Ryosuke masuk kedalam rumahnya dengan perasaan tak tenang. Ini sudah malam dan rumahnya tampak gelap gulita seolah tak ada kehidupan didalamnya. Hal itu membuatnya khawatir dan juga sedikit takut apa lagi saat melihat tak ada satupun mobil digarasi mereka, kemana swmua orang? Tanya ryosuke dalam hati.
"Kaachan...touchan..emu niichan?" seru ryosuke saat dia membuka pintu yang ternyata tidak dikunci sama sekali. "Tadaima..." serunya lagi. Tak ada sahutan, ryosuke meraba dinding bermaksud menyalakan lampu.
Ceklek
Mata ryosuke melebar. Rumahnya benar benar berantakan. Ryosuke melepas tas dan juga jas sekolahnya, menjatuhkan benda tersebut sembarangan. Banyak pecahan kaca, vas bunga bahkan guci guci antik ibunya dimana mana. Jantung ryosuke berpacu cepat saat melihat foto mereka yang biasanya terpajang indah diruang utama itu kini telah rusak dan sepertinya disayat sayat secara brutal menggunakan benda tajam atau pisau. Benda benda dirumah ini sudah tidak berada pada tempatnya lagi. Rumahnya seakan baru saja dihantam badai atau semacamnya. Berbagai hal buruk kini mulai muncul dalam pikiran ryosuke.
"Okaachan...." Panggil ryosuke pelan, nyaris tak terdengar. Dia merasa tubuhnya sangat lemas, tangannya dingin dan gemetaran. Dengan langkah yang sangat pelan, ryosuke menaiki tangga. Wajahnya sudah pucat dan keringat dingin membasahi tubuhnya. Mata ryosuke kembali melebar saat melihat cairan kental berwarna merah berceceran dilantai. Anak berumur 15 belas tahun itu cukup dewasa untuk menahan diri untuk tidak berteriak begitu tau situasi macam apa ini dan jenis cairan apa yang baru saja dilihat olehnya. Mata yang biasanya tampak teduh itu kini memerah dan cairan hangat keluar dari sana. Ryosuke menangis dalam diam, nafasnya sesak dan juga takut. Takut apa yang akan dilihatnya selanjutny
Dengan sisa kekuatan yang ada, ryosuke melangkah pelan mengikuti cairan merah yang diyakininya adalah darah itu. Jejak darah itu menuju kamar sang ayah-kamar seto. Dengan gemetaran dan sesekali sesunggukan, ryosuke meraih gagang pintu hingga kini tangannya ijut terkotori oleh cairan merah dengan bau yang sangat khas itu. Airmatanya sudah semakin deras mengaliri pipinya, wajahnya begitu tertekan...entah hal buruk apa yang dipikirkannya."Touchan....tou..chan..." Ryosuke terus sajs menggumankan kalimat itu. Mengumpilkan keberaniannya mwmutar knop pintu, berusaha meyakinkan diri sendiri kalau tidak terjadi apa apa dan berharap apa yang baru saja dia alami saat ini hanya mimpi. Tangan dingin ituembuka pintu, hawa dingin dan aura tak nyaman lansung menyapa tubuh pucat ryosuke. Matamya melebar melihat sesuatu didalam sana. Nafasnya semakin sesak, ryosuke jatuh berlutut. Tangannya saling bertaut dan meremas hingga memutih. Tubuhnya meringkuk didepan pintu tampa suara. Dia meremas kuat rambutnya,. Seolah tercekik, anak itu tak mampu bernafas....tubuh yang gemetaran itu semakin pucat seperti mayat. Takut....hal itulah yang membuat anak itu seperti ini. Ryosuke semakin kuat mencengkram kepalanya sendiri yang terasa sakit dan berdenyut.
"Hikss....tou..chan..." Dia terisak pelan. Sangat pelan ditengah tubuhnya yang tak sanggup lagi bergerak. Anak itu meringkuk ketakutan dalam kamar sang ayah yang kini tergeletak tak bernyawa - mungkin - disisi tempat tidur dengan darah disekujur tubuhnya. Warna merah sangat lontras terlihat dalam kamar bernuansa putih itu. Ryosuke tak kuat lagi. Rasa sakit, sedih, kecewa dam sesak itu menghujam tubuhnya, membuatnya tidak sanggup bernafas dan setelah satu tarikan nafas yang panjang akhirnya semua berubah gelap.
@@@@@@@
"Yamada emu! Cukup! Aishh! Kalau bukan temanku sudah ku usir kau dari tadi! Berapa umurmu hah?" Yuto yang sudah menjadi sahabat emu sejak TK sampai sekarang itu merebut gelas wine dari tangan emu. Pemuda tampan itu menatap geram temannya yang begitu keras kepala.
"Aku tidak akan mabuk semudah itu, kau tenang saja...." ujar emu santai. Yuto menghela nafas panjang.
"Chaa...pulanglah..." Yuto menyodorkan tas dan juga jas sekolah emu, mengusir temannya itu dengan cara halus. Untuk kesekian kalinya emu tidak peduli. Dia melipat tangannya dimeja, dan menenggelamkan kepalanya disana.
"Lima menit lagi...." tanggapnya sekilas.
"Kau bilang seperti itu sejak sejam yang lalu..." Yuto duduk disamping emu. Saat ini mereka berada dibabar milik kakak sepupu yuto yang juga merupakan sahabat dekat seto, kiriya kujo. Bar masih sepi karena memang belum waktunya untuk buka. Yang ada hanya pelayan yang tengah berbenah. Kiriya sendiri tengah berada di hokkaido, mengirus pekerjaannya sebagai seorang pengusaha dan juga dokter dua profesi sekaligus dijalaninya. Saat ini yutolah yang diminta untuk mengawasi barnya itupun sepulang sekolah bergantian dengan orang kepercayaan kiriya sendiri.
"Aku tidak ingin pulang, yutti...ini melelahkan...aku muak..." Suara emu terdengar samar namun masih tertangkap jelas oleh pendengaran yuto.
"Jangan seperti ini...kau menyakiti dirimu sendiri, emu kun..." Nasehat yuto. Nasehat yang sama setiap harinya untuk temannya yang keras kepala itu.
"Haaah...aku merindukan moon niichan..." Emu mengangkat kepalanya, mengusap wajahnya kasar dan kembali menghembuskan nafas berat.
"Apa yang mengganjal hatimu? Kau bisa bercerita padaku,emu..." Sahut yuto kembali merangkul pundak temannya itu, menyalurkan ketegaran untuknya. Emu menggeleng. Jujur saja...dia sendiri tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya.
Drrrrtt drrrrttt....
Emu dan yuto mengalihkan pandangan pada ponsel emu yang bergetar dihadapannya. Emu melirik sekilas dan mendengus kesal tampa berniat menjawab panggilan masuk disana.
"Hikaru niichan? Angkatlah...siapa tau penting..." Yuto meraih ponsel itu dan menekan tombol hijau serta menyerahkannya pada emu.
'Moshi moshi...?" Sambut emu malas malasan bahkan dia menutup matanya dan merebahkan kepalanya diatas meja.
".........."
"Nani?" Yuto tersentak kaget saat tiba tiba emu menegakkan tubuhbya disertai suaranya yang naik beberapa oktaf.
*............."
"Kau jangan bercanda niichan!" Emu berdiri dari posisi duduknya, menatap wajah heran yuto sekilas dengan ekspresi cemas yang sangat kentara.
"............."
"Aku akan kesana sekarang." Emu memutuskan sambungan telpon meraih cepat jas dan tas sekolahnya. Dia segera berlari meninggalkan yuto yang berteriak kuatir memanggilnya, ayolah...anak itu baru saja minum minum. Tak ingin terjadi hal buruk yuto menyambar kunci mobilnya sendiri dan mengikuti sahabatnya itu.
..........
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Moment (End)
Fiksi PenggemarCover by@DPrakasanti Summary Terrlalu banyak rahasia dan kesalahan membuat kita terluka dan lupa seperti apa sebenarnya kebahagiaan itu. penyesalan tidak akan mengubah apapun kecuali kepribadian . terlalu banyak kepedihan, salah paham dalam masalalu...