Sama sama suka berteriak. Cih, dengar! Apapun yang terjadi, sekalipun aku harus menjadi seorang pembunuh lalu dihukum mati, aku tidak peduli!" lelaki itu mengangkat tangannya tinggi, berniat memukul emu kembali. Emu memejamkan matanya saat rasa sakit menyapa ulu hatinya dan pukulan itupun membuatnya terbanting kedinding. Seluruh tubuhnya rasanya sangat sakit sekali...
"Touchan...kaachan...niichan...ryo..."
Gumanan emu membuat lelaki itu menyeringai."Kau akan berguna untukku..." ujar lelaki itu. Tubuh emu sudah lemas semakin lemas saat ada orang yang membekap mulutnya dengan sapu tangan yang sepertinya dibubuhi obat bius. Sekuat tenaga dia mencoba sadar, akhirnya semua berubah GELAP.
...............
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Moment (End)
FanfictionCover by@DPrakasanti Summary Terrlalu banyak rahasia dan kesalahan membuat kita terluka dan lupa seperti apa sebenarnya kebahagiaan itu. penyesalan tidak akan mengubah apapun kecuali kepribadian . terlalu banyak kepedihan, salah paham dalam masalalu...