:: Bab XXXVII ::

615 63 2
                                    

“Lu tahu, gak, sekarang gue udah bisa ngerjain soal-soal matematika, loh! Gue belajar dari buku yang waktu itu kita beli bareng-bareng— eh, maksudnya, yang waktu itu lu pilihin. Awalnya, gue kira bakal susah. Ternyata gampang banget!”

Sky bercerita dengan sangat semangat. Seperti halnya kemarin, laki-laki itu juga mengawasi Claudia sejak tadi siang. Yang tentu saja membuatnya terpaksa membolos sekolah.

Dan sekarang ia tengah mengantar Claudia menuju shelter bus karena hari yang mulai menjelang sore. Meskipun begitu, perjalanan yang mereka lalui tidaklah terasa hambar. Karena sangat banyak bahan yang ia bicarakan bersama gadis gempal di sampingnya itu.

Mulai dari tutor privatenya yang akhirnya dipecat, Pak Agus yang tidak lagi menungguinya sekolah, Bibi yang memasakkan sup ikan ketika ia jatuh sakit usai hujan-hujanan mengantar Chalissa pulang, dan juga tentang peningkatannya dalam belajar berkat mempelajari buku yang Claudia pilihkan untuknya waktu itu. Antusiasnya tidak sedikitpun berkurang, meski ia belum sempat makan siang saking sibuknya memastikan Claudia baik-baik saja.

“Terus, kemarin gue bisa ngerjain soal sendiri dan hasilnya benar lagi!”

“Kamu tahu darimana kalau hasilnya benar?” sahut Claudia, membalas cerita Sky dengan nada suara yang terdengar tidak percaya. Membuat remaja laki-laki itu lantas menatapnya dengan kedua alis bertaut, terlihat begitu sebal. Namun, sejurus kemudian, Sky memamerkan cengiran menyebalkan khas-nya ditemani ibu jari dan jari telunjuk yang ia letakkan di bawah dagu, “Dari Chalissa, lah! Jawaban gue dikoreksi sama dia, dan ternyata benar!”

“Ah, begitu?”

Claudia pun sekedar memasang senyum simpul untuk merespon. Sebab, mendengar nama adiknya disebutkan oleh Sky, mengingatkannya pada hubungan mereka yang akhir-akhir ini merenggang. Rasanya baru sebentar ia bisa merasakan sikap hangat dan penuh perhatian Chalissa untuknya. Tapi, semenjak pertemuan mereka di café bersama Sky waktu itu, gadis cantik tersebut seakan menjaga jarak. Acapkali mengacuhkan dirinya dan lebih sering berdiam di dalam kamar ketimbang mengobrol dengannya.

“Tapi, dua malam kemarin dia aneh banget, deh. Kita, kan lagi ngerjain tugas kelompok lewat video call karena gak sempat buat ngerjain di sekolah. Terus, gue tanya sama dia, kenapa lu gak bisa ditelfon karena pas itu gue gak tahu kalau lu lagi kerja. Eh, video call-nya malah dimatiin.”

“Loh, kenapa?”

“Gak tahu gue juga. Kemarin aja, abis gue tanyain langsung tentang lu ke dia, dia malah kabur padahal guru baru aja masuk ke kelas.”

Kesenduan menghiasi tatapan Claudia tanpa sadar. Ia menatap sisi samping wajah Sky yang sekarang nampak sibuk menerawang sesuatu, sebelum akhirnya ia menundukkan kepala dalam-dalam.

Berbagai kemungkinan pun muncul di dalam kepala, dibarengi rasa bersalah yang entah mengapa hadir di dalam hatinya. Tiba-tiba saja, ia berpikiran bahwa perubahan sikap Chalissa itu disebabkan olehnya, meski Claudia sendiri tidak yakin apakah pikirannya tersebut benar atau tidak. Mungkin, sesampainya di rumah nanti, ia bisa membicarakannya dengan Chalissa agar semua menjadi jelas. Dan tidak perlu untuknya terus menerus merasa gelisah seperti sekarang.

By the way, lu masih kuat jalan, Cla? Capek, gak? Mau istirahat dulu?”

Langkah Sky yang terhenti turut menghentikan langkah Claudia juga. Ia menggapai punggung tangan Claudia yang sejak tadi menggandeng lengannya sebagai tumpuan. Dilihatnya gadis gempal itu menggeleng pelan, sementara senyum simpul yang terulas pada bibirnya pun ikut serta.

“Aku gak apa-apa. Maaf, ya, jadi ngerepotin kamu.”

Helaan napas jengah Sky menyelinap keluar dari sela-sela bibir. Ia mengangkat tangan yang sebelumnya ia gunakan untuk mengelus punggung tangan Claudia, lantas menaruhnya pada pucuk kepala milik gadis di hadapannya, “Lu kayak sama siapa aja, sih.”

Let Me Be Your Sky [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang