Cemas dan Sedih

54 5 0
                                    

Rumah megah dengan cat yang tampak kusam itu kini terlihat hidup. Lampu lampu yang ada kini menyala begitu terang seolah tengah menunjukan cahayanya yang selama ini tersimpan. Seseorang ada disana, duduk disopa menghadap televisi terbesar yang ditutupi kain putih berdebu. Dia menumpu dagunya dengan tangan kiri, tampa memperdulikan pakaiannya yang turut kotor terkena debu. Dia tampak terlalu malas, bahkan untuk menarik kain putih penutup sopa itu. Mata lelahnya terbuka sayu, menikmati keheningan yang tercifta diruangan yang sunyi itu. Sedikit mendengus untuk sekedar mengusir rasa kesalnya usai pemaksaan yang dilakukannya dirumah sakit tadi hanya agar diizinkan pulang.

"Aku sudah membereskan kamarmu." suara berat itu membuatnya menoleh. Mendapati seorang pria berbaju hitam berdiri.diujung tangga dengan wajah berkeringat.

"Sudah kubilang tidak perlu, kau terlalu keras kepala niisan." ujarnya datar. Anak itu bangkit dari duduknya, menuju tangga dan berpapasan dengan sosok niisan itu.

"Kau sakit, tak kan kubiarkan kau tidur ditempat yang penuh debu seperti ini. Setelah ini akan kuhubungi seseorang untuk membersihkan tempat ini segera.' ujar sang niisan itu lagi. Namun anak itu hanya menanggapinya dengan helaan nafas.

"Terserah kau saja, niisan! Aku mengantuk." ujarnya singkat. Kakinya mulai melangkah menapaki tangga, namun sesuatu membuat langkahnya terhenti.

"Kau, apa akan tinggal bersamaku disini?" tanyanya pada sosok yang masih setia berdiri diujung tangga dan kini tengah memperhatikannya seolah dia adalah anak kecil yang harus diawasi.

"Tentu, aku tidak akan membiarkanmu sendirian lagi, yamada emu!" ujar orang itu singkat dengan tatapan teduhnya.

"Cih, aku tidak butuh kalimat itu sekarang. Pulanglah dan larilah seperti yang kau lakukan dulu. Jangan pedulikan aku diwaktu yang sudah sangat terlambat ini." ujar anak itu, yamada emu.

"Tidak, aku menolak! Aku akan tetap disini. Tidak ada yang terlambat. Aku disini untukmu, bukan untuk kepentinganku." ujar orang itu pasti. Emu mendengus, dia mengabaikannya dan memilih melanjutkan langkahnya.

"Kouta, aku mau kau memaafkannya dan bicara dengannya." Emu menghentikan langkahnya lagi dan berbalik cepat.

"Seharusnya kau kuatir pada dirimu sendiri. Bersyukurlah karena aku masih mau memanggilmu niisan fan tidak mengabaikanmu seperti yang lainnya." ujar emu datar. Anak itu menatap orang itu dengan tatapan kosong. Orang itu tersenyum, membuat emu terheran dengan sikapnya.

"Ya, arigatou untuk itu. Tapi kouta jauh lebih baik daripada aku. Setidaknya dia tidak melarikan diri dan meninggalkanmu seperti yang kulakukan." ujar orang itu lagi. Emu menghela nafas lelahnya, kepalanya kembali berdenyut sakit jika memikirkan semua hal ini.

"Hika niisan, aku tidak ingin berdebat dengamnmu sekarang. Tinggalkan aku untuk malam ini saja, biarkan aku sendiri." ujar emu akhirnya. Anak itu menatap hikaru sekilas kemudian segera berbalik, mengabaikan hikaru yang memanggil namanya sangat lembut.

"Emu-chan, aku dibawah sini jika kau butuh sesuatu." ujar hikaru akhirnya. Tepat sebelum emu menutu pintu kamarnya.

BLAM.

Suara pintu tertutup pelan itu mengakhiri sandiwaranya. Emu jatuh berlutut memegangi kepalanya yang berdenyut sakit. Dia mencengkram kiat rambutnya dan memejamkan matanya erat. Emu tau, kouta sudah memperingatinya untuk mengistirahatkan pikirannya sejenak. Dia tetlalu banyak berpikir dan kelelahan hingga mudah sakit kepala dan pada puncaknya sampai kehilangan kesadaran. Tapi, semua hal yang terjadi itu tentu membuatnya berpikir keras. Adiknya, yamada ryosuke ada disini, dalam jarak yang mungkin sangat dekat sangat dekat dengannya. Bagaimana mungkin dia tidak memikirkan hal itu? Mengingat semua orang telah bermain opera diatas kepedihannya, bagaimana mungkin dia mengabaikan hal itu. Yamada emu tidak sekuat itu. Dia juga manusia biasa yang punya batas lelah dan punya perasaan.

Endless Moment (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang