Jadwal kuliah yang berakhir lebih cepat di hari Jumat ini membuat Claudia bisa bersantai sejenak di perpustakaan sebelum ia menuju cafe untuk melanjutkan kerja paruh waktunya. Ada beberapa tugas mesti ia selesaikan sekarang juga. Sehingga memilih tempat berisi beribu-ribu buku itu adalah pilihan yang paling tepat.
Meja di paling sudut tentu saja menjadi opsi Claudia. Ia meletakkan tasnya di sana, untuk menandakan kalau ada seseorang yang menempati meja tersebut. Baru setelahnya ia menjelajah di antara rak-rak tinggi yang ada demi bisa menemukan referensi yang sesuai dengan tugasnya.
Claudia menelaah, dan berhasil menemukan tiga buku tebal dari rak yang berbeda-beda. Lantas, ia membawa ketiga buku itu menuju mejanya dan mulai mengerjakan tugas yang harus ia selesaikan.
Heningnya perpustakaan mendukung konsentrasi Claudia. Selain karena sudah lewat dari jam ramai perpustakaan, tempat duduknya yang hampir tidak terlihat dan tidak diketahui banyak orang membuatnya cukup nyaman. Walaupun, ia harus terganggu sedikit karena penglihatan tanpa kacamatanya yang membuat setiap hal yang ia lihat ataupun ia baca jadi tampak buram.
Ingat saat kacamata Claudia jadi rusak setelah dikerjai Agnes? Dan ia belum sempat membeli penggantinya, hingga saat ini. Jadi, rasanya wajar jika ia mengalami kesulitan setiap kali memperhatikan penjelasan dosen di papan tulis ataupun di layar proyeksi bila dosennya mengadakan sebuah presentasi. Termasuk juga ketika harus mengerjakan tugas-tugasnya, seperti apa yang ia lakukan kini.
Sebenarnya, Claudia punya sedikit tabungan yang harusnya bisa ia gunakan untuk membeli kacamata baru. Tidak perlu kacamata mahal, karena kacamata yang dijual di pasar malam atau pasar dadakan pun sudah cukup untuknya kalau itu memang sesuai. Namun, Claudia belum sempat untuk membelinya. Bukan hanya karena ia sibuk dengan kegiatannya, tapi juga ditambah dengan beberapa hal yang terjadi di dalam hidupnya dan harus ia hadapi dengan sangat terpaksa.
Ya, seperti apa yang terjadi antara dirinya dengan Bagas, misalnya.
Dan, nasib baik untuk Claudia, karena nampaknya, Bagas benar-benar mewujudkan permintaannya kala itu. Sejak kemarin, dia tidak sedikitpun mengabari Claudia, atau mengangkat telfon darinya sama sekali. Mungkin ia memang sibuk, namun Claudia berpikir kalau pria tersebut memang sudah tidak mau berurusan dengannya. Jadi, bisa dikatakan, Claudia sudah bebas saat ini.
Mungkin, membeli kacamata sebelum ke cafe akan menjadi ide yang bagus. Karena jujur saja, Claudia lelah kalau harus menahan pusing terus menerus dengan teknik belajarnya yang ia paksakan tanpa kacamata. Hanya menahan sedikit lagi untuk saat ini, paling tidak sampai Claudia menyelesaikan beberapa tugasnya sekarang.
"Claudia, bukan?"
Claudia baru saja memegang pulpennya usai membuka halaman buku berisi materi yang ia cari. Tapi, kegiatannya tersebut seketika terinterupsi oleh suara dari seorang gadis cantik yang ia tebak adalah sesama mahasiswa di kampusnya ini. Ia menatap kebingungan, sejurus kemudian mengulas senyum ramah untuk menyahuti pertanyaannya baru saja, "Iya. Ada... apa, ya?"
"Ada titipan buat lu. Nih," jawab gadis cantik itu, dengan memasang wajah datar. Tidak sedikitpun berniat membalas senyuman yang Claudia berikan untuknya. Sementara tangannya yang membawa sebuah kotak persegi panjang, meletakkan benda tersebut di atas meja begitu saja. Sebelum akhirnya berlalu pergi, bahkan tanpa sempat memberitahu Claudia darimana titipan itu berasal.
Ragu-ragu, Claudia mengambil kotak tersebut. Sebuah pita merah tampak menghiasi bagian tutupnya, juga tertera sebuah merek ternama di sana. Sukses memancing kening Claudia untuk mengkerut bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me Be Your Sky [ C O M P L E T E ]
Random"Hai, Langit? Apa kabarmu hari ini?" Langit adalah salah satu hal favorit untuk seorang Claudia Issaura. Bagi gadis gempal itu, langit sangat menenangkan, indah, sekaligus mampu memberi kekuatan, untuk segala sesuatu yang sudah dilewatinya dan pasti...