:: Bab LXX ::

903 58 0
                                    

Bagas masih tidak berkutik, ketika rekaman CCTV yang sebelumnya sudah disebut-sebut oleh petugas polisi, ditayangkan di depan matanya melalui layar LCD TV. Tidak hanya dirinya, Tuan Bagaskara dan Nyonya Bagaskara pun sama terkejutnya. Napas seakan tertahan di udara, tidak mampu dihirup oleh mereka bertiga. Ketiganya hanya diam di posisi masing-masing, sambil berusaha meyakini bahwa yang mereka lihat barusan bisa saja sebuah kesalahan.

“Dan atas bukti ini, Nona Lyanna Danita harus kami tangkap, Pak,” ujar Krisna, memecah suasana senyap nan menegangkan itu, seraya mematikan layar LCD menggunakan remot di tangannya. Ia mewajarkan respon yang diberikan oleh orang-orang di meja bundar tersebut, lantas mendesah pelan. “Nona Lyanna bisa menyewa pengacara untuk membantunya, tapi, untuk sekarang, kami akan meminta keterangan dari yang bersangkutan terlebih dahulu.”

Derit dari kaki kursi yang didorong mundur, menemani pergerakan Bagas yang bangkit dari tempatnya. Tubuh lemasnya beranjak pergi meninggalkan ruangan itu, dan membiarkan Papa beserta Mamanya meliriknya bingung.

Ia sudah terlalu lelah untuk mencerna segala hal yang baru saja terjadi padanya. Bahkan, untuk memikirkan alasan dibalik Lynn yang dengan tega membunuh Mamanya sendiri, Bagas tidak bisa. Yang ia butuhkan hanyalah tempat tenang untuk beristirahat, baru kemudian memikirkan rencana apa yang bisa ia lakukan selanjutnya. Sebab, Bagas tahu, pernikahan ini sudah tidak punya kesempatan untuk kembali dilanjutkan.

“Gas, gimana? Lynn… benar-benar ngelakuin itu?”

Marvel dengan pertanyaannya lantas menyambut Bagas begitu pria tampan itu berhasil keluar dari ruangan. Diikuti oleh Gibran, Dion, dan juga Keiko, Marvel tampak berusaha untuk tetap tenang, walau ia tidak bisa memungkiri kalau ia masih tidak percaya dengan apa yang Lynn lakukan. Sementara Gibran, Dion, dan Keiko hanya mampu memasang raut gelisah, menunggu Bagas yang tidak kunjung memberi jawaban.

Menggunakan satu tangannya, Bagas pun memijat pelipisnya yang berdenyut nyeri. Begitu berat napasnya terasa, memenuhi rongga dada yang diliputi sesak sejak tadi. Beberapa saat setelahnya, sebatas anggukan kepala yang ia berikan. Menyebabkan keempat sahabat di hadapannya itu, langsung terhenyak tidak percaya.

Oh my god…”

“Terus, siapa yang bantu Lynn buang jenazahnya Nyonya Yudha, Gas?”

Dengan sendu, Bagas melirik Dion yang baru saja mengajukan pertanyaan. Pria bermata sipit itu dipenuhi rasa keingintahuan yang besar. Begitu pula Gibran yang berdiri di sisinya dan terlihat sangat tidak mempercayai kebejatan yang telah Lynn lakukan.

“Gue juga gak tahu. Di CCTV tadi, gak kelihatan siapa yang bantuin Lynn buat gotong jenazahnya Nyonya Yudha dan bawa jenazah itu pergi. Tapi, yang jelas, Lynn yang udah ngilangin nyawa Mamanya sendiri.”

Bagas mengawang-ngawang, seraya mengusap bagian belakang kepalanya dengan kasar. Ia tidak tahu, bahwa hari yang paling tidak ia inginkan ini, akan menjadi jauh lebih parah dan melelahkan. Dari posisinya saja, ia bisa melihat banyak wartawan yang berkerumun dan memaksa masuk ke dalam. Mereka layaknya zombie kelaparan yang menunggu dirinya untuk memberi mereka makan dengan pernyataan-pernyataan yang akan membuat ia semakin sering muncul di pemberitaan.

Then, you can go to find Claudia, dan ngulang semuanya dari awal.”

Usulan yang diberikan Gibran tanpa aba-aba, menarik seluruh perhatian orang termasuk Bagas untuk menatap ke arahnya. Pria berkulit sawo matang itu mengumbar senyum, diiringi tangannya yang beranjak meremas pundak Bagas, seakan-akan tengah menyalurkan kekuatan, “Pernikahan ini juga gak bakal bisa dilanjut, kan? So, lu bisa pergi dari sini dan mulai hidup baru lu sama Claudia. Bahkan, kalau bisa, lu bawa Claudia pergi sejauh mungkin supaya Om Bagaskara, atau siapapun itu gak akan bisa gangguin kalian lagi.”

Let Me Be Your Sky [ C O M P L E T E ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang