Panik (lanjutan)

74 5 2
                                    

Ne ternyata susah mo nulis banyak kalo signal gak lancar, terpaksa dech diulang lagi ngetiknya.. Kesel padahal tadi dah tegang jadi mikir ulang nih..
************************************

Narita Airport, Jepang.

Dua orang lelaki tampan terlihat beriringan, namun lelaki yang tampak lebih tua menyeret koper besarnya sambil sesekali melirik sang adik yang berjalan uring uringan karena mengantuk padahal dia menghabiskan waktu  seharian ini dengan tidur, bahkan dipesawatpun dia juga tidur.

"Dai, perhatikan jalanmu..." ujar hiro pada adiknya.  Lelaki yang dipanggil dai itu hanya berguman dan berusaha membuka matanya lebar lebar. Udara dingin dan suara derasnya hujan lansung menyambut kedua lelaki itu saat mendekati pintu luar. Hiro menghela nafas, dia kembali melirik daiki yang sudah benar benar sadar. Sepertinya udara dingin dan gemuruh hujan membangunkan selurun jiwa adiknya itu.

"Seharusnya dia disini menyambut kedatanganku... Haah, moon niisan, aku bahkan tak bisa melihatmu saat aku kembali ke jepang..." guman hiro pelan, dia menatap langit yang sudah gelap. Sempat berharap akan melihat bulan saat kembali menginjakkan kaki kejepang, tapi ternyata cuaca tak mendukungnya.

"Niichan..." Daiki menatap sedih kakaknya, dia mengerti apa yang kini dirasakan oleh hiro. Kehilangan satu satunya saudara kandung yang kau miliki adalah hal terburuk yang pernah ada.

"Hm? Kita kehotel lebih dulu ya? Kau harus makan dan membersihkan diri.. Bahkan kau tak sempat mandi tadi..." Daiki mendengus malas mendengar penuturan hiro. Remaja 18 tahun itu mengerucutkan bibirnya lucu, hiro terkekeh  kecil karenanya. Daiki memutar matanya kesal dan memperlambat jalannya. Sedikit membuat jarak karena kesal dengan hiro. Anak itu terus saja menggerutu sampai ada seseorang yang menabrak bahunya.

Bruuk

"Arrggh..." Daiki meringis kecil saat dia terduduk paksa kelantai yang dingin, beruntung tak banyak orang yang memperhatikannya. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat orang asing yang menabraknya cukup keras. Dia mengeryit saat melihat wajah orang itu. Dari perawakan wajahnya sudah jelas kalau lelaki berpakaian serba hitam itu adalah orang korea.

"Ah, gomen...gomenne...saya sadang terburu buru.." lelaki yang sepertinya berusia 30 tahun itu mengulurkan tangannya pada daiki. Dia menunjukan wajah menyesal. Daiki terkesiap, lelaki didepannya ini fasih bahasa jepang.

"Ah, nande...daijoubu ojisan..." ujar daiki dan menyambut uluran tangan lelaki tersebut.

"Dai, kau tidak apa apa?" Hiro lansung menghampiri adiknya itu dan memeriksa seluruh bagian tubuh sang adik. Baiklah, sikap over protective-nya keluar.

"Niichan sudahlah, aku baik baik saja.." ujar daiki jengah atas sikap hiro yang berlebihan.

"Gomen ne , aku tak sengaja...tadi aku benar benar terburu buru.." ujar lelaki tadi merasa bersalah, dia menatap hiro dan daiki dengan tatapan aneh.

"Tak apa ojisan, aku baik baik saja." ulang daiki sambil tersenyum.

"Eto..kalian berdua tampan..." lelaki itu mengulurkan tangannya menepuk pundak daiki dan mengelus singkat pipi daiki dan tentunya mendapat tatapan aneh dari hiro. Hiro segwra menarik daik untuk lebih mendekat dengannya , menjauhkan jarak daiki dari orang tersebut.

"Tak apa ojisan, anda bisa pergi sekarang..." ujar hiro dengan senyum yang sedikit dipaksakan. Lelaki tua itu tersenyum aneh melihat sikap hiro.

"Sekali lagi aku minta maaf...baiklah, sampai jumpa, jaga diri kalian baik baik." Hiro menghela nafas lega saat orang tersebut sedikit menjauh. Daiki menatap kakaknya aneh.

Endless Moment (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang