"Hei? Emu-chan? Ada apa sayang? Kau pusing?"
Emu menatap ayah dan ibunya bergantian. Kepalanya berdenyut denyut, entah karna demam atau apa. Tampa menjawab, emu berjalan cepat meninggalkan keduanya membuat yamashita dan sayama menatap bingung kearahnya yang kini berdiri didepan sebuah kamar. Kamar putra sulung mereka....yamada seto.
Yamashita lebih dulu bereaksi. Dia berjalan cepat kearah emu yang tangannya sudah terangkat meraih knop pintu. Yamashita menahan pergelangan tangan emu, mencegah putranya itu untuk kembali menyakiti dirinya sendiri. Membuat anak itu melihatnya dengan dahi berkerut.
"Emu-chan, jangan lagi..."
Emu menatap tak mengerti pada ayahnya. Sosok itu menatapnya pernuh permohonan, penuh rasa iba sekaligus cemas. Namun emu merasa kosong karna dia tidak mengerti mengapa. Anak itu menoleh pada ibunya, bermaksud mencari tau mengapa. Dia melihat sayama masih berdiri ditempat semula. Namun wajahnya sudah memerah begitu pula matanya yang mulai berkaca kaca. Tangan ibunyapun perlahan terangkat, menutup mulutnya sendiri.
"Tousan mohon, jangan lagi emu! Kau sudah baik baik saja tiga minggu ini. Jangan lagi, tolong jangan kambuh lagi emu-chan!"
Yamashita tidak tau apakah yang dikatakannya akan dipahami atau tidak, karna putranya ity tetap menatap dirinya dengan pandangan tak paham seperti orang bodoh.
Melihat putranya hanya diam dengan pandangan kosong, sayama sungguh dibuat kuatir. Dia...tidak ingin emu hancur lago. Dia tidak bisa melihat emu seperti yang sudah sudah.
"Emu, kemari sayang..." sayama memanggil putranya dengan lembut. Sosok ibu itupun membuka lebar kedua tangannya berharap emu segera menghampirinya. Namun sayangnya emu hanya menatapnya dengan dahi berkerut lalu mengalihkan pandangan kembali kepintu didepannya.
Mulanya, emu hanya diam. Anak itu mulai menatap pintu kamar seto dan juga kedua orangtuanya bergantian. Meski tak ada lagi ukiran nama sang kakak didepan pintu itu, emu tau itu kamar kakaknya. Tapi, yang tidak dapat dimengerti emu adalah perasaan asing yang perlahan masuk kedadanya. Kepalanya berdenyut lagi, terasa agak sakit namun emu mengabaikan hal itu. Entah mengapa, didetik berikutnya saat rasa sakit dikepalanya hilang, dia terdiam menatap pintu kamar didepannya itu dengan pandangan aneh. Emu bergeming ditempat dan yamashita menyadari perubahan ekspresi putranya itu. Emu merasa kosong. Merasa ragu akan sesuatu. Merasa kehilangan banyak hal hanya karna dia tertidur. Tapi, sekarang dia hanya demam. Memangnya berapa lama dia bisa tertidur karna demam biasa seperti ini?
Salama apa dia tertidur hingga rasanya ada moment moment penting yang sudah dilewatkan dan dilupakannya. Ada sesuatu yang haruanya dia tau tapi tidak bisa dijelaskan. Entah itu bagian dari kenyataan atau tidak. Karna ada suara asing yang seolah berbisik padanya....mengatakan kalau semua kejadian buruk yang sudah menyakiti perasaannya hanyalah...mimpi.
Sebenarnya ini kenapa?
Emu bingung...
Sungguh mimpikah? Atau.... Sebenarnya itu semua kenyataan?
"Eummm, tousan...ini... Kamar siapa?
Yamashita tercekat. Dia menatap emu lekat lekat. Menimbang dengan hati hati sebelum memjawab. Karna dia tau jawaban yang tidak tepat bisa saja membuat emu hancur lagi. Yamashita tidak bisa menebak, apakah keadaan emu saat ini mengharuskannya untuk jujur atau tidak? Karna itu, dia hanya bisa diam. Menatap mata emu yang terlihat penasaran.
" emuchan, emu...kasan mohon kemarilah nak..." kali ini tangis ibunya mulai terdengar. Emu tersentak mendengar tangisan ibunya. Dia meninggalkan ayahnya begitu saja dan berlari masuk kedalam pelukan sayama. Memeluk erat wanita itu dan mengusap punggungnya pelan.
"Okasan kenapa? Kenapa menangis? Ada apa? Maaf, aku salah ya?" lirih permintaan maaf itu disambut sayama dengan gelengan gelengan pelan. Wanita itu melepas pelukannya dan menangkup pelan pipi putranya yang masih terasa hangat.
"Jangan diingat ingat lagi ya? Kasan mohon emu-chan...jangan lagi..."
Dahi emu berkerut, sunggih tidak mengerti mengapa ayah dan ibunya sedari tadi bergantian berkata demikian. Saat dia ingin bertanya samar suara hikaru terdengar olehnya dilantai bawah.
"Tadaima...."
Sayama nampak gelegapan menghapus airmatanya. Yamashita lebih dulu berjalan menuruni tangga dengan agak tergesa kebawah sana. Meninggalkan sayama dan juga emu masih terdiam.
"Emu?"
Emu menoleh, menatap wajah ibunya yang kini dihiasi senyum namun mata itu masih terlihat sedih dan kuatir. Ibunya mengusap pelan pipinya dan mencium keningnya. Matanya yang masih basah itupun lekas memerangkap iria matanya.
"Dengar sayang, emu ingin ryosuke tetap disini bukan?"
Emu tersentak pelan saat ibunya bertanya demikian. Dia lekas mengangguk dengan raut wajah cemas. Sayama menggigit bibirnya pelan, merasa bersalah karna harus mempernainkan putranya seperti ini. Tapi dia tidak punya pilihan...
"Ryosuke ada disini, bersama kita. Sekarang dia ada dibawah. Dia baru saja pulang. Okasan beritau, hari ini ryo ada jadwal konsultasi dengan dokter jenny. Jadi, kemungkinan dia akan sangat sensitive. Emu jangan bertanya yang macam macam ya?"
Kenapa ibunya harua bicara seolah dia anak anak yang perlu diawasi? Dia sudah dua puluh tahun. Namun anehnya emu mengangguk. Tidak memprotes cara ibunya memperlakukannya barusan.
Sayama menghela nafas pelan begitu melihat emu mengangguk. Dia tau, putranya itu sedang kebingingan. Terlihat jelas dari wajahnya. Namun meski begitu sayama tetap berpikiran positif. Berharap keadaan emu itu hanya berlansung sementara dan putanya itu akan kembali normal seperti tiga minggu belakangan ini.
"Ayo turun, okasan sudah memasak bubur untukmu, atau kau ingin makan dikamar saja? Demammu belum turun sayang..."
Emu menggeleng pelan, suasana hatinya terasa tidak bagus. Dia sedang tidak ingin sendirian.
Sendirian... Entah mengapa emu merasa merinding ketika kata itu melintas dalam pikirannya. Dia menatap ibunya lag, entah mengapa ada rasa tak nyaman didadanya karna melihat sosok itu. Ada yang salah, entah apa itu. Yang jelas ada yang salah.
Kenapa dia merasa kecewa saat melihat ibunya?
Kenapa ibunya terasa ja...hat?
Entahlah, emu tak yakin.
Dan saat itulah dentuman menyakitkan kembali menyerang kepalanya. Dia meringis, menatap ibunya dengan mata yang mulai berkunang kunang.
"Oka..san..." sayama menatap bingung pada emuyang tampak memegangi kepalanya.
"Emu! Ada apa? Kenapa sayang??"
"...ke...kepalaku...sakit sekali..."
Sayama tetsentak, cepat dituntunnya emu untuk duduk dilantai...
"Tunggu disini sayang, jangan kemana mana!" Dan dia segera lari menuruni tangga.
..............
Nih kk emu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Moment (End)
FanfictionCover by@DPrakasanti Summary Terrlalu banyak rahasia dan kesalahan membuat kita terluka dan lupa seperti apa sebenarnya kebahagiaan itu. penyesalan tidak akan mengubah apapun kecuali kepribadian . terlalu banyak kepedihan, salah paham dalam masalalu...