Angin berhembus menerpa rambutnya yang tergerai. Laura memandang ke sekitar. Tanah seluas dua hektar itu hanya terlihat batu-batu nisan yang berdiri kokoh di atas makam.
Tadinya Audrey mengajak Laura mengunjungi makam ibunya, Siska. Setelah sarapan pagi, Audrey langsung mengajaknya ke sini. Cuacanya sangat cerah, terasa hangat karena matahari belum terlalu tinggi.
Kaki Laura maju selangkah mendekati Audrey yang berjongkok menatap sendu batu nisan di depannya. Lantas mengelus bahunya pelan.
"Yuk, gue anterin lo pulang." Laura balas menganguk dan mengikuti Audrey berjalan menuju pintu gerbang makam.
Sesampainya di sana, Laura masuk ke dalam mobil milik Audrey. Tadinya ia sempat bertanya mobil ini miliknya atau bukan. Audrey bilang mobil ini milik pengasuh panti.
"Lo yakin mau langsung pulang?" tanya Audrey memecah keheningan yang sempat terjadi.
"Emang mau ngapain? Nggak ada, kan?"
"Gue.. Mau menghabiskan waktu gue sama lo." Audrey menoleh sekilas.
Laura terdiam sejenak. "Mulai sekarang lo nggak usah ngerasa sendiri Drey. Lo punya gue, dan lo masih punya keluarga. Ayah lo, dan Alardo sebagai saudara tiri lo."
Laura menoleh dan wajah Audrey berubah datar. "Iya, gue tau." balasnya cuek.
Keheningan pun mendominasi. Tidak ada percakapan lagi di antara mereka sampai mobil tersebut berhenti di depan rumah Lauda.
Laura mengucapkan terima kasih dan hendak membuka pintu mobil tertahan karna panggilan Audrey.
"Ra, besok lo ada waktu senggang?"
Laura menoleh. "Em.. Besok gue ada acara sama temen, gue."
"Oh, gitu ya? sayang banget dong." Audrey terlihat kecewa.
Justru Laura merasa ekspresi itu sengaja di buat-buat Audrey agar Laura berubah pikiran. Sebenarnya ia juga berbohong padanya. Apa Audrey menyadari itu?
Laura membuka pintu dan keluar. Dirinya juga sempat melihat raut kecewa Audrey yang tidak ingin Laura pergi. Ia enggan untuk menuruti perintah Audrey. Laura merasa tidak nyaman. Berbeda ketika dia bersama Alardo. Laura tidak mengerti dengan perasaannya sekarang.
####
Kedua kaki Laura pegal karena terus berkeliling. Ia menatap jengkel kedua temannya yang terlihat biasa-biasa saja. Tidak seperti dirinya yang justru merasa bosan.
Malam ini, tepat ketika Laura hendak tidur, Nala dan Adara tiba-tiba datang ke rumahnya tanpa rasa bersalah mereka langsung menggedor-ngedor pintu kamar Laura. Laura yang hampir terlelap kontan terlonjak kaget dengan kegaduhan yang di timbulkan Nala.
Nala memaksa Laura untuk pergi menemaninya menuju mall. Jelas, Laura tidak mau namun Nala terus memaksa sampai ia berakhir di tempat ini. Menyebalkan.
"Udah, yuk gue mau pulang." rengek Laura seperti anak kecil.
"Ih, lo benar-benar nggak punya jiwa cewek sama sekali, ya?" Nala berkacak pinggang.
"Lo sadar nggak, sih? Lo tadi udah keliling puluhan kali mengintari mall. Adara aja bosen. Untung aja orangnya penurut. Kalau nggak, udah gue tinggal lo di sini sendiri." Laura menyemprong kesal.
"Nggak mungkin Adara ningalin gue. Dia nggak sejahat lo." Nala merangkul Adara dari belakang.
Laura memutar bola matanya sambil melipat tangan di depan dada.
"Kenapa kalian jadi berdebat. Gini aja, deh." Adara berfikir sejenak. "Gimana kalau kita karokenan?"
Nala dan Laura menoleh cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Secret [ End & Completed ✅]
Teen Fiction(Segera dibaca sebelum dihapus) Hidup dalam limpahan harta tak membuat Alardo Ravaella merasa bahagia. Justru ia menganggap hal itu adalah sebuah kutukan. Seorang badboy yang suka balapan liar dan nongkrong di pub, Alardo juga tidak pernah mengakui...