:: Bab I ::

6.6K 225 19
                                    

Bandung, 2005

“Kita harus segera pergi dari sini. Ikuti aku, jangan lepas tanganku, dan percaya padaku. Kita pasti bisa keluar dari tempat ini kalau kita lari dengan cepat. Kamu mengerti, kan?”

Gadis kecil bertubuh gempal itu menganggukkan kepalanya dengan cepat. Genggamannya pada tangan anak laki-laki yang jauh lebih tua di hadapannya tersebut lantas semakin erat. Meski ia tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi saat ini, ia hanya bisa mengandalkan anak laki-laki itu, karena ia percaya, anak laki-laki tersebut pasti bisa membawanya kembali ke rumah orang tuanya. Ia sudah sangat tidak mau jika harus  tetap berada di sana. Tempat itu gelap, kumuh, dan penuh penyiksaan untuknya. Ia benci tempat itu, sungguh.

“Mau kemana kalian?! Jangan berani-beraninya kalian pergi dari tempat ini!”

Suara lantang itu menerobos ke dalam lorong sempit tempat mereka berlari. Raut ketegangan memenuhi wajah mereka, bersamaan dengan degup jantung keduanya yang semakin memburu. Membuat mereka tidak punya pilihan lain, selain bergegas pergi dari sana sebelum tertangkap. Hanya ini satu-satunya kesempatan yang mereka miliki untuk bisa keluar dari tempat penuh kesakitan itu, dan mereka tentu tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan tersebut begitu saja.

Kaki-kaki mereka bergerak cepat, menyelinap lewat berbagai sisi kecil yang mampu mereka jangkau. Lorong itu terlalu sempit untuk mereka berjalan berdampingan, sehingga anak laki-laki itu membiarkan gadis kecil gempal yang terus menggenggam tangannya tersebut untuk berjalan lebih dulu. Sementara ia membiarkan dirinya sendiri untuk terus menoleh ke belakang, memastikan agar penculik yang sudah menyekap mereka selama berminggu-minggu itu tidak lagi bisa mengejar mereka.

Tidak lama kemudian, suara sirine mobil polisi terdengar nyaring. Membuat langkah mereka lantas terhenti, kemudian saling menatap satu sama lain dengan terselip kelegaan pada sorot matanya masing-masing. Mereka berhasil, mereka akan selamat sebentar lagi.

“Ayo, kita harus cepat! Kamu bisa bertemu orang tuamu sebentar lagi,” ucap anak laki-laki itu seraya tersenyum lebar, yang ternyata menular pada gadis gendut di hadapannya. Tanpa pikir panjang, mereka langsung kembali menggerakan kaki mereka untuk mencapai ujung lorong secepat yang mereka bisa. Walau rasa ketakutan masih terus menyergap perasaan keduanya, takut penculik jahat itu bisa mengejar mereka dan mengurung mereka kembali di sana. Yang tentunya ditambah dengan penyiksaan tanpa henti sebagai hukuman untuk kelakuan membangkak mereka ini.

“BERHENTI KAMU!”

“AAA!”

Gadis kecil gendut itu reflek berteriak dengan kencang, saat seorang pria jangkung tiba-tiba saja muncul di hadapannya. Ada seringai yang muncul di wajah pria itu, seiringan dengan langkahnya yang mendekati si gadis kecil, “Mau kemana kamu, anak gendut?”

“Jangan sakiti dia!”

Tangan gadis kecil itu tertarik ke belakang, hingga kini ia dan anak laki-laki itu bertukar posisi. Dengan tubuhnya yang cukup tinggi untuk remaja seumurannya, ia menutupi gadis kecil gendut yang ada di belakangnya. Berusaha menghalau pria jangkung yang merupakan penculik mereka itu untuk tidak menyentuhnya. Ia tidak bisa membiarkan orang jahat itu menyakiti gadis gendut yang berusia jauh lebih muda darinya tersebut. Sekuat yang ia bisa, ia akan melindunginya apapun yang terjadi.

“Apa? Kamu mau menjadi pahlawan untuk dia?” ejek pria jangkung tersebut, yang diakhiri dengan tawa renyah. Seringaian pada salah satu sudut bibirnya semakin tinggi, pun dengan langkahnya yang perlahan bergerak maju. Ia mencoba mendekati anak tawanannya itu pelan-pelan. Namun, remaja laki-laki tersebut justru terus berjalan mundur. Ia seolah tidak terintimidasi dengan pergerakan pria jangkung di hadapannya. Meski sorot mata tajamnya terus memancarkan bagaimana kewaspadaannya saat ini.

Let Me Be Your Sky [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang