27 | Menghilang

48 1 0
                                    

 Laura mengambil tasnya yang ada di sofa ruang tamu. Jam menunjukkan pukul lima lebih tiga puluh pagi. Kedua orang tuanya pun masih tidur. Sedangkan dirinya sudah berseragam rapi khas SMA Dalton. 

Sejak kejadian kemarin di cafe, di mana tiba-tiba Racell datang dan mengaku bahwa dirinyalah yang selama ini meneror Laura terungkap sudah. Dan itu membuat moodnya semakin kacau. Terlebih Racell telah mengancamnya.

Pagi ini Laura langsung berangkat ke sekolah. Ia tidak peduli jika harus melewatkan sarapannya. Dan Nala yang mungkin nanti akan menjemputnya Laura tidak peduli. Langkah Laura terburu-buru menuju bagasi. Mau tidak mau kali ini Laura harus menyetir sendiri.

Seperti yang Laura duga sekolah masih sangat sepi. Seperti bangunan tua yang tidak berpenghuni. Ditambah sinar mentari belum sepenuhnya terlihat. Satpam saja belum ada di sana. Laura pun turun dari mobil dan membuka pintu gerbang sendiri. Barulah ia bisa masuk. Untungnya pintu gerbang sudah tidak dikunci. Memang biasanya penjaga sekolah atau pun tukang kebun membuka kunci pintu gerbang jam lima pagi.

Laura berjalan di lorong-lorong sekolah yang nampak sunyi dan sepi. Saat sampai di kelasnya Laura melihat sekilas dari jendela. Kursi-kursi itu kosong. Mungkin memang hanya Laura yang berada di sini. 

Sebenarnya Laura juga tidak tahu mengapa datang sepagi ini di sekolah. Ia hanya merasa butuh ketenangan. Hidupnya terlalu rumit. Apalagi sejak ada Racell.

Setelah menatap kelasnya beberapa detik Laura kembali melangkah tanpa menaruh tasnya dulu. Laura memang sengaja.

"Nanti gue harus gimana?" guman Laura ditengah perjalanan. "Nonton nggak, ya pertandingannya Alardo." —Laura mengacak rambutnya sebal— "Ih...Racell tuh nyebelin banget. Kalau misalnya gue nekat nonton, dia pasti akan pasang foto gue sama Alardo di mading. Terus...."

Laura membayangkan Nala dan Adara tahu soal itu. Akan seperti apa reaksi mereka. Laura menggeleng keras sambil menepuk pipinya. Atau kemungkinan yang terburuk ia akan dibully satu sekolah. Fans-nya Alardo 'kan banyak. Membayangkannya saja membuat Laura bergidik ngeri. Satu orang saja seperti Racell ia belum sanggup.

"Apa gue turutin aja. Lagian cuma nggak nonton pertandingan doang apa susahnya sih. Suatu saat kalau ada kesempatan gue pasti bisa nonton."

Laura seperti mengigat sesuatu. Ia lantas mengecek ponselnya dan membuka sebuah pesan.

'Besok lo harus pergi ke depan gerbang sekolah diem-diem saat acara pertandingan basket di mulai. Inget! Jangan lo kasih tau siapa-siapa. Awas kalau lo macem-macem!'

"Racell dapet dari mana coba nomer gue? Dari Alardo mungkin. Eh, dulu Alardo juga 'kan." pikir Laura bingung. Kenapa nomernya sangat mudah dicari? Layaknya seorang hugker. "Tapi...aneh juga sih. Kenapa Racell nyuruh gue ke depan gerbang sekolah?" Laura semakin bingung sekaligus heran. "Mau ngelabrak gue lagi kali."

####

"Laura mana, sih. Kok jam segini belum dateng." Nala berdecak sebal sambil mengecek ponselnya untuk melihat pukul berapa ini. "Dara. Lo tau nggak si Laura ke mana?"

Adara menggeleng tanda ia tidak mengetahuinya. "Bukanya lo biasanya jemput dia?"

"Nah itu yang jadi pertanyaan." —Nala menjentikkan jari— "Masalahnya pas gue pergi ke rumahnya, dianya nggak ada. Gue tanya ke ortu-nya tapi malah sama bingungnya kayak gue." 

"Loh, kok gitu?"

"Katanya mereka juga nggak tau. Waktu ngecek kamarnya Laura, Laura-nya nggak ada. Dan yang tambah ngebingungin lagi, mobil yang ada di bagasi rumahnya juga nggak ada."

Adara mengernyit mendengar penjelasan Adara. "Apa mungkin Laura udah berangkat ke sekolah sendiri pake mobil?"

"Terus kalau dia udah berangkat sekolah sendiri, kenapa ortu-nya nggak tau kapan dia pergi. Malahan mereka nanya ke gue. Seharusnya juga tasnya Laura ada di kelas, kan. Tapi liat sendiri, bangkunya kosong waktu kita ke kelas." Nala mendesah berat sambil menatap lapangan basket yang ada di depannya.

Her Secret [ End & Completed ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang