38. Bersitegang

45 1 0
                                    

      Di tengah-tengah kesibukannya ponsel Andrey berdering dan ia terpaksa menghentikan aktivitasnya. Menatap layar ponselnya yang tertera nama Laura. Tidak biasanya Laura menghubunginnya. Ketika Audrey mengangkat teleponnya ia membelalak mendengar suara pilu Laura. Suaranya bergetar dan ucapan selanjutnya berubah meninggi membuatnya hambir terlonjak.

Sambungan terputus lalu ia menatap ponselnya bingung. Pikirannya tidak bisa memproses apa yang baru saja terjadi. Ia menatap temannya yang sibuk dengan botol-botol berbagai ukuran.

"Gue tinggal dulu ya?" Audrey memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.

"Lah kenapa? Proyek kita kan belum selesai." 

"Kita lanjut nanti. Ini darurat, gue buru-buru." Audrey melepas kaos tangan dan juga jaket putih khas laboratorium itu. Bergegas keluar dari ruangan.

Hari ini ia pulang terlambat karna harus menyelesaikan proyek kimianya. Tiba-tiba Laura mengubunginya di waktu seperti ini pasti terjadi sesuatu padanya. Audrey jelas kebingungan dengan cara bicara Laura. Tidak ada badai atau petir tiba-tiba saja seperti itu. Dan mengapa harus dirinya yang panggil cewek itu apalagi mengatakan untuk menjemputnya pulang. Memang di mana teman-temannya? Audrey yakini pasti terjadi sesuatu.

Setelah keluar dari gedung sekolah ia menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil. Tak butuh waktu lama untuk menuju sekolah Laura, hanya dua puluh menit perjalanan dan ia mendekati gerbang itu. Sayup-sayup mata Audrey melihat seorang cewek berdiri di depan gerbang sambil melipat tangan di depan dada.

Ketika mobil Audrey berhenti di depannya, cewek itu langsung masuk dalam mobil. Laura memasang wajah datarnya tanpa menoleh ke arah Audrey.

"Lo kenapa?" tanya Audrey hati-hati.

"Jangan nanya sekarang."

Audrey menghembuskan nafas berat dan mulai melajukan mobilnya. Dalam diam, Audrey berusaha untuk memancing Laura agar bercerita. Pasalnya wajah Laura campur awut dengan mata membengkak seperti habis menangis. 

"Lo yakin nggak mau cerita sama gue?" tanya Audrey lembut. Ia menoleh sekilas ke samping.

"Gue nggak tau harus ngomong apa. Entah gue harus narik semua ucapan gue waktu itu sama lo gue nggak tau." Laura menekuk bibirnya. Dirinya merasa terkhianati.

"Apa lo mulai percaya sama gue?" 

Laura menoleh pada Audrey yang fokus menyetir. Apa Audrey mengerti maksud ucapannya barusan. "Sekarang lo berubah pikiran?" tanya Audrey kembali.

"Ya." Laura mengangguk. "Lo bener. Alardo nggak seperti apa gue pikirkan. Dia... Bajingan." Audrey menahan senyuman mendengar kalimat terakhir Laura.

"Apa yang Alardo lakuin sama lo? Gue akan beles dia."

Tanpa sadar Laura menahan air matanya keluar. "Nggak perlu." 

Laura terdiam setelahnya. Tidak ingin lagi membahas soal cowok itu. Hubungannya dengan Alardo sudah berakhir hari ini. Ia masih tidak menyangka dengan apa yang barusan ia lihat. Selama ini Alardo hanya menjadikannya mainan. Setelah bosan, maka akan membuangnya. Dirinya sama saja seperti Adara. Namun bedanya dulu Adara tidak memiliki perasaaan pada Alardo sedangkan Laura sudah jatuh hati pada cowok itu dan ini jauh lebih menyakitkan.

Mobil berhenti depan pagar rumah Laura. Audrey menoleh pada Laura. Terdiam sejenak sebelum berucap. "Mulai sekarang, lo jauhin cowok itu. Ngga usah ketemu lagi. Anggap aja kalian ngga pernah kenal."

Laura terdiam cukup lama. Pandangannya kosong lurus ke depan. Pikirannya bergelayut entah kemana. Dan selanjutnya ia berujar serius.

"Tapi bukan berarti lo musuhin dia Drey." ucap Laura tanpa menoleh. "Kalau lo benci sama Alardo dan nyokapnya, nggak seharusnya lo punya dendam sama mereka." Laura menoleh. Menatap Audrey lamat. "Gue ngerti rasanya kehilangan orang yang paling kita sayang. Tapi bagi gue itu nggak ada gunanya lo ada dendam sama mereka. Berfikir rasional Drey. Yang perlu lo lakuin, lo harus bongkar semua kejahatan Veera. Itukan yang lo mau?"

Her Secret [ End & Completed ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang