:: Bab LXVIII ::

653 56 2
                                    

“Kamu… gak apa-apa kalau hari ini bolos sekolah, Sa?” tanya Claudia, seraya merapikan barang-barangnya masuk ke dalam sebuah tas besar. Ia menoleh pada sang adik yang pagi ini masih dalam balutan piyama tidur. Padahal, jika di saat biasanya, dia sudah siap dengan seragam sekolah.

Mendapat pertanyaan seperti itu, Chalissa pun terkekeh pelan, “Ya gak apa-apa kali, Kak. Lagipula besok, kan, hari Sabtu jadi ya… sekalian aja. Aku juga udah izin sama wali kelas aku, kok.”

Mengerti, Claudia mengangguk-anggukkan kepala. Senyumnya mengembang melihat Chalissa yang nampak jauh lebih bersemangat darinya untuk memasukkan beberapa buah pakaian miliknya sendiri ke dalam tas yang berbeda. Ada pula sekotak keperluan mandi, sepatu sekolah, dan juga beberapa buah tas yang gadis cantik itu punya. Sedangkan sebuah kardus yang telah dilakban dan disimpan di depan kamar diisi oleh seluruh buku serta peralatan tulis lain milik Chalissa dan juga miliknya.

“Terus part-timenya Kak Claudia gimana? Kakak udah resign?”

Kini, gantian Chalissa yang bertanya. Tetap sibuk merapikan barang-barang yang wajib dibawanya pindah, ia mencuri lirik pada Claudia yang baru saja menutup tas dan langsung bersandar pada dinding kamar karena kelelahan. Mengemas barang-barang untuk pindahan mendadak mereka hari ini, ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Claudia pun jadi menyesal mengapa ia tidak mengemas barang-barangnya sejak semalam.

Hm, udah. Kemarin, Kakak buru-buru nulis surat, terus Kakak kasih ke Pak Bos. Awalnya, Pak Bos gak mau terima. Terus, Kakak coba jujur ke dia. Dan kamu tahu? Untuk pertama kalinya Kakak lihat Pak Bos nangis dan langsung meluk Kakak,” jelas Claudia, dan mengakhiri ceritanya dengan tawa geli begitu mengingat momen awkwardnya kemarin sore.

Nyatanya, masih ada orang yang menginginkan kehadirannya di sana, walau Claudia sudah tidak bisa lagi merubah keputusannya. Dan akhirnya, dengan sangat berat hati, ia harus tetap pindah ke tempat yang ditawarkan oleh kenalan Chalissa. Demi menata hidupnya yang baru dan jauh lebih baik dari sekarang.

Tawa Claudia lantas menular pada Chalissa. Gadis cantik itu menutup kopernya lalu duduk bersila tepat di depan sang kakak. Antusiasmenya meningkat mendengar cerita Claudia yang begitu menarik untuknya, “Kok, bisa gitu, sih, Kak? Berarti selama ini dia pura-pura sok galak gitu sama Kak Claudia?”

Claudia mengedikan bahu, “Ya, kalau itu, sih, Kakak gak tahu juga. Mungkin, karena Kakak udah lama di sana, dan dia takut gak ada yang bisa jadi bahan omelannya dia lagi. Tapi, udah ada penggantinya Kakak juga, kok, di sana. Jadi, Pak Bos gak perlu repot nyari penggantinya lama-lama.”

“Oh, iya? Secepat itu? Siapa, Kak?”

“Sky.”

Senyum sumringah Chalissa berganti dengan kerutan yang menyelimuti tiap sisi wajah. Ia tampak sangat terheran-heran. Ditatapnya Claudia dengan menyipit bingung, sementara apa yang ia tanyakan pun sudah terlihat jelas dari sorot matanya. Sehingga, tanpa perlu mendengar secara langsung, Claudia langsung mengerti harus menjawab apa.

“Kakak juga kaget banget, pas lihat dia masuk ke café dan tiba-tiba minta tunjukkin ruang manajer dimana. Habis itu, gak lama kemudian, Pak Bos langsung ngasih tahu kalau Sky juga bakal part-time di sana. Katanya, dia gabut kalau malam. Makannya milih buat ikut part-time. Padahal, sekarang harusnya dia lagi sibuk-sibuknya belajar buat persiapan ujian akhir. Iya, kan, Sa?”

“Terus… Kak Claudia ngasih tahu dia, gak, kalau kita mau pindah?” cicit Chalissa, agak ragu untuk mengutarakannya. Sebab, hubungannya dengan Sky akhir-akhir ini tidak lagi sama seperti sebelumnya.

Memang salahnya karena ia yang menjaga jarak dari remaja laki-laki itu, usai Sky mengatakan bahwa dia ingin tetap melindungi Claudia. Dan dari saat itu, perlahan-lahan, Chalissa berusaha mengubur harapannya. Ia sudah tidak mau lagi menjadi si bodoh yang mengharapkan cinta dari orang yang tidak akan pernah bisa membalas cintanya.

Let Me Be Your Sky [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang