41. Dikeluarkan

62 1 0
                                    

"Lo mecahin kaca toilet?" Alardo tercengang mengetahui fakta bahwa Laura memecahkan kaca dengan sepatunya setelah melihat adegan Alardo dan Krystal saat di tribun.

"Lo brengsek tingkat dewa abisnya." Alardo justru tertawa renyah mendengar ucapan Laura.

"Ya, gue emang brengsek dari sononya." Alardo menatap Laura dengan jarak lebih dekat. "Tapi, kenapa lo enggak nyamperin gue dan nampar gue, atau ngamuk nggak jelas apa gimana gitu?"

"Aku nggak sebruntal kamu, ya?" Laura terdiam setelah itu. Kenapa cara bicaranya berubah aku-kamu?

"Apa lo bilang?" Alardo menautkan alisnya.

Buru-buru Laura mengalihkan topik. "Eh mobil bokap gue waktu itu gimana, pas gue dijebak sama Racell di club?"

"Gue yang jemput mobil lo, karna gerbangnya nggak ke kunci gue bisa masuk. Dan kebetulan banget di  rumah lo nggak ada orang. Cuma ada pembantu lo." Laura bernafas lega.

Laura melepaskan tangannya dari memeluk Alardo. Ia bangun dari ranjang pasien. Sudah hampir empat jam mereka berada di sini. Mereka terbangun saat mendengar bel pulang sekolah. Mengobrol sebentar dan Laura ingin melakukan hal lain bersama Alardo.

"Pulang, yuk?"

"Laura?" panggil Alardo. Ia masih pada posisinya. Berbaring.

Laura menoleh sambil tersenyum kecil. "Kenapa?"

"Nyokab gue nggak ngapa-ngapain lo kan waktu itu?"

Laura terdiam sejenak. Hal yang membuatnya teringat akan kejadian dirinya yang kena tamparan orang yang tidak ia kenal. Ia pikir wanita sinis itu pembantu di rumah Alardo. Ia sadar ternyata dugaannya salah.

"Nyokab lo? Gue nggak ketemu kok sama dia."

"Lo nggak pintar berbohong." Alardo bangkit menjadi setengah berbaring. "Dia bilang lo cewek nggak punya etika, kan?"

Dari mana Alardo tau tentang itu? Rasanya Laura tak pernah membahas soal itu. 

Terdiamnya Laura membuat Alardo yakin ucapannya benar. "Nggak usah dimasukin hati omongannya. Dia sendiri juga nggak punya etika. Ngerusak rumah tangga orang. Ya, nggak?"

Alardo terkekeh pelan. Jantung Laura entah mengapa mendadak sakit mendengar ucapan itu. Bukan karna Alardo membela Veera. Bukan karna Alardo yang begitu membenci ibunya sendiri. Bukan juga karna ucapan Alardo yang begitu sinis terdengar menusuk jika Veera yang mendengarkan. Perasaan simpati timbul? Tidak.

Ada hal yang lain. Sesuatu yang tidak bisa ia deskripsikan. Sesuatu yang biasa namun nyatanya itu sesuatu yang tidak biasa.

Kehilangan?

Laura merasakan itu. Entah akan ada konflik apa nantinya. Keadaan saat ini mungkin terlihat baik-baik saja. Namun yang Laura rasakan mungkin nantinya akan ada kejadian besar yang menanti dirinya dan Alardo.

Samacan kehilangan. Itulah yang mambuat Laura merasa aneh dengan perasaannya sendiri ketika Alardo menghina Veera. Aneh bukan?

"Lo kenapa?" tanya Alardo terheran melihat Laura menatapnya kosong.

Laura tersadar. "Bukan apa-apa." Laura lantas beranjak. "Lo nggak pulang? Mau di sini sampe lumutan? Gue sumpek tau nggak. Bau obat-obattan."

Alardo ikut beranjak. Mereka sama-sama berjalan keluar dari ruang uks. Keadaan begitu sepi sepanjang koridor. Hanya ada beberapa siswa yang masih sibuk di ruang lab dan ada yang melakukan les ekstra. Begitu Laura sampai di kelasnya, sudah tidak ada orang. Tas miliknya sendirian di ruangan itu--menunggu sang pemilik.

Her Secret [ End & Completed ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang