53. Tertangkap b

47 1 0
                                    

Beberapa mobil itu berhenti di depan sebuah rumah kosong. Mereka semua keluar dari mobil tak terkecuali Alardo. Ia membuka pintu samping kemudi yang ditempati Audrey. Cowok itu sudah melemah jadi Alardo menyeret tubuh itu paksa.

"Bawa dia ke dalam." perintah Veera yang terdengar seperti tuntutan.

Alardo menggiring Audrey untuk masuk ke dalam. Sedangkan para bodyguard itu berjaga di luar. Mengawasi jika ada penyusup. 

Di tengah ruangan berlumut serta lapuk itu, terdapat sebuah kursi. Alardo memposisikan Audrey untuk duduk di sana. Tidak lupa ia mengikat tubuh itu. Banyak sekali luka memar ditubuh Audrey membuat Veera tersenyum puas. Anaknya memang bisa diandalkan.

Suami Veera yang tak lain ayah biologis Alardo menyeringai puas di sana. Setelah semua persiapan selesai ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya. Sebuah pistol.

Mata Audrey yang sayu menatap Veera dingin namun penuh intimidasi. Rasanya ia ingin membunuh Veera. Inilah yang selama ini ia lakukan kepada seluruh keluarganya.

Andrey tersenyum kecil. "Mau bersenang-senang Veera," ucap Audrey dengan nada mengejek.

"Ya!! Bersenang-senang dengan cara menghabisimu. Sama seperti Siska. Tapi kali ini aku tidak menggunakan racun." Veera merebut pistol dari tangan suaminya dan mengarahkan moncong pistol itu tepat di depan kening Audrey.

"Sekarang tamat riwayatmu." Veere hampir saja menarik pelatuk itu tapi suara Alardo mengehentikannya. "Biar gue aja."

Alardo tersenyum penuh arti. "Pertama, apa lo punya perkataan terakhir sebelum pergi dari dunia ini?"

"Ada."

"Cepatlah!" Veera benar-benar sudah tidak sabar lagi.

"Sebenernya gue cuma mau nanya. Tujuan lo kenapa ngelakuin ini ke gue? Kenapa lo bunuh saudara lo sendiri? Kenapa lo juga bunuh Vanio? Padahal dia sudah berbuat baik sama lo" mata Audrey terpancar penuh luka saat mengatakan itu. 

"Apa kamu belum mengetahuinya?" ia berjalan lebih dekat pada Audrey. "Aku membenci Siska. Karna dia memiliki segalanya dibanding aku. Dia sama sekali tidak peduli bagaimana sakitnya diriku saat ia menjadikanku hanya sebatas pengasuhmu." Veera berjalan memutari Audrey, "sedangkan dia dengan enaknya menikmati harta Vanio. Jadi dia pantas untuk mati."

Disisi lain Audrey mati-matian menahan diri agar tidak tersulut emosi. Pendengarannya mendadak sumbang. Sangat menyakitkan. "Bagaimana dengan Vanio? Racun apa yang lo kasih ke dia?" tanya Audrey pura-pura tidak tahu. Ia hanya ingin Veera mengeluarkan semua rahasianya.

"Bunga. Bunga yang ada di mension Zordan. Dengan begitu tidak akan ada yang tahu kalau selama ini aku yang meracuni Vanio. Bahkan semua orang tidak akan tahu."

"Lo licik!!" pekik Audrey tidak tahu tertahankan.

"Aku menyukai julukan itu." Veera menatap benda yang dipegang Alardo. "Alardo cepat tarik pelatuk itu. Aku ingin segera mengakhiri ini."

"Dengan senang hati." Pistol mengarah membentuk garis lurus di depan kepala Andrey. Siap meluncurkan peluru.

Kedua mata antara Alardo dan Audrey saling menatap cukup lama. Entah apa yang mereka lakukan yang pasti hanya mereka dan tuhan yang tahu. Seolah mereka berbicara dengan bahasa mata.

Audrey sudah tidak tahan lagi menahan tawa. Ia mengulum senyum hingga akhirnya tawa itu meledak bersamaan dengan tawa Alardo.

"Pptttff..... Hahahaha!! Bego!!"

Veera kebingungan melihat tingkah mereka. Begitu juga dengan suaminya yang menautkan alis merasa ada sesuatu yang tidak beres. 

Yang membuatnya tambah bingung disertai keterkejutan karena Alardo justru memindah posisikan moncong pistol itu padanya. Tawa Alardo hilang digantikan ekspresi datar. "Alardo apa yang kau lakukan!!"

"Bukan Audrey yang masuk perangkap lo, tapi kalian yang masuk ke dalam jebakan kita."

Kata 'kita' mempertegas semuanya bahwa tidak hanya Audrey dan Alardo yang berada disini. Diam-diam ada orang lain menyaksikan mereka sadari tadi.

"ANGKAT TANGAN KALIAN!!"

Saat itulah Veera dan suaminya membatu kehilangan kata. Syok berat pastinya melihat banyak sekali polisi yang mulai menampakan dirinya dari balik bongkahan kayu dan kardus yang tersebar disana. Mereka bersikap waspada pada sang terangka sambil menodongkan pistol.

Veera menatap dengan tidak menyangka. "Kamu nggak punya bukti!!" oh, ayolah. Veera tetap saja mengelak.

"Bukti?" ulang Alardo sambil menunjukkan sesuatu. Alat perekam suara.

Alardo memutar disalah satu rekaman. "Bunga. Bunga yang ada di mension Zordan. Dengan begitu tidak gak ada yang tahu kalau selama ini aku yang meracuni Vanio. Bahkan semua orang tidak ada yang tahu." Veera membelalakkan matanya mendengar ucapannya tersebut yang berhasil direkam.

"Ga cuma itu doang. Salah satu dari polisi disini juga ngerekam video kita." Alardo lantas tersenyum penuh kemenangan.

"Apa yang sebenernya kau lakukan? Kenapa jadi seperti ini? Dimana pengawalnya!! Pengawal!!" Alardo tersenyum sinis melihat yang tidak berkutik selain teriak-teriak tidak jelas.

"Semuanya udah ditangkep. Sekarang giliran lo berdua." jeda sejenak, "lo mau tau kenapa lo kejebak dalam perangkap sendiri?" ia melihat Audrey seperti mengatakan sesuatu. Seolah mengerti Audrey menceritakan secara singkat bagaimana dirinya dan Alardo merancang semua ini secara detail.

"Apa lo udah nyiapin rencananya? Gue sebenernya takut" Audrey menatap Laura lembut. "Lo nggak perlu takut. Gue dan Alardo baik-baik aja. Untuk rencananya, kita nunggu."

Ponselnya berdering, tertera nama Alardo disana. Setelah sekian lama akhirnya cowok itu menghubunginya juga. Setelah mengangkat panggilan itu, Audrey akan berucap namun suara Alardo yang berbisik dan terburu-buru mengalihkannya.

"Veera udah bergerak. Gue di rumah sekarang dan gue akan bantuin dia buat nangkep lo." Nafas Audrey tercekat. "Pergi ketempat yang kita rencanakan. Sekarang!!"

"Siapa?" tanya Laura." Gue pergi dulu ra. Ini buru-buru banget. Lo tetep di rumah ya? Jangan kemana-mana. "

Setelah ia satu mobil dengan Alardo, Audrey mulai memposisikan dirinya. Ia memakai sesuatu ke wajahnya agar kelihatan memar habis dipukuli. "Gimana menurut lo wajah gue?"

"Kek pantat panci!!" mereka berdua tertawa selama perjalanan sebelum mencapai klimaks dari semua permasalahan ini.

"Gimana Brian?" tanya Audrey. Alardo menoleh sekilas. "Tenang aja. Dia udah stay ditempat sama bokapnya. Semua udah gue atur. Jadi tinggal gasss...!!"

Tbc.... 

Untuk bab ini dan sebelumnya emang dikit. Tapi untuk bab selanjutnya (ending ektra part) bakalan panjang. Soalnya ada sesuatu. Yg ini cuma pemanasan sebelum kejadian yang sebenarnya😭😭😅

Apapun yg terjadi jangan sedih, ya?😀😀😭

Her Secret [ End & Completed ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang