Akhirnya kita memasuki konflik utama. Saya harap kalian menyukai cerita ini. Baik yang baca diam-diam atau apa. Makasih atas antusias kalian dengan meluangkan waktu untuk membaca ceritaku.
Happy reading👇👇👇😭
Tidak lama. Berita kematian Vanio terdengar hingga ke seluruh Italia. Warganet mulai menebak-nebak apakah Vanio menyusul mendiang istri pertamanya. Di web khusus milik perusahaan utama Vanio mengungkapkan bahwa Vanio terkena serangan jantung. Dari situlah berita semakin menyebar sampai ada yang mengosipkan Vanio bunuh diri tidak terima istri pertamanya meninggal. Terutama para netizens yang langsung heboh dibeberapa akun sosmed. Mereka saling bertumpang-tindih mengenai warisan yang ditinggalkan Vanio. Mungkinkah akan diberikan kepada istri keduanya dan juga anak keduanya itu.
Mengingat Vanio memiliki anak lain dari Siska yang menghilang secara misterius juga mesih dipertanyakan. Apakah anak itu masih hidup atau tidak? Semua keputusan ada di tangan sang pengacara Vanio selaku pemegang harta warisan.
Laura meletakkan koran yang membahas soal kematian Vanio itu di meja ruang tamu rumahnya. Ia mendesah berat. Dirinya merasa khawatir dengan Alardo. Termasuk Audrey. Ya, sahabatnya sekaligus orang terdekatnya sekarang harus menjadi buronan Veera. Orang seperti Veera itu benar-benar kejam. Hanya karna harta ia rela membunuh orang. Padahal harta bukanlah segalanya. Tidak memiliki apapun tapi memiliki keluarga dan orang-orang yang berarti dalam hidup justru jauh lebih berharga. Karna keluarga, perasaan cinta kasih itu tidak bisa dibeli dengan uang.
Karena hari ini libur, Laura memutuskan untuk menghubungi Audrey. Beberapa hari ini dia tidak bertemu dengan cowok itu. Laura ingin memastikan semoga dia baik-baik saja. Setelah Alardo dan Audrey memutuskan untuk saling membantu, Laura juga ingin melakukan hal yang sama.
"Apa kabar? Lo baik-baik aja kan?" tanya Laura setelah sambungan teleponnya terhubung.
Tidak ada respon beberapa detik. "Tumben lo nelpon gue, kenapa?" balas Audrey.
Laura sedikit terhenyak. Santai sekali jawabannya. Padahal nyawanya sedang terancam. "Lo di mana sekarang? Gue khawatir sama lo Drey. Lo tau kan Veera—"
"Gue ga papa. Sekarang gue ada di panti. Lo nggak perlu secemas itu. Gue sama Alardo akan berusaha untuk nanganin masalah ini. Jadi, lo harus tenang." terang Audrey membuat Laura lega. Namun tetap saja perasaannya tiba-tiba tidak enak.
Ia menggigit bibir bawahnya. "Gue mau ke sana ketemu lo."
Jeda, "Kenapa pengen ketemu gue?"
"G—gue pengen ketemu kalian berdua sebenarnya. Alardo juga." entah mengapa ucapan itu terlontar. Laura merasa akan ada sesuatu terjadi nanti. Ia hanya ingin melihat mereka. Bukan berarti sebagai salam perpisahan. Hanya saja ingin berbicara sebentar sebelum mereka berdua beraksi. Siapa tau dirinya bisa melakukan sesuatu untuk dua saudara itu.
Terdengar helaan nafas di seberang sana. "Tapi, gue nggak mau lo ikut terlibat dalam masalah ini Ra," ucapan itu membuat Laura kecewa. "Veera itu berbahaya Ra. Dia bisa lakuin apa aja."
"Gue akan hati-hati."
"Gue nggak suka lo maksa buat ikut campur." ucap Audrey menegaskan. "Apapun yang terjadi, lo jangan nekat."
"Kalau gitu, gue akan pergi ke rumah lo. Sekalian gue ajak Alardo." lanjutnya sebelum sambungan terputus.
Laura menatap ponselnya nyalang. Semoga semuanya baik-baik saja.
***
ALARDO memarkirkan mobilnya di apartemen mewah miliknya. Dahinya mengkerut saat melihat beberapa mobil terparkir di depan juga. Mobil Audy hitam dengan jenis yang sama. Bukan karna itu mobil para penghuni apartemen. Tapi melihat jumlahnya yang banyak sekaligus dirinya merasa tidak asing dengan mobil itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Her Secret [ End & Completed ✅]
Teen Fiction(Segera dibaca sebelum dihapus) Hidup dalam limpahan harta tak membuat Alardo Ravaella merasa bahagia. Justru ia menganggap hal itu adalah sebuah kutukan. Seorang badboy yang suka balapan liar dan nongkrong di pub, Alardo juga tidak pernah mengakui...