:: Bab V ::

1.2K 109 3
                                    

"Revan?"

"Hm," jawab Lynn singkat, seraya menganggukkan kepalanya. Wanita itu masih tersenyum, sampai akhirnya kedatangan kedua orang tuanya ke ruang makan tersebut mengalihkan perhatiannya. Sementara Bagas masih terlarut dalam pikirannya sendiri, setelahnya justru mengulas senyum kecil diiringi dengan helaan napas penuh kelagaan.

Ya, ia tahu bahwa Revan pasti akan melakukan pekerjaannya dengan baik, meski tanpa Bagas minta sekalipun. Dan sekarang, ia bisa merasakan hatinya tidak seberat sebelumnya, karena sesuai dugaannya, Lynn telah memaafkannya walau ia tidak mengutarakan alasan sesungguhnya mengapa ia bisa melupakan janji makan malam mereka semalam.

"Jadi ini, anak durhaka yang tidak langsung mengunjungi orang tuanya setelah bertahun-tahun sibuk dengan dunianya sendiri?"

Sindiran yang dilontarkan Papa Bagas pun menggema ke seluruh penjuru ruang makan. Pria setengah baya yang masih tetap terlihat gagah dan tampan di usianya yang hampir menginjak kepala lima itu berjalan menghampiri sang putra, lantas memberikan tepukan hangat pada pundaknya. Dari balik kaca mata yang ia kenakan, ia memperhatikan penampilan Bagas yang sudah jauh berbeda dari yang pertama kali ia lihat beberapa belas tahun yang lalu. Yaitu saat pertama kali ia mengajak pria itu untuk tinggal di istana megahnya ini setelah permintaan pengadopsiannya diresmikan pengadilan.

Mustahil baginya untuk melupakan momen paling berkesan dalam hidupnya itu. Pernikahannya dengan sang istri yang tidak kunjung dikaruniai anak membuatnya memutuskan untuk mengadopsi anak dari panti asuhan. Dan di sanalah ia bertemu Bagas, remaja laki-laki tampan yang sangat pendiam dan memilih duduk menyendiri di sudut ruangan dibanding berbaur bersama teman-teman sebayanya yang lain. Lantas, mengikuti hatinya yang tiba-tiba tergerak begitu tatapan mereka bertemu untuk pertama kalinya, Tuan Bagaskara akhirnya dengan sangat yakin memutuskan mengangkat Bagas sebagai anak.

Nyatanya, keyakinannya itu membuahkan hasil yang manis. Bagas pada akhirnya bisa menyesuaikan diri dengan dirinya dan juga sang istri, serta menyayangi mereka selayaknya orang tua yang memang mengandung dan melahirkannya. Pria itu juga sangat penurut dan cerdas. Ia mengikuti apapun yang disuruh Papanya, termasuk menyelesaikan pendidikannya hingga jenjang S3 di luar negeri dan kini tengah disibukkan dengan pengembangan cabang perusahaan stasiun televisi milik keluarga Bagaskara yang telah lebih dulu dibangun di Thailand. Membuat Tuan Bagaskara sangat puas, dan tentunya semakin bangga atas pencapaian putra tunggalnya tersebut.

"I miss you, Pah," jawab Bagas, tanpa mengindahkan sindiran Papanya, lantas bergerak memeluk tubuh pria tersebut untuk beberapa lama, sebelum akhirnya Tuan Bagaskara yang lebih dulu melepaskan diri dari pelukannya dan menyuruh Bagas serta Lynn untuk kembali duduk di kursinya masing-masing, karena waktu terus berjalan dan tentunya mereka tidak ingin melewatkan waktu makan malam mereka.

Dentingan yang tercipta antara alat makan serta piring yang beradu mengisi keheningan di ruang makan megah itu. Ke-empat orang yang berada di sana sibuk untuk menghabiskan makan malam di piring mereka masing-masing, meski sesekali, Lynn mencuri lirik ke arah Bagas yang makan dengan tenang. Ia terus memperhatikan pria tampan itu, sampai membuat wanita setengah baya yang tepat berada di sebrangnya tersenyum geli, "Apakah kamu sebegitu takutnya kalau Bagas akan tersedak, Lyanna?"

Celetukan Mama Bagas itu pun sukses membuat semua orang langsung mengalihkan perhatiannya pada Lynn, yang tentu saja terkejut bukan main. Wanita cantik tersebut tampak terkesiap kaget, dengan kedua matanya yang mengerjap lucu dan berhasil mengundang tawa Tuan Bagaskara yang duduk di kursi tunggal di ujung meja makan. Pria paruh baya itu lantas menyeka bibirnya menggunakan napkin yang disediakan, sedangkan matanya kini melirik Bagas yang sepertinya ikutan terkejut.

"Hey, Son. Apa kamu tidak ingin sesegera mungkin menikahi Lyanna? Dia adalah calon istri yang baik untuk kamu. Jangan sampai kamu sia-siakan kesempatan yang ada. Tidak banyak wanita seperti Lyanna," jelas Tuan Bagaskara dengan penuh antusias. Senyumnya bahkan merekah sempurna, yang kemudian menular pada sang istri yang juga menatap sepasang manusia itu dengan raut wajah penuh harap. Membuat Lynn tidak bisa menahan debaran jantungnya yang berdetak kencang, beriringan dengan aliran darahnya berdesir cepat dan mengantarkan semburat merah pada wajahnya. Membicarakan pernikahan di saat seperti ini menurutnya masih terlalu cepat, meski di dalam hatinya, Lynn sangat berharap Bagas bersedia mengikuti kata Papanya tadi.

Let Me Be Your Sky [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang